Ketika anak mulai beranjak dewasa, banyak ayah merasakan kekhawatiran yang sulit dijelaskan. Mereka menyadari bahwa dunia luar tidak selalu ramah, penuh tantangan dan bahaya yang bisa melukai anak-anaknya. Kekhawatiran inilah yang sering membuat seorang ayah terlihat kaku, tegas, bahkan mudah marah. Padahal, di balik sikap itu tersimpan cinta dan rasa takut kehilangan yang mendalam.
Rasa takut ayah bukan tanpa alasan. Ia tahu bahwa seiring bertambahnya usia, anak akan semakin mandiri dan banyak keputusan hidup yang harus diambil sendiri. Ayah mungkin merasa tidak lagi memiliki kendali penuh, sementara naluri untuk melindungi tetap sama kuatnya. Ketakutan bahwa orang jahat bisa melukai atau mengecewakan anak menjadi beban yang terus menghantui pikirannya.
Sering kali, cara ayah mengekspresikan cintanya tidak sehalus kata-kata seorang ibu. Marah, melarang, atau menegur keras sering menjadi bentuk komunikasi yang dipilih. Meski terlihat keras, sebenarnya ayah hanya ingin memastikan anaknya tetap aman dan tidak salah langkah. Di balik nada tinggi dan raut wajah serius, terselip doa yang tak pernah putus.
Sebagai anak, penting untuk memahami bahwa kemarahan ayah bukan tanda kebencian. Mencoba mendengarkan dan melihat niat baik di balik nasihatnya bisa membantu membangun hubungan yang lebih sehat. Menghargai pendapat ayah, sekalipun berbeda, adalah cara menunjukkan bahwa kita mengerti kekhawatirannya.
Cinta seorang ayah seringkali diam dan sederhana. Ia tidak banyak bicara, tetapi selalu hadir ketika dibutuhkan. Menghormati dan menghargai setiap usaha ayah adalah bentuk balasan terbaik untuk segala rasa takut, lelah, dan pengorbanan yang telah ia lakukan demi kebahagiaan anak-anaknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI