Mohon tunggu...
Rizky Wardhana
Rizky Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Rizky Wardhana (Mahasiswa)

Hai.. Silahkan baca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Satu Pertanyaan

9 Juni 2021   21:43 Diperbarui: 9 Juni 2021   21:51 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi, tahun ini, hal itu tak didapatkan anak semata wayangku lagi. Hari dimana anakku berulang tahun, ia tidak pulang. Sebagai bentuk memperbaiki kesedihan anakku, kujadwalkan esok hari untuk kami berangkat ke Danau Toba, danau terluas dimana kuharap anakku dapat memperluas pikirannya. 

Aku tahu ada banyak tanda tanya yang berkecamuk di pikirannya. Aku tau otaknya mulai dipenuhi entah apa. Sekadar menyegarkan pikirannya, tak apalah kubawa ia meskipun tanpa ayahnya. Meskipun harus cuti beberapa hari dari pekerjaanku sebagai buruh pabrik.

“Bu, ayah tidak ikut bersama kita?” tanyanya. “Tidak, ayah sedang sibuk.” Kataku.

Dia hanya mengangguk tanpa kata. Seakan memahami. Padahal, aku tahu hatinya sedang tidak baik-baik saja. Sebab, sebelumnya ia tidak pernah diperlakukan begitu oleh ayahnya, jangankan dia, aku saja bertanya-tanya apa yang terjadi pada suamiku kala itu.

Esoknya kami berangkat menaiki bus. Waktu masih menunjukkan pukul 07.00 WIB, sementara keberangkatan bus pukul 07.30 WIB. Kutinggal anak semata wayangku di dalam bus. 

Aku turun untuk membeli air mineral dan beberapa cemilan. Dari jauh tak sengaja kulihat sosok suami yang sudah berminggu-minggu aku rindukan, bersama perempuan, begitu mesra. 

Seketika pandanganku buram. Aku mendatanginya. Ia tidak terlihat kaget. Lalu ditariknya tanganku, kami meninggalkan perempuan itu. Kulirik bus tempat dimana anakku sedang menungguku. Tak kelihatan. Aku takut sampai anakku tahu kelakuan ayahnya. Harus berapa banyak kesedihan yang ditampung anakku.

“Ngapain kesini?” katanya. 

“Dia siapa?” tanyaku dengan nada meninggi. Tak pernah-pernahnya aku kasar terhadapnya

“Aku mau kita pisah, aku akan menikah dengan dia.” sembari menunjuk perempuan yang kami tinggali tadi. “Anggap saja aku sudah meninggal, katakan pada Rizky bahwa ayahnya telah meninggal.” Tungkasnya.

Reruntuhan apalagi ini? Cobaan apalagi? Dia meninggalkanku dan balik pada perempuan itu. Tak ada sepatah kata perpisahan. Dia meninggalkanku, mengubur janji-janji yang kami ucap ditengah-tengah keluarga kecil kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun