Mohon tunggu...
Muh Rizal Chesta Adabi
Muh Rizal Chesta Adabi Mohon Tunggu... 24107030068

Berbagi pemikiran, kisah, dan mengeksplor berbagai fenomena disekitar kita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kasus Noxa, Free Fire, dan Karya AI

18 Juni 2025   12:53 Diperbarui: 18 Juni 2025   12:53 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Tung Tung Tung Sahur (Youtube)

Kasus antara kreator digital Noxa dan perusahaan pengembang gim Garena Free Fire telah memicu diskursus luas mengenai etika dalam penggunaan karya berbasis kecerdasan buatan (AI). 

Kasus ini bermula dari viralnya karakter bernama Tung Tung Tung Sahur, yang diperkenalkan oleh kreator digital bernama Noxa melalui media sosial. Karakter tersebut dibuat menggunakan teknologi AI art generator, namun ide, konsep, dan prompt-nya disusun oleh Noxa sendiri. Karakter ini menjadi populer karena merepresentasikan suasana khas sahur di Indonesia, dan banyak netizen mengapresiasi kreativitas serta pendekatan lokal yang digunakan.

Beberapa waktu setelah karakter ini viral, Garena Free Fire sebagai salah satu gim battle royale paling populer di Indonesia, merilis sebuah bundle karakter bertema Tung Tung Tung Sahur di dalam game mereka. Bundle ini dibagikan secara gratis kepada para pemain, dan langsung menarik perhatian karena kemiripannya dengan karakter yang sebelumnya dipopulerkan oleh Noxa.

Yang menjadi sorotan utama adalah tidak adanya komunikasi atau izin dari pihak Garena kepada Noxa sebelum perilisan bundle tersebut. Noxa menyampaikan kekecewaannya secara terbuka melalui akun TikTok dan media sosial lainnya. Ia mengakui bahwa secara hukum, karya AI seperti ini belum memiliki hak cipta yang sah, namun ia menekankan bahwa etika dan penghargaan terhadap ide kreatif tetap penting. Ia bahkan menyebut bahwa ia telah mencoba menghubungi Garena, namun tidak mendapat respons.

Reaksi publik pun cepat menyebar. Akun media sosial resmi Garena diserbu komentar dari netizen yang meminta klarifikasi. Banyak yang menilai bahwa meskipun tidak ada pelanggaran hukum eksplisit, tindakan Garena dianggap mengabaikan etika profesional, terutama terhadap kreator independen yang tidak memiliki kekuatan hukum atau finansial sebesar korporasi gim.

Sementara itu, Garena hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan tersebut. Hal ini semakin memperkuat persepsi publik bahwa perusahaan tersebut tidak transparan dalam menangani isu ini.

Publik menilai bahwa karena karya Tung Tung Sahur dibuat menggunakan AI, maka tidak ada hak eksklusif yang bisa diklaim oleh siapa pun, termasuk Noxa. Mereka berpendapat bahwa karakter tersebut tidak memiliki keunikan visual yang cukup kuat untuk dianggap sebagai karya orisinal, dan desainnya dianggap sebagai representasi umum dari budaya sahur di Indonesia. Oleh karena itu, kemiripan dengan karakter di Free Fire dianggap wajar dan tidak bisa serta-merta disebut sebagai penjiplakan.

Beberapa komentar publik juga menyebut bahwa Noxa terlalu "mengklaim budaya bersama" sebagai miliknya. Mereka menilai bahwa jika semua orang yang membuat karya AI berdasarkan budaya lokal kemudian menuntut pengakuan eksklusif, maka akan sulit bagi industri kreatif untuk berkembang secara terbuka. Di media sosial, muncul juga sindiran bahwa Noxa "terlalu baper" atau "mencari panggung", meskipun tentu saja ini adalah opini yang tidak mewakili keseluruhan publik.

Sebagian netizen membandingkan sikap Noxa dengan Gibli, yang dinilai lebih terbuka terhadap penggunaan ulang atau reinterpretasi karya AI-nya oleh pihak lain. Ada yang menyebut bahwa Gibli tidak terlalu mempermasalahkan jika karyanya menginspirasi orang lain, selama tidak digunakan untuk tujuan komersial besar tanpa izin.

Namun, penting dicatat bahwa Gibli sendiri tidak secara langsung terlibat dalam kasus ini. Perbandingan ini lebih muncul sebagai bagian dari narasi publik yang mencoba menilai "standar etika" antar kreator AI. Beberapa pihak bahkan menyebut bahwa pendekatan Gibli yang lebih kolektif dan terbuka bisa menjadi contoh bagaimana komunitas AI art bisa berkembang tanpa konflik kepemilikan yang kaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun