Mohon tunggu...
Rizki Utama
Rizki Utama Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi Lewat Tulisan

Business System dan Business Process Management Professional - Alumni MM FEB Universitas Indonesia dan Teknik Industri Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenapa Disebut Six Sigma?

21 Juni 2020   15:27 Diperbarui: 21 Juni 2020   15:19 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit: www.simplilearn.com

Six Sigma (6Sigma) merupakan metode process improvement yang sangat populer, banyak sudah profesional yang ahli dan tersertifikasi untuk menerapkan metode ini guna mendapatkan mutu produk dan jasa yang sempurna, tanpa cacat. Lalu, dari mana datangnya istilah Six Sigma? Apa itu sigma? Kenapa six, kenapa bukan one, two, three, four, five atau lebih besar dari six, seven misalnya?

Baik, mulai dari pertanyaan pertama, apa itu sigma? Sigma atau simpangan baku atau standar deviasi adalah ukuran yang menunjukan variasi sebaran atau rentangan data dari sebuah populasi atau sampel bisa juga sebagai ukuran untuk menunjukan seberapa dekat data individu dari titik tengah atau rata-ratanya. 

Sederhananya kira-kira begini, jika ada populasi atau sampel data dengan rata-rata sama dengan 5 dan sigma sama dengan 2 maka itu artinya sebagian besar data tersebar antara 3 dan 7. Dalam sebuah distribusi normal sempurna, 68.26% data berada dalam rentang +/- 1 sigma.

Sementara dalam sebuah distribusi normal sempurna juga, six sigma artinya adalah 99,9999998% data berada dalam rentang +/- 6 sigma atau hanya 2 per miliar data yang berada diluar rentang. Konsep inilah yang kemudian diadopsi untuk dijadikan target hasil/output dari sebuah proses, tidak ada produk yang berada diluar standar mutu/tidak ada produk yang cacat, kalaupun ada jumlahnya sangat sangat sedikit sekali. 

Secara aktual, setahu saya belum ada proses bisnis dalam jangka waktu yang panjang bisa menghasilkan output tanpa variasi atau belum ada proses yang hasilnya 100% sempurna. Dalam ilmu statistika, ini dimodelkan dengan kurva sebaran data normal yang ujung-ujungnya tidak menempel dengan sumbu x atau absis. 

Sumber: Operations Management for Competitive Advantage 
Sumber: Operations Management for Competitive Advantage 

Motorola kemudian memodifikasi konsep ini dengan merancang proses yang menggeser nilai tengah atau rata-rata output sebesar 1,5 sigma (Process Capability index = 1.5), dengan begini jumlah data yang berada diluar rentang 6 sigma menjadi lebih "realistis" yaitu 3,4 per sejuta, atau 99,99966 % data berada dalam rentang 6Sigma. 

Jika diilustrasikan dalam bisnis, dari 1 juta produk yang dihasilkan hanya 3,4 produk yang cacat. Angka inilah yang selanjutnya menjadi standar dalam konsep 6Sigma yang dipakai sebagai metode process improvement.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa bukan one, two, three, four atau five? Jawabnya, jumlah produk yang cacat atau variasinya terlalu banyak, untuk 5 sigma saja sudah 233 cacat yang terjadi dalam 1 juta output produk jika menggunakan standar yang dirancang oleh Motorola, apalagi kalau lebih kecil dari itu.

"Kalau begitu tanggung, kenapa tidak pakai yang lebih besar saja, seven misalnya?" Dengan menggunakan formula NORMDIST pada aplikasi spreadsheet didapat perkiraan fraction defective dari 7Sigma sebesar 0,002 per 1 milyar data atau 99,9999999998%. Menggunakan standar dari Motorola dimana nilai rata-rata output digeser menjadi 1,5 sigma, fraction defective 7 sigma menjadi 0,019 per 1 juta atau 0,019 DPMO, secara psikologis angka tersebut menurut saya masih terlihat "tidak bagus" karena tidak bulat.

Jadi kesimpulannya menurut saya, 6Sigma dipilih karena dalam sejuta output defect fraction dari 5Sigma masih terlalu besar sementara 7Sigma sangatlah kecil. Atau dengan kata lain, angka 6Sigma lebih pas dipakai untuk metodologi ini. (RU)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun