Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Terjebak Friendzone, Kamu Pernah?

16 Juli 2019   10:58 Diperbarui: 17 Juli 2019   17:59 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada seorang pria remaja curhat di twitter. Dia sudah lama bersahabat dekat dengan seorang gadis yang sudah punya pacar. Remaja ini bercerita bahwa pacar si gadis ini selain sangat posesif, juga beda agama.

Meski sudah pacaran sampai hampir 7 tahun, si gadis ini tidak kunjung dinikahi. Kemungkinan besar karena beda agama tadi. Semua permasalahan dalam hubungan mereka, dicurhatkan kepada si Remaja ini. Karena itu dia tahu persis.

Sampai akhirnya sifat "posesif" sang pacar semakin menjadi-jadi, sampai menuduh si remaja sebetulnya berusaha merebut si gadis. Tentu saja remaja ini membantah, karena kenyataannya mereka memang hanya bersahabat saja, meskipun diam-diam memang si remaja ini suka pada si gadis.

Akhirnya kecurigaan si pacar meledak menjadi pertengkaran besar, dan remaja ini akhirnya justru menuding si pacar sebagai plin-plan.

Kenapa kamu tidak menikahi dia jika memang cinta? Kalau kamu tidak berani, serahkan saja dia pada saya!

EEEEHH... keceplosan deh.

Apakah akhirnya si remaja ini mendapatkan si gadis? Tentu saja tidak. Si gadis akhirnya memutuskan persahabatan yang sudah bertahun-tahun berlangsung, dan malah meresmikan pernikahan dengan pacarnya!! Tidak hanya itu, di semua kontak dan sosial media dia diblokir.

Dengan sendu si remaja mengatakan dia mendoakan kebahagiaan sang gadis, berharap yang terbaik untuk mereka semua.

Kasian beneeerrr...

Ini adalah cerita klasik mereka yang terjebak friendzone. Di mana seseorang berteman dekat dengan pujaan hatinya tanpa pernah mengungkapkan perasaannya. Pujaan hatinya kadang tahu kadang pura-pura tidak tahu bahwa si sahabat sebetulnya ingin lebih dari sekedar sahabat.

Yang pura-pura tidak tahu biasanya karena ingin memanfaatkan fasilitas dari seorang "sahabat". Selalu ada tempat curhat, ada teman bermain, bahkan mentraktir. Tanpa harus memberikan balasan apapun.

Tidak semua kisah friendzone ini berakhir sedamai si remaja tadi. Banyak juga yang berakhir tragis. Seperti ada yang sampai mencaci maki pujaan hatinya yang dianggap memberi harapan, menyebarkan kejelekannya kepada semua orang, membocorkan rahasianya, menyumpahinya tujuh turunan dan sebagainya.

Banyak orang jika dicurhati mengenai orang yang terjebak friendzone akan berpura-pura bersimpati sambil mentertawakan dalam hati.

Makanya jangan jadi pengecut dong! Kalau memang suka ya bilang laaa!

Atau solider ikut memaki-maki mantan pujaan hatinya

Dasar cowok/cewek tukang PHP! Pemberi harapan palsu! (sekalipun berkali-kali orang yang dituduh sudah mengatakan: tidak membuka lowongan)

Selain alasan solider, kadang yang ikut-ikutan memaki ini juga adalah mereka yang pernah (merasa) jadi korban PHP juga. Alias pernah terjebak dalam friendzone. Kemungkinan besar oleh orang yang sama.

Lalu kenapa orang bisa terjebak dalam friendzone?
Pertama-tama adalah karena berada dalam friendzone itu nyaman. Selalu bisa berdekatan atau ngobrol dengan pujaan hati, saling curhat, merasakan hati berdebar-debar senang. Meskipun tidak bisa melakukan hal lebih jauh dari itu secara fisik, tapi secara emosional rasanya sangat mendebarkan sekali.

Lalu karena tidak mau kehilangan perasaan menyenangkan ini akhirnya menerima saja sebagai teman dan tidak menyatakan perasaan yang sebenarnya. Karena begitu menyatakan terus terang perasaannya, ada 50% kemungkinan dia ditolak, yang berarti tidak saja pertemanan akan berakhir, tapi juga akan diblokir dari kehidupan sang pujaan hati.

Tetapi penyebab terbesar dari friendzone adalah, karena memang di dalam kepalanya tidak bisa menerima kenyataan, bahwa sebetulnya si pujaan hati hanya menganggap dia tidak lebih dari seorang teman. Semua gerak-gerik si pujaan hati seolah memberi harapan, setiap kali tersenyum, setiap ngajakin main bareng, setiap mengajak berdiskusi, semua hal sebetulnya yang juga dilakukan terhadap teman biasa.

Ada juga sih orang-orang yang memang memanfaatkan friendzone ini untuk kepentingan pribadinya. Seperti menjadikan wanita atau pria yang "bersahabat" dengannya sebagai asisten pribadinya, mengerjakan tugas-tugas sekolahnya, mengantar dia ke mana-mana bahkan memberikan dia uang. Lalu hati rasanya berbunga-bunga saat dipuji, padahal setelah itu dia kembali kepada pasangannya.

Hormon cinta, Oxytocin, memang hormon yang sangat kuat dan bisa membuat otak mogok bekerja.

Tapi ada satu hal lain yang membuat friendzone semakin semarak: sulitnya mendapatkan sahabat. Dijaman di mana individualisme dan materialisme semakin merajalela, semua orang selalu penuh perhitungan saat berteman. Pengkhianatan sesama teman sangat mudah terjadi. Teman palsu ada di mana-mana, apalagi di sosial media.

Sehingga saat mendapatkan orang, yang hidup dan nyata, yang bisa dipercaya, bisa dicurhati, punya minat yang sama, rasanya enggan dilepas. Sekalipun dia sudah memiliki pasangan. Sekalipun diam-diam dia merasa suka lebih dari sekadar teman.

Apakah friendzone selalu berakhir tragis?
Sayangnya tidak. Kadang ada juga yang jalaran soko kulino akhirnya tresno juga. Alias karena sudah lama bersahabat, sudah terbiasa akhirnya berkembang menjadi cinta.

Saya katakan sayangnya, karena ini menyebabkan banyak pejuang friendzone ngotot untuk terus mempertahankan posisinya, bahkan menjadi stalker jika perlu. Kalau tidak ada kasus yang berakhir baik tentu mereka akan segera melupakan khayalannya dari awal.

Tapi sebaiknya di cek SECARA JUJUR sebelum ngotot melanjutkan perjuangan friendzone ini:

Apakah memang cocok?

Karena pada dasarnya orang memilih berdasarkan kecocokan, minat, selera, tujuan hidup, nilai dan norma yang dianut. Bahkan mereka yang kelihatannya kontras, pada dasarnya punya dasar kecocokan tertentu.

Jangan mengatakan: oh dia memang suka tipe wanita liar, tapi saya yang rajin bekerja dan pandai mengurus rumah tangga, akan bisa memberikan kehidupan yang lebih baik ketimbang wanita seperti itu.

Atau: Saya memang bukan tipe wanita itu, tapi dia kelihatannya perlu uang, jadi saya akan menghamburkan banyak uang kepada dia, traktir sana sini. Lama-lama dia akan mau juga.

Cara ini memang seringkali berhasil, tapi jangan kemudian mengeluh: Kok pasangan saya matre sekali? Ada uang abang sayang tak ada uang abang ditendang.

Jadi bisa dikatakan antara kenikmatan dan kesengsaraan friendzone itu 50:50. Senang karena bisa berdekatan dalam pujaan hati lebih lama dari seharusnya (seharusnya langsung ditolak saat menyatakan). Juga sengsara karena harus menyimpan rindu dendam didalam hati. Belum lagi saat ditertawakan orang saat ketahuan terjebak friendzone.

Pilihlah yang mana saja yang disukai, tapi jangan menyalahkan siapa-siapa jika tidak berakhir indah. Namanya hidup, penuh resiko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun