Mohon tunggu...
Toto
Toto Mohon Tunggu... Freelancer - Robusta Addict

Picnic Planner . Robusta Addict . Ambivert

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Ibadah

25 Oktober 2013   10:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:03 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kita pasti pernah tidur jam 21.00 jam 22.00 atau mungkin jam 24.00 kemudia bangun lagi jam 01.00 pagi untuk hanya menyaksikan sebuah pertandingan bola, dan kemudian setelah kita tidur dan jam 06.00 atau jam 07.00 kita bangun lagi untuk bekerja, beberapa dari kita kadang mengantuk, namun beberapa lagi sukses menyiasati nya dengan minum kopi atau minum suplemen atau multivitamin penambah tenaga, tentunya hal ini tidak hanya sekali kita lakukan bahkan sampai sering berulang kali, bahkan untuk penikmat liga Spanyol saya yakin adalah orang-orang yang sudah tidak asing lagi untuk menjalani aktivitas nonton seperti itu, dan jika kita masih bekerja di perusahaan yang punya Bo situ maksudnya sederhana kita masih terus sukses menjalani aktivitas kita.

Apakah kita pernah gajian di awal bulan dan kemudian menghabiskan lebih dari separoh gaji kita bahkan mungkin secara logika hanya menyisakan untuk makan 10 hari, untuk hal ini biasanya di lakukan oleh beberapa kalangan yang saya sebut tidak mengatur keuangan secara baik, tapi sebenarnya adalah itu cara terbaik mereka mengatur keuangan mungkin pakar keuangan mencoba menyebutnya ekstrim tapi beberapa buktinya mereka tetap survive menjalani hidup sampai akhir bulan, mungkin bedanya beberapa di antara mereka berhutang dan beberapa lagi memilih makan tahu tempe, dan mengurangi aktivitas nongkrong. Tapi sekali lagi intinya adalah beberapa di antara mereka pun sukses menjalani aktivitas sampai akhir bulan.

Kedua aktivitas di atas adalah aktivitas yang lazim bagi kita, zaman sekarang aktivitas seperti itu sudah di anggap normal, tak ada yang special meski mungkin hanya cara nya saja yang sedikit ekstrem menurut beberapa orang, tapi jika menilai dari keberhasilan mereka yang sukses menjalani kehidupan nya dengan aktivitas seperti itu maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan, bahwa ; ketika seseorang menjadikan aktivitas  nya sebuah hobi atau kebiasaan maka bukan hal sulit untuk menjalani aktivitas tersebut sekalipun aktivitas itu sedikit ekstrim, kedua ketika seseorang menganggap aktivitasnya adalah hal yang wajar dan biasa maka dalam keadaan apapun menjalaninya menjadi bukan masalah secara kebiasaan, ketiga adalah ketika kita menganggap aktivitas kita adalah kewajiban maka kita selalu punya cara untuk tetap hidup dan menjalani aktivitas tersebut.

Pola kehidupan di Jakarta terkadang menuntut kita melakukan aktivitas seperti ini, tapi beberapa dari kita sukses dengan aktivitas sedikit ekstrem seperti ini, sekali lagi karena kita menikmati setiap kesulitan dari aktivitas tersebut, kita membiasakan diri dan pada akhirnya aktivitas seperti ini juga yang menjadi refleksi bagi kejenuhan kita sehari-sehari. Bagaimana jika kemudian pola berfikir dan bertindak seperti ini kemudian kita pakai dalam membentuk nilai-nilai ibadah kita, seperti sholat misalnya. Dalam satu hari 24 jam kita mungkin harus menyisakan beberapa menit saja untuk sholat kata orang-orang, sementara kita bisa menghabiskan 2 jam menonton satu pertandingan, atau berjam-jam ketika harus memilih barang, tentu hal yang tidak sebanding tapi sekali lagi jelas saja bahwa kita sukses melakukan hal yang berjam-jam tadi di banding ibadah beberapa menit.

Dalam hal ini saya mencoba percaya bahwa persoalannya bukanlah pada waktu yang kita habiskan atau waktu yang kita hasilkan, tapi jelas pada pola tingkah laku kita menyikapi seperti apa itu ibadah apa kepentingan dan kenikmatan yang diberikannya pada kita, seperti kepuasan kita kita menyaksikan tim yang kita dukung menang atau kebanggaan ketika kita membeli barang mewah, menukarnya dengan tahu tempe di akhir bulan. Maka saya pikir untuk memperbaiki ibadah adalah bukan dengan menjumlah kan waktu yang sedikit itu ketika kita beribadah, atau membandingkan dengan waktu ketika kita belanja atau menonton pertandingan, tapi dengan memotivasi, menempatkan sebagai bagian apa ibadah dalam diri kita, seperti ketika menempatkan kemenangan tim kita sebagai sebuah kepuasan atau menempatkan belanja sebagai kebanggaan, maka dalam hal ini jelas lah ketika seseorang yang akan memperbaiki ibadahnya ia harus tau seperti apa ibadah itu bagi kehidupannya. Ia harus menempatkan ibadah sebagai sebuah kelaziman dalam aktivitas, ia harus menempatkan ibadah sebagai nilai-nilai kehidupan yang wajib di jalani, ia harus menjadi peng-hobi ibadah, agar setiap ibadah yang ia lakukan menjadi kepuasan bagi dirinya sendiri.

Seseorang tentara yang bergerilya di barisan musuh tidak pernah ragu menembak dan tidak takut di tembak karena ia menempatkan dirinya sebagai seorang pejuang, seorang artis tidak pernah minder ketika tidak ditertawakan karena ia menempatkan diri sebagai seorang penghibur, seorang pesepak bola tidak pernah takut ditekel karena sepak bola adalah pilinnya, dan seperti seorang yang beribadah tidak pernah jenuh karena ia tempatkan ibadah untuk masa depannya. Sekali lagi bagi saya bukan lah persoalan waktu, tapi soal motivasi, penempatan, pilihan dan kelaziman sehingga kita mampu mengubah setiap ke-ekstriman menjadi kebiasaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun