Malam sunyi. Di dalam kegelapan tak berujung terlihat dirimu yang ringkuh itu meringkuk dengan kedua tangan yang mendekap kedua tumitnya. Tak ada suara yang memberimu semangat maupun sesuatu yang membuatmu bergerak sehingga dirimu terdiam diri begitu saja. Sembari menunggu suara panggilan yang kau sebut takdir.
Di tengah kegelapan malam, hanya sang bulan (tuhan) yang setia menemani --- cahaya sunyinya mengintip Ambudi yang meringkuk dalam diam.
Ambudi namanya, ia siap melangkah di pagi hari dengan banyaknya tekanan di malam hari, yang membuatnya kadang, tidak tidur semalam.
Suara ayam berkokok di pagi hari, Ambudi siap dengan seragamnya dan tak lupa dengan parfum khasnya. Setiap pagi, ia tak langsung bekerja, namun ia selalu berkeliling dengan motornya mengitari jalan yang jauh untuk menenangkan pikirannya yang tak bisa ia kendalikan. Akan tetapi ia terus berjalan dengan tenang. Meski begitu, tangannya tak bisa berbohong pada dirinya yang sangat rapuh.
Ia selalu tersenyum di kala siang. Senyum palsunya menipu banyak orang yang menganggapnya orang baik, dan juga bahagia. Akan tetapi rambutnya yang kusut memperlihatkan bahwa sesuatu sedang ia sembunyikan.
Tak ada senyum yang tersisa di kala malam, ia merenung tak henti-henti. Namun, suatu hari ia tertidur dengan pulas bukti jika kehidupannya masih baik-baik saja.
Ambudi tak pernah mengeluh dengan apa yang dirasakannya di kala malam dengan isi kepalanya yang tak henti bertanya dan bertengkar.
Tapi sesuatu merubah dirinya. Memekarkan bunga di hatinya yang sepi tanpa harapan, gencatan senjata yang mengakhiri penderitaannya selama ini.
Alisa namanya. Ia telah menanamkan bibit bunga di dalam hati Ambudi yang gersang dan tak bertuan. Ia memberinya harapan jika ia pantas hidup dengan ciri khasnya sendiri dibalik suka atau pun benci di hadapan orang lain.
Alisa hanya memberinya senyum yang memberi bibit ketukan di hati Ambudi, sehingga bibit itu tertanam jauh kedalam hatinya yang rapuh dan kering akan rasa dicintai. Kegelapan itu berubah menjadi awan mendung dan menghujani hatinya yang kering dengan menumbuhkan bunga warna warni seiring berjalannya waktu.
Ambudi menjadi dirinya sendiri, menjadi gema yang memantulkan kepribadiannya yang tak pernah ia perlihatkan pada orang lain. Dan benar saja, banyak orang yang menjauhinya karena sifat Ambudi yang keras, dan senyumnya yang manis itu redup secara perlahan dengan banyak tantangan yang tak bisa membendung Ambudi untuk menjadi dirinya sendiri.