Mohon tunggu...
Rizza Nasir
Rizza Nasir Mohon Tunggu... -

Mahasiswa PGMI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,pemerhati anak, penggiat literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kopi Jagung dan Cekakik

24 Mei 2015   19:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:39 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tagline dibalik secangkir kopi ini mengingatkan saya pada kopi buatan Mbah Putri saya. Kopi khas daerah saya di desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri. Saya kangen sekali dengan kopi buatan Mbah Putri. Kopi hitam jagung.

Dulu saya menyebutnya kopi jagung, kenapa saya menyebutnya begitu? Karena kopi ini digoreng di sebuah wajan besar dengan campuran jagung. Di goreng di atas luweng. Luweng itu adalah tungku yang terbuat dari batu-bata, bahan bakarnya tentu saja kayu. Kayu-kayu kering itulah yang membuat biji-biji kopi matang.

Biji kopi hitam, ukurannya besar-besar, dicampur dengan butiran jagung. Digoreng bersamaan. Campur! Udek udek terus sampai bau kopi benar-benar menguar di seluruh sudut rumah kami. Waktu menggorengnya cukup lama, lebih dari satu jam!  Mbah Putri terus mencampur, mengudek kopi jagung dan saya biasa menungguinya di sampingnya, mengamati, biji-biji kopi dan jagung itu menghitam sempurna, lesat, pekat!

Setelah itu Mbah puti akan menumbuknya dengan alu di lesung kecil, kami tak pernah punya alat yang canggih untuk menumbuk, alu dan lesung kecil adalah satu-satunya alat untuk membuat biji kopi bercampur jagung itu pecah, menyerpih, menabur, membubuk.

Bubuk-bubuk kopi itu akan disimpan di dalam kresek hitam, entah kenapa Mbah Putri selalu menyimpannya di kresek hitam, kresek itu lantas diasukkan ke dalam kaleng bekas biskuit. Kaleng itu biasa ditempatkan sejajar dengan gula, garam dan bubuk teh. Tentu saja kaleng bekas biskuit berisi kopi itu terlihat jelas. Ukurannya yang lebih besar dari tempat gula dan teh serta baunya yang menusuk membuat kopi itu begitu berbeda diantara bubuk-bubuk lain  yang ada di dapur

dalam sebulan, Mbah Putri menggoreng kopi dua kali. Satu wajan besar. Apakah keluarga kami penyuka kopi? Ya! Ayah, ibu, paklik, bulik. Semuanya suka kopi, bahkan semua tamu yang datang ke rumah kami pun selalu disuguhi kopi. Kopi adalah pilihan utama dan pasti terhidang di meja tamu, kecuali kalau tamu mengatakan, "saya teh saja"

Ayah saya selalu mengatakan begini jika saya ingin minum kopi, "didopa-dapu! Didamoni! Dua kata ini maknanya sama, ditiup dulu! Jika sebagian orang menyukai kopi panas, di keluargaku, kopi tidak boleh diminus panas-panas, kopi harus hangat dulu baru boleh diminum, jika masih berasap baru saja dihidangkan, maka kami akan men-damoni, meniupnya. Belakangan setelah dewasa, aku tahu kalau menium makana dan minuman itu tidak baik untuk kesehatan, tapi itulah tradisi yang ada di keluarga saya, di desa kami.

Selain proses pembuatan kopi jagung, yang paling terkenang adalah cekakik. Cekakik itu adalah ampas atau sisa-sisa kopi hitam setelah larutan air kopinya habis. Di gelas-gelas pasti tersisa cekakik. Mbah Putri memanfaatkan cekakik itu untuk membersihkan WC supaya tidak bau, waktu itu, kami belum mengenal pewangi kamar mandi. Cekakik kopi hitam adalah satu-satunya pilihan.

Kopi hitam campur jagung, hasil gorengan sendiri, menumbuk sendiri, harus diminum menjelang dingin dan cekakik yang hitam legam. Semua itu sekarang tinggal kenangan. Jujur saja, di desa saya sekarang hampir tidak ada rumah berbau kopi. Bau biji kopi di atas luweng akan menguar kemana saja dan baunya khas sekali, tapi sekarang bau itu tak pernah saya temukan. Zaman telah membuat para ibu malas menggoreng dan menumbuk kopi sendiri, kopi instan dari pabrik lebih diminati. Praktis iya, nikmat iya.

Memang, kopi zaman sekarang juga banyak variannya mulai dari kopi latte, kopi susu, kopi putih dan banyak lagi macamnya. Iklannya pun benar-benar bersaing antara satu kopi dan kopi lainnya. Melihat banyaknya varian kopi instan dan gencarnya promosi dunia kopi, membuat saya meyakini, bahwa masyarakat Indonesia memang benar-benar pecinta kopi.

Maaf jika harus jujur saya katakan, saya sangat hati-hati meminum kopi instan dalam kemasan itu. Saya takut ada pengawet dan bahan kimia lainnya. Meski bau kopinya tak jauh beda dengan kopi jagung buatan Mbah Putri, tapi kopi instan seringkali membuat jantung saya berdebar, sementara kopi buatan Mbah Putri tak pernah membuat saya begitu berdebar. Saya sering membuat kopi, saya berharap menemukan rasa yang sama seperti kopi buatan Mbah Putri, tak jauh beda memang, tapi secangkir kopi yang saya buat, selalu bersih jika cairannya sudah habis, saya tak pernah lagi menemukan cekakik.

Jika saya diberikan kesempatan untuk berkunjung  ke Pabrik Nescafe di Lampung, tentu saya akan sangat senang, saya ingin melihat dari dekat bagaimana pembuatan kopi, saya akan membuktikan apakah sangkaan saya selama ini terhadap kopi instan itu benar atau tidak?  Tentang pengawet-pengawet atau bahan lain yang ada di dalamnya, benarkah yang membuat jantung saya berdebar adalah kopi itu? Saya ingin mencari tahu lebih dalam, agar saya tidak hidup dalam persangkaan.

Sekarang,  saya sering ngopi berdua bersama ibu, di satu cangkir yang sama. Secangkir kopi yang membuat kami ingat betapa dulu saya sangat senang menemani Mbah Putri membuat kopi, mengingat masa-masa membersihkan kopi menggunakan cekakik dan mengenang bau sudut-sudut rumah saat kopi digoreng di luweng. Mbah putri telah meninggal di tahun 2000. Selama lima belas tahun ini pula, kopi jagung dan cekakik tak pernah ada lagi. Saya sangat merindukannya. Secangkir kopi buatan Mbah Putri

RIZZA NASIR
(Tulisan ini diikutkan dalam Blog Competition dibalik secangkir kopi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun