Mohon tunggu...
rizal malaka
rizal malaka Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bisma Rizal

Seorang ingin mecoba merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Prabowo Pemimpin Dunia dan Tantangan ke Depan

1 Maret 2019   14:16 Diperbarui: 1 Maret 2019   16:11 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di deklarasi Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTSI) di Gedung Padepokan Pencak Silat, TMII, Jakarta Timur, Sabtu (26/1), mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Daud menyebutkan, ada dua pilihan untuk bangsa Indonesia ketika 1998. "Bisa hancur atau bisa maju berkembang," tuturnya.

Sedangkan praktisi Filsafat dari Universitas Indonesia, Rocky Gerung menyebutkan, bahwa Pemilihan Presiden 2019 adalah momentum The Begining for The End. Hal itu sebagai hasil kesimpulannya dalam menghubungkan sejarah dengan masa kini.

Memang jika dikaji secara lintasan sejarah kepemimpinan bangsa Indonesia dengan distandarkan kepada keilmuan Tasawuf. Terdapat sebuah putaran dari nafsu-amarah, leuwamah, sawiyah,mutmainnah yang dimaksudkan untuk mencapai periode sawiyah (keilmuan)-hingga Era adil & makmur tercapai.

Dari kepemimpinan Presiden Soekarno dan Soeharto kondisi bangsa ini dalam landasan nafsu amarah. Namun, dalam konteks positif. Yakni, nafsu duniawi untuk membangun pondasi bangsa Indonesia.

Namun sayangnya pada 1998, bangsa ini masuk ke dalam nafsu Leuwamah atau kekecewaan. Jika tidak ada motor pengerak pemersatu maka prediksi Adhyaksa Daud bisa jadi kenyataan bangsa ini akan masuk ke dalam kehancuran.

Beruntung pada medio 2016 lalu, seorang keturunan dari pemimpin terbaik dunia Nabi Muhammad Saw, Habib Rizeq Syihab membawa bangsa ini masuk ke nafsu sawiyah (keilmuan);

Melalui aksi 212 yang fenomenal di dunia. Aksi yang mengatasnamakan Bela Islam atas perilaku kurang adilnya pemerintah terhadap penista agama mayoritas bangsa ini. Namun, aksi berlangsung damai dan tertib tanpa harus membuat kerusuhan. 

Disinilah bangsa Indonesia telah masuk ke dalam nafsu Sawiyah atau Keilmuan.

Kemudian para Ulama yang memimpin aksi tersebut menggelar Ijtima dan memberikan mandat kepada Prabowo Subianto.

Dalam visi dan misinya yang kita kenal dengan Adil dan Makmur jika dikaji  dengan 17 Pakta Integritas Ijtima Ulama layaknya sebuah  'Master Mind' untuk kembalinya NKRI ke Orbitnya! 

Ini alasan mengapa Prabowo akan menjadi icon penghancur segi tiga masalah bangsa yang akan saya jelaskan pada lain kesempatan.

Hal inilah yang sangat masuk akal menjadi penyebab 18 delegasi negara Uni Eropa datang ke rumah Kemenangan Prabowo-Sandi. Namun, sayangnya kedatangan tersebut dibaca sebagai bentuk dukungan.

Padahal, jika dukungan maka antara Prabowo dengan 18 Duta Besar itu berada dalam wilayah atau dimensi yang seimbang. Sedang pada pertemuan tersebut, para Dubes itu mendatangi dan tidak bertemu dengan Prabowo. Artinya, Prabowo berada diposisi di atas para Dubes Uni Eropa.

Berdasarkan analisa senior saya, Asyari Usman di Rakyat Merdeka Online (RMOL) pada Minggu 20 Januari 2019, atas alasan 18 Dubes Uni Eropa datangi kantor BPN Prabowo-Sandiaga Uno.

Asyari menilai, ada bentuk khawatiran negara Uni Eropa atas hegomoni China untuk menguasai wilayah Asia.

Dengan cadangan devisa senilai 3.2  (tiga koma dua) triliun dolar AS lebih, China melalui program Belt and Road Initiative (BRI) pada 2013 akan menancapkan dominasi global di bidang ekonomi. 

Bagi Asyari, ini tentu membuat Barat gerah sebab, dikhawatirkan China akan 'menaklukkan' negara-negara lemah di sepanjang jalur sutra melalui kredit bilateral. Negara-negara lemah itu bisa menjadi 'boneka' RRC kredit mereka macet.

Sebagaimana kita ketahui, saat ini hampir semua negara-negara berkembang berdatangan ke Beijing untuk mendapatkan jatah investasi China.

Tentu ini, akan menjadi tantangan tersendiri bagi Prabowo dan kabinetnya nanti. Karena sesuai dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kita pernah memiliki poros Jakarta-Hanoi-Peking yang digagas oleh Soekarno pada masa 65an.

Namun, Indonesia pada masa Pemerintahan Soeharto boleh jadi melalui OKI pernah mencoba membangun Jakarta-Riyadh-Istambul.

Hal ini menunjukan sebetulnya, secara perjalanan sejarah, setiap pemimpin di Republik ini jika mereka benar-benar seorang pemimpin pasti akan menjadi pemimpin dunia.

Lalu poros manakah yang akan dipilih oleh Prabowo Subianto? Apakah Jakarta-Hanoi-Peking ataukah Jakarta-Riyadh-Istambul?

Ada SBY dan Habib Rizieq

Saat ini di kubu Prabowo, ada dua tokoh penentu dari poros tersebut, pertama Presiden RI ke enam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kedua adalah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) atau juga Dewan Pembina GNPF Ulama, Habib Rizieq Shihab.

Pada 27 Agustus 2016, sebuah media non mainstream Martimnews pernah mengeluarkan pemberitaan berjudul "Hegomoni China, SBY Gelar Karpet Jokowi Meneruskan."

Dalam pemberitaan itu, SBY pernah menyarankan, kepada Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla tidak dikontrol oleh China.

Namun, di satu sisi ketika menjabat sebagai Presiden, SBY sering kali melakukan penandatanganan kerjasama dengan Negeri Tirai Bambu tersebut.

Sebut saja, pada 3 Oktober 2013, SBY pernah melakukan penandatanganan kerja sama terkait sejumlah proyek pengembangan infrastruktur dengan Presiden China Xi Jinping.

Menurut Menteri Perindustrian saat itu, MS Hidayat mengatakan dalam prosesi tersebut, telah ditandatangani 23 perjanjian. Ada 9 joint agreement di sektor mineral, mulai dari nikel, aluminium, pasir besi, bauksit, dan lainnya.

Kemudian ada juga kerja sama bisnis yang disepakati kedua negara meliputi bidang mineral, pulp and paper, telekomunikasi, perumahan, perkeretaapian, transportasi, infrastruktur, semen, kawasan industri, dan Jakarta monorail.

Perjanjian ini diimplementasikan dalam satu program kawasan industri terintegrasi Indonesia-Tiongkok.

Dari sini, saya berani katakan, sangat berkemungkinan besar SBY akan condong pada poros Jakarta-Hanoi-Peking.

Untuk Habib Rizieq sendiri, sudah bukan rahasia lagi jika Habib Rizieq dekat dengan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz.

Di Riyadh, Arab Saudi ada sebuah kampus bernama King Saud University yang menjadi salah satu kampus terbaik di sana. Tak cuma bereputasi bagus, universitas ini juga almamater bagi sejumlah anggota keluarga Kerajaan Arab Saudi.

Habib Rizieq pernah mencicipi kuliah di King Saud University dengan mengambil Jurusan Studi Agama Islam (Fikih dan Ushul). Setelah lulus, Habib Rizieq menetap di Arab Saudi selama delapan tahun dengan menjadi pengajar di Riyadh. 

Ketika mengajar disana, Raja Salman sendiri menjadi Walikota Riyadh.

Untuk alat politik sendiri, SBY dengan Partai Demokrat sedangkan Habib Rizieq pasti bisa berkaloborasi dengan Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Salim Segaf Al-Jufri yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Arab Saudi.

Di barisan Habib Rizieq ada Ustadz Bachtiar Nasir yang memiliki kedekatan emosional dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoan.

Dari sini, saya berani katakan, Habib Rizieq bersama Habib Salim pasti akan condong membangun poros Jakarta-Riyadh-Istambul.

Sedangkan diposisi tengah-tengah ada Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Berkarya serta Partai Pembangunan Persatuan (PPP). 

Serta partai-partai yang berkemungkinan akan bergabung ke koalisi Adil-Makmur seperti, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang membawa gerbong Nahdahtul Ulama (NU) dan Partai Golkar yang sudah kita ketahui sebagai partai yang enggan jadi oposisi.

Disinilah tantangan Prabowo dalam menyatukan mereka atau mungkin menendang salah satunya jika ternyata terbukti bersikap Belandis, Kompromis dan Reformis.

Baik SBY dan Habib Rizieq memang memiliki keunggulan sendiri-sendiri. SBY yang dikenal dengan nama Seorang Demokrat sejati tentu unggul di wilayah Kebenaran Relatif.

Sedangkan, Habib Rizieq unggul di tataran kebenaran Absolut.

Sebagaimana yang pernah saya katakan berdasarkan pembelajaran saya dengan seorang Pejuang Bangsa ini, bahwa Pancasila bisa menjadi sebuah metode yang mendekatkan Kebenaran Relatif kepada Kebenaran Absolut.

Dari sinilah, Prabowo Subianto butuh pengetahuan lebih akan Pancasila yang sesuai dengan Lintasan Perjalanan Sejarah Bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun