Sydney Opera House adalah salah satu ikon arsitektur paling terkenal di dunia. Terletak di Bennelong Point, Sydney, Australia, bangunan ini tidak hanya menjadi pusat seni pertunjukan, tetapi juga merupakan pencapaian luar biasa dalam teknik sipil dan arsitektur modern. Dengan desain inovatif dan konstruksi yang penuh tantangan, proyek ini menjadi studi kasus penting bagi para insinyur dan arsitek di seluruh dunia.
Desain Sydney Opera House dirancang oleh arsitek Denmark, Jrn Utzon, yang memenangkan kompetisi desain internasional pada tahun 1957. Bentuknya yang menyerupai layar kapal atau cangkang kerang memberikan identitas khas yang membedakannya dari bangunan lain di dunia.
Struktur atapnya terdiri dari serangkaian cangkang beton bertulang yang berbentuk segitiga melengkung. Utzon menggunakan pendekatan geometri sferis untuk menciptakan bentuk yang tidak hanya estetis tetapi juga fungsional.
Gedung ini juga dirancang dengan fungsi pemanfaatan cahaya alami. Jendela kaca besar digunakan untuk memungkinkan cahaya alami masuk, menciptakan suasana yang harmonis antara interior dan eksterior. Lantai utama menggunakan granit dari Tarana, New South Wales, dan atapnya dilapisi lebih dari satu juta ubin keramik berwarna putih dan krem yang dibuat di Swedia.
Sydney Opera House menghadapi banyak tantangan dalam proses pembangunannya yang berlangsung dari 1959 hingga 1973. Pada masa konstruksi awal, struktur yang dibangun di atas tanah reklamasi, membutuhkan fondasi yang kuat yakni menggunakan 700 pilar beton yang ditanam hingga kedalaman 25 m untuk menopang bangunan. Hal ini merupakan tantangan yang besar pada zaman tersebut.
Tantangan lainnya adalah dalam membuat desain atap yang kompleks. Awalnya, desain atap berbentuk bebas (free-form), namun karena sulit diwujudkan secara teknis maka solusinya adalah pendekatan geometri sferis yang memungkinkan semua cangkang dibuat dari potongan beton bertulang modular yang berasal dari satu bola besar sehingga lebih mudah dalam produksi dan pemasangan.
Tidak kalah dari Sydney Opera House, Indonesia juga memiliki bangungan unik yang lebih dikenal dengan nama Velodrome. Sebelum adanya Jakarta International Velodrome, Jakarta memiliki Velodrome Rawamangun, yang dibangun pada tahun 1973. Â Velodrome ini menjadi pusat olahraga balap sepeda di Indonesia selama beberapa dekade, meskipun fasilitasnya semakin usang seiring waktu. Â Trek di Velodrome Rawamangun berbahan beton, yang kurang ideal dibandingkan standar internasional modern.
Dalam rangka menyambut Asian Games 2018, pemerintah membangun Jakarta International Velodrome di lokasi yang sama dengan Velodrome Rawamangun. Â Proyek ini dimulai pada 2016 dan selesai pada pertengahan 2018, dengan desain dan teknologi sesuai standar Union Cycliste Internationale (UCI).Â
Trek sepanjang 250 meter ini menggunakan kayu Siberian Pine, material standar velodrome kelas dunia, dan memiliki kemiringan hingga 45 derajat di tikungan. Â Selain balap sepeda, velodrome ini juga dapat digunakan untuk olahraga lain seperti futsal dan badminton.