Muslim korban kekerasan rumah tangga biasanya terjebak untuk tetap tinggal dan berlaku baik kepada pelaku kekerasan dalam hidup mereka. Baik kekerasan fisik maupun mental.Â
Seorang anak yang mengalami bogem mentah, caci maki, dan direndahkan secara rutin sampai hampir hancur mentalnya, saat menolak untuk kembali kepada pelaku kekerasan akan dinasihati : "Tapi mereka adalah keluarga mu, kamu harus mencintai mereka sebagai mana mencintai dirimu sendiri!". Sehingga dia kembali, dan meski bogem mentah berkurang, tapi caci maki dan merendahkan jalan terus. Menggerogoti kesehatan mentalnya.
Bahkan mereka yang sudah berusaha bersikap baik pada keluarga mereka, lalu berkali-kali ditolak dan direndahkan, lalu memutuskan sudah cukup. Harga diri dan kesehatan mentalnya terlalu berharga untuk diperlakukan seperti ini. Lalu memutuskan untuk pergi, akan dinasihati untuk terus berusaha menjalin silaturahmi. Karena itulah yang diajarkan dalam Islam. Apakah kamu mau masuk neraka?
Bahkan lebih gila lagi, saya pernah menonton, suatu kasus dimana seorang paman memperkosa keponakannya. Saat akhirnya ketahuan, si keponakan dipaksa memaafkan pamannya, lalu kembali seolah-olah tidak ada apapun pernah terjadi. Pertemuan keluarga, mereka bersikap seperti biasa. Seolah-olah bersilaturahmi.
Dan kalau korban berkeras pergi, maka pelaku kekerasan akan berkeliling dunia mengumumkan bahwa si fulan sudah memutuskan silaturahmi, dan karenanya harus dikecam dengan keras.
Sayangnya, Indonesia adalah negara dengan mob mentality yang dengan senang hati mengecam orang-orang yang dianggap bersalah, meski mereka tidak tahu duduk perkaranya sama sekali. Apalagi kalau ada ayat Al Qur'an dan Hadis yang bisa mereka gunakan untuk menyerang. Wah, rasanya sudah suci sekali langsung disemburkan berturut-turut. Serasa ulama kelas dusun. Ulama google.
Islam memang sangat mementingkan memperkuat silaturahmi dan banyak sekali hadis yang mengutuk keras mereka yang memutuskan silaturahmi dengan saudaranya. Tidak hanya saudara sedarah, bahkan sekadar sesama muslim pun tidak boleh memutuskan tali silaturahmi. Sehingga banyak orang akan menekan agar tali silaturahmi bisa kembali disambung.
Jika tekanan ini digunakan terus menerus, bisa saja si korban akhirnya menyerah. Lalu mereka terpaksa kembali pada golongan ini, dan kembali mengalami kekerasan. Bahkan ada akhirnya merasa kekerasan adalah hal yang sepantasnya mereka dapatkan. Bahwa mereka memang tidak cukup baik. Tidak cukup pantas untuk dihargai. Menjadi manusia-manusia patah.
Tapi ada satu hal yang dilupakan para 'hakim' ini : Allah sangat mencintai makhluknya. Allah menginginkan hambanya untuk berjuang untuk mendapatkan apa yang pantas baginya. Dan Allah, tidak akan membebani hambanya melebihi kemampuannya.
Kita wajib sholat sambil berdiri, tapi jika tidak sanggup kita boleh sholat sambil duduk, bahkan sambil berbaring. Allah menginginkan kemudahan, bukan kesukaran untuk makhluknya.
Jadi jika kerusakan fisik dan/atau mental, jelas melebihi apa yang sanggup ditanggung seseorang. Jika dia sudah mencoba segala cara agar orang tersebut berubah, tapi masih juga mereka melakukan kekerasan. dia boleh memilih untuk pergi. Dan cukup berhubungan lewat surat, telefon atau email.Â