Mohon tunggu...
Muh Rizal Chesta Adabi
Muh Rizal Chesta Adabi Mohon Tunggu... 24107030068

Berbagi pemikiran, kisah, dan mengeksplor berbagai fenomena disekitar kita

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Racikan Jamu Alami Tanpa Bahan Pengawet: Sejak 1980

11 Juni 2025   22:13 Diperbarui: 11 Juni 2025   22:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamu peras tradisional Mbok Nah (dokumentasi pribadi)

Di tengah arus modernisasi yang menggempur tradisi-tradisi lama, masih ada secercah harapan yang bertahan dalam botol-botol jamu peras tradisional. Jamu Peras Tradisional Mbok Nah, penjual jamu yang telah mengabdikan hidupnya pada racikan herbal, tetap setia menjajakan jamu tradisional di Jalan Godean Depan 403, Yogyakarta. Buka settiap pukul dua siang hingga tujuh malam, aroma rempah menyambut siapa pun yang lewat di depan warung sederhana miliknya.

Warung Mbok Nah, yang akrab disapa Inah oleh warga sekitar, memulai usahanya sejak awal tahun 1980-an. Dengan mengenakan pakaian sederhana dan sapaan yang selalu hangat, ia menjadi wajah familiar di tengah kehidupan warga sekitar Godean. "Saya buat sendiri semua dari bahan alami," ujarnya sambil menuang beras kencur ke dalam botol plastik.

Di atas meja kayu panjang, deretan botol berisi jamu-jamu beraneka warna tersusun rapi: beras kencur, kunir asem, uyup-uyup, paitan, temulawak, galian, pegel linu, cabe puyang dan lain-lain. Setiap racikan dibuat sendiri oleh Inah, menggunakan bahan-bahan tradisional tanpa pengawet. Jamu-jamu ini tidak hanya menyegarkan, tapi juga dipercaya membawa manfaat kesehatan, mulai dari menambah stamina, meredakan nyeri haid, hingga membersihkan racun dalam tubuh.

"Rasanya enak dan terasa manfaatnya. Badan jadi lebih enteng," ujar salah seorang pembeli yang datang sepulang kerja.

Warung jamu Mbok Nah memiliki daya tarik yang berbeda dari penjual jamu lainnya. Tidak hanya dari segi rasa dan khasiat, tetapi juga dari atmosfer khas yang ditawarkan tempat itu. Para pelanggan merasa seperti pulang ke rumah sendiri saat mampir ke warung jamu ini. Sapaan ramah dan senyuman hangat dari sang pemilik menambah kenyamanan tersendiri.

Meski telah menjalankan usahanya selama lebih dari empat dekade, tantangan tetap datang silih berganti. Saat musim hujan, kadang sepi. Orang malas keluar rumah. Kadang seminggu bisa cuma laku setengah dari biasanya. Ia tidak pernah mengeluh, karena baginya jamu bukan hanya soal penghasilan, melainkan juga bentuk pengabdian.

Pendapatan dari menjual jamu memang tidak menentu. Inah mengaku masa paling ramai adalah ketika banyak orang merasa kurang sehat atau saat musim pancaroba. "Kalau lagi musim sakit, justru ramai. Banyak yang cari jamu untuk daya tahan tubuh," katanya.

Harga jamu yang ditawarkan pun sangat terjangkau. Sebotol beras kencur dijual seharga Rp12.000, sementara kunir asem dihargai Rp10.000. Inah juga menerima pesanan melalui WhatsApp, memudahkan pelanggan yang tidak sempat mampir langsung. Jamu yang ia racik pun telah bersertifikat halal, memberikan jaminan bagi pembeli tentang kebersihan dan keamanannya.

Sebagian pelanggan bahkan memesan jamu secara rutin untuk kebutuhan keluarga mereka. Ada yang membelikan untuk orang tua di rumah, ada pula yang menjadikan jamu sebagai bekal harian agar tetap bugar saat bekerja. Inah pun dengan senang hati melayani pesanan dalam jumlah banyak, meski harus bekerja ekstra untuk menyiapkan semuanya sejak pagi hari.

Foto penulis bersama Mbok Nah (dokumentasi pribadi)
Foto penulis bersama Mbok Nah (dokumentasi pribadi)
Warung Mbok Nah tidak hanya menjadi tempat membeli jamu, tapi juga ruang kecil di mana cerita dan kehangatan dibagi. Banyak pelanggan yang datang tidak sekadar membeli, melainkan juga berbincang ringan, bertanya soal manfaat jamu, atau sekadar menyapa dan menanyakan kabar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun