Di tengah Kota Berastagi, Kabupaten Karo, terdapat sebuah bangunan yang dulunya merupakan bekas Gereja Katolik Santa Maria. Ialah Museum Pusaka Karo yang berdiri diatas lahan seluas 4000 m2 atas gagasan dari seorang misionaris Belanda bernama Joosten Leonardus Edigius yang lebih dikenal sebagai Pastor Leo Joosten Ginting (bere-bere Sitepu). Museum Pusaka Karo diresmikan pada 9 Februari 2013 oleh Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya.
Saya mengunjungi museum ini pada 15 Mei 2025, tepat di sore hari, setengah jam sebelum museum tutup. Agaknya, Kriswanto Ginting, sang kurator museum, cukup terkejut melihat rombongan mahasiswa Ilmu Sejarah USU datang cukup sore untuk melihat koleksi-koleksi di Museum Pusaka Karo. Namun, kami harus terlebih dahulu mengunjungi Sukanalu, Seberaya dan Dokan lalu terakhir berkunjung ke museum ini. Sebuah field trip mahasiswa semester 6.Â
Museum ini merupakan karya dan bakti orang Karo yang peduli akan sejarah dan budaya Karo, dalam melestarikan budaya Karo untuk tetap abadi. Selain menjadi tempat belajar sejarah dan pelestarian budaya, Museum Pusaka Karo juga menyimpan kenangan mengenai sebuah tragedi bencana alam yang sudah lekat dengan masyarakat Karo, letusan Gunung Sinabung.Â
Letusan Gunung Sinabung yang kembali aktif sejak tahun 2010 telah mengubah lanskap alam, sosial, dan bahkan perjalanan sejarah masyarakat Karo. Letusan demi letusan---hingga puncaknya pada tahun 2013, dan erupsi-erupsi besar hingga tahun 2021----telah menelan korban, merusak lahan pertanian, dan memaksa ribuan warga untuk meninggalkan kampung halaman tercintanya demi mengungsi. Desa-desa seperti Sukameriah, Bekerah dan Simacem kini menjadi 'desa mati' yang ditinggalkan, menjadi saksi bisu atas kedahsyatan alam.
Museum Pusaka Karo dalam upaya untuk mendokumentasikan sejarah dan identitas masyarakat Karo, menampilkan tempat khusus untuk mengenang letusan Gunung Sinabung yang masih fresh di ingatan masyarakat Karo. Di salah satu sudut museum, tepatnya di bawah tangga sebelah kiri, terdapat foto dokumentasi-dokumentasi serta barang-barang peninggalan masyarakat yang menjadi saksi bisu letusan. Salah satu yang paling ikonik adalah dokumentasi pertama kalinya Gunung Sinabung mengeluarkan awan panas pada 5 November 2013, yang diambil dari point of view Kampung Beganding.
Selain itu, ada juga barang-barang rumah tangga yang telah hangus dan meleleh akibat dari awan panas Gunung Sinabung di Desa Simacem pada tahun 2015. Contohnya seperti mesin jahit, radio, buku-buku, panci, setrika. Bahkan, ada koleksi batuan dan pasir dari hasil awan panas Gunung Sinabung yang diambil oleh warga Desa Simacem untuk kemudian diberikan ke Museum Pusaka Karo. Kriswanto Ginting, kurator di Museum Pusaka Karo, mengungkapkan bahwa barang-barang ini merupakan pemberian dan dedikasi dari masyarakat Karo untuk mengenang letusan Gunung Sinabung. Di balik kaca pajang dan catatan kronologis letusan, tersimpan semangat untuk tidak melupakan dan mengenang.