Melewati Jalan Raya Merek--Sidikalang membuat saya melihat bagaimana jalur transportasi bisa menjadi simpul yang menyatukan berbagai kehidupan. Kami sempat singgah di beberapa desa seperti Sukanalu dan Seberaya yang memiliki cerita-cerita rakyat tentang Putri Hijau dan Meriam Puntung. Jalur ini, saya sadari, bukan hanya tempat kendaraan berlalu, tetapi juga ruang di mana memori dan mitos hidup berdampingan dengan realitas modern.
Tantangan dan Harapan
Meski begitu, ada juga catatan penting. Infrastruktur di jalur ini memerlukan perhatian lebih. Minimnya rambu lalu lintas dan penerangan jalan menjadi tantangan, apalagi bagi pendatang atau pelajar seperti kami yang tidak familiar dengan medan. Beberapa titik rawan longsor saat musim hujan juga menjadi kekhawatiran tersendiri. Saya berharap pemerintah daerah terus meningkatkan perhatian terhadap perawatan jalan ini, mengingat fungsinya yang vital sebagai jalur ekonomi, pendidikan, dan wisata.
Bagi saya, Jalan Raya Merek--Sidikalang bukan hanya sarana penghubung wilayah, melainkan juga jembatan pengalaman, pengetahuan, dan refleksi. Disanalah saya belajar bahwa perjalanan fisik bisa menjadi bagian dari perjalanan batin. Bahwa jalan bukan sekadar aspal, tetapi jalur yang menghidupkan desa, menghubungkan sejarah, dan memberi ruang pada pembelajaran yang nyata.
Jadi, jika kamu berkesempatan melintasi jalan ini---entah untuk bekerja, berlibur, atau kuliah lapangan seperti saya---ambil waktu sejenak untuk melihat ke luar jendela. Barangkali kamu juga akan menemukan cerita di antara kabut, lembah, dan tikungan panjang yang mengantar kita menuju Samosir dan lebih jauh lagi: ke pemahaman yang baru tentang tanah kelahiran kita sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI