Betul. Ketika ada tawaran antologi perdana bersama novelis top markotop, saya langsung setuju untuk ikutan berkontribusi. Saya tidak melihat ajakan itu gratis atau tidak. Saya melihat tema dan pas dengan perasaan ingin menuangkan ide saya dalam sebuah karya. Sekaligus belajar buat buku walaupun antologi.
Saat menulis diary, misalnya, situasi yang saat itu dirasakan biasanya jadi bahan bakar kala menulis. Apalagi jika diary itu selesai ditulis, seperti ada perasaan lega karena telah tersampaikan isi hatinya.
Yess! Lega banget. Plong. Seperti selesainya cerpen kita kemudian kita kirim ke penerbit atau media cetak.
Coba, dong, bagikan bagaimana cara Kompasianer mengolah rasa sehingga menjadi karya? Apakah ada ritual khususnya.
Saya pernah punya punya blog di situs friendster dan lancar menuliskan hampir tiap hari. Situsnya sudah hangus, Alhamdulillah saya masih menyimpannya. Karena bagi saya ini adalah karya terbaik saya. Ada sebuah puisi yang kata teman-teman bagus, dan saya pun memasukkan ke dalam antologi perdana saya.
Mengolah rasa kita dalam bentuk karya. Bagi yang dibekali ilmu menulis, tulis. Kirim ke media cetak atau media online seperti Kompasiana yang mewadai. Bagi yang dibekali seni tarik suara, coba bikin lagu dan nyanyikan. Jadikan konten youtube.
Jangan lupa bagikan melalui sosial media kita agar lebih banyak yang baca. Sapa tahu karya kita bermanfaat dan menginspirasi pembaca.
Penulis & Copyright,
Novy E.R
Blogger & Employee
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI