Mohon tunggu...
Rivira Yuana
Rivira Yuana Mohon Tunggu... Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN). Inovator dan Pengembang TIK

Wedha Wiyata Wira Sakti

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sydney Opera House: Keajaiban Teknik Sipil dan Arsitektur Modern

6 April 2025   13:03 Diperbarui: 6 April 2025   13:49 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sydney Opera House ( dokpri )

Sydney Opera House adalah salah satu ikon arsitektur paling terkenal di dunia. Terletak di Bennelong Point, Sydney, Australia, bangunan ini tidak hanya menjadi pusat seni pertunjukan, tetapi juga merupakan pencapaian luar biasa dalam teknik sipil dan arsitektur modern. Dengan desain inovatif dan konstruksi yang penuh tantangan, proyek ini menjadi studi kasus penting bagi para insinyur dan arsitek di seluruh dunia.

Desain Sydney Opera House dirancang oleh arsitek Denmark, Jrn Utzon, yang memenangkan kompetisi desain internasional pada tahun 1957. Bentuknya yang menyerupai layar kapal atau cangkang kerang memberikan identitas khas yang membedakannya dari bangunan lain di dunia.

Struktur atapnya terdiri dari serangkaian cangkang beton bertulang yang berbentuk segitiga melengkung. Utzon menggunakan pendekatan geometri sferis untuk menciptakan bentuk yang tidak hanya estetis tetapi juga fungsional.

Gedung ini juga dirancang dengan fungsi pemanfaatan cahaya alami. Jendela kaca besar digunakan untuk memungkinkan cahaya alami masuk, menciptakan suasana yang harmonis antara interior dan eksterior. Lantai utama menggunakan granit dari Tarana, New South Wales, dan atapnya dilapisi lebih dari satu juta ubin keramik berwarna putih dan krem yang dibuat di Swedia.

Sydney Opera House menghadapi banyak tantangan dalam proses pembangunannya yang berlangsung dari 1959 hingga 1973. Pada masa konstruksi awal, struktur yang dibangun di atas tanah reklamasi, membutuhkan fondasi yang kuat yakni menggunakan 700 pilar beton yang ditanam hingga kedalaman 25 m untuk menopang bangunan. Hal ini merupakan tantangan yang besar pada zaman tersebut.

Tantangan lainnya adalah dalam membuat desain atap yang kompleks. Awalnya, desain atap berbentuk bebas (free-form), namun karena sulit diwujudkan secara teknis maka solusinya adalah pendekatan geometri sferis yang memungkinkan semua cangkang dibuat dari potongan beton bertulang modular yang berasal dari satu bola besar sehingga lebih mudah dalam produksi dan pemasangan.

Foto diri berlatar belakang Sydney Opera House ( dokpri ) 
Foto diri berlatar belakang Sydney Opera House ( dokpri ) 
Pembangunan Sydney Opera House menggunakan metode konstruksi inovatif. Konstruksi atap menggunakan teknik pra-fabrikasi, di mana setiap modul dicetak di lokasi dan kemudian dipasang dengan bantuan crane besar. Penggunaan beton bertulang dan kabel baja yang kuat memastikan kestabilan struktur.Interior ruang konser dirancang dengan kayu spesial yang membantu meningkatkan kualitas akustik. Bentuk cangkang atap juga membantu memantulkan suara secara optimal dalam ruang pertunjukan.

Tidak kalah dari Sydney Opera House, Indonesia juga memiliki bangungan unik yang lebih dikenal dengan nama Velodrome. Sebelum adanya Jakarta International Velodrome, Jakarta memiliki Velodrome Rawamangun, yang dibangun pada tahun 1973.  Velodrome ini menjadi pusat olahraga balap sepeda di Indonesia selama beberapa dekade, meskipun fasilitasnya semakin usang seiring waktu.  Trek di Velodrome Rawamangun berbahan beton, yang kurang ideal dibandingkan standar internasional modern.

Dalam rangka menyambut Asian Games 2018, pemerintah membangun Jakarta International Velodrome di lokasi yang sama dengan Velodrome Rawamangun.  Proyek ini dimulai pada 2016 dan selesai pada pertengahan 2018, dengan desain dan teknologi sesuai standar Union Cycliste Internationale (UCI). 

Trek sepanjang 250 meter ini menggunakan kayu Siberian Pine, material standar velodrome kelas dunia, dan memiliki kemiringan hingga 45 derajat di tikungan.  Selain balap sepeda, velodrome ini juga dapat digunakan untuk olahraga lain seperti futsal dan badminton.

Pembangunan velodrome  melibatkan kerja sama dengan perusahaan arsitektur dan teknik dari Inggris, yang memiliki pengalaman dalam membangun arena balap sepeda berstandar internasional. Velodrome ini memiliki kapasitas sekitar 3.500 penonton dan menggunakan teknologi modern untuk memastikan kenyamanan serta efisiensi energi.

Jakarta International Velodrome juga memiliki desain struktur yang optimal. Untuk mencapai aerodinamika yang maksimal, desain atap dirancang melengkung tanpa kolom tengah sehingga memberikan visibilitas yang baik bagi penonton dan kenyamanan bagi atlet. Bangunan ini dirancang agar memiliki sistem pencahayaan alami dan ventilasi yang baik guna mengurangi penggunaan energi buatan.

Meskipun memiliki fungsi yang berbeda, Jakarta International Velodrome dan Sydney Opera House memiliki beberapa kesamaan dalam pendekatan arsitektur dan teknik sipil dari sisi desain struktur. Sydney Opera House memiliki bentuk atap ikonik yang menyerupai layar kapal, sedangkan Jakarta International Velodrome memiliki atap melengkung aerodinamis untuk mendukung kegiatan olahraga bersepeda dalam ruangan. Keduanya menggunakan teknik pra-fabrikasi dalam pembangunan atapnya untuk efisiensi dan ketahanan struktur.

Lebih jauh lagi dari sisi teknik struktur, Sydney Opera House menghadapi tantangan dalam desain modular cangkang atapnya, sementara Velodrome menggunakan struktur baja ringan dengan bentang lebar untuk menopang atap tanpa kolom tengah. Kedua bangunan menggunakan kombinasi beton bertulang dan baja dalam strukturnya untuk menjamin kestabilan dan daya tahan.

Dalam hal pemanfaatan teknologi, Sydney Opera House dirancang untuk memaksimalkan akustik di ruang konser, sementara Velodrome memanfaatkan teknologi ventilasi alami dan pencahayaan LED hemat energi untuk mendukung keberlanjutan.
Sydney Opera House adalah simbol keberhasilan dalam bidang arsitektur dan teknik sipil.

Dengan desain yang visioner dan teknik konstruksi yang inovatif, bangunan ini menjadi contoh bagaimana seni dan teknik dapat bersatu untuk menciptakan struktur yang luar biasa. Perbandingannya dengan Jakarta International Velodrome menunjukkan bagaimana setiap bangunan memiliki tantangan dan solusi teknik sipil tersendiri, yang disesuaikan dengan fungsinya masing-masing. Keduanya menjadi bukti kehebatan inovasi dalam dunia arsitektur dan konstruksi modern.

(Rivira Yuana)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun