Mohon tunggu...
Antonius Eko Harsiyanto
Antonius Eko Harsiyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - suka nonton dan dengar musik

Orang biasa yang hobi denger musik dan nonton film

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Chicago Bukan Cuma "Hard to Say I'm Sorry"

8 Agustus 2022   10:43 Diperbarui: 8 Agustus 2022   10:46 2109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebetulnya tidak salah juga kalau pas lagi ngobrolin Chicago yang pertama teringat adalah lagu "Hard to Say I'm Sorry" secara lagu ini sukses duduk di peringkat pertama Billboard Hot 100 tahun 1982. Lagu ini juga jadi lagu kedua setelah "If You Leave Me Now" yang ngetop di Amerika dan Inggris.

Makanya lagu ini selalu masuk di semua album kompilasi Chicago dan sudah dikover lebih dari 30 artis di seluruh dunia. Dirilisnya "Hard to Say I'm Sorry" juga menambah fans baru bagi Chicago, meski bagi penggemar lama, yang mengikuti sejak album pertama, sulit menerima lagu semacam ini.

"Hard to Say I'm Sorry" juga dibenci personel Chicago lainnya. Pasalnya, lagu ini dianggap keluar dari pakem musik Chicago yang mengandalkan alat musik tiup. Semua perubahan ini gara-gara produser David Foster yang membawa Chicago nggak beda dengan band-band 80-an yang mengandalkan rock ballad.

Proses penggarapan lagunya juga tidak melibatkan personel lain, hanya pemain drum Danny Seraphine yang ikut, sisanya David Foster merekrut tiga anggota Toto, Steve Lukather, David Paich dan Steve Porcaro. Kalo saya bilang sih ini lagunya Toto bukannya Chicago.

Saturday in the Park

 

Kalau mau cari lagu yang benar-benar punya "semangat" Chicago mungkin bisa coba "Saturday in the Park". Kalo dengerin lagu ini kebayang Sabtu pagi udara masih dingin terus jalan-jalan di taman nggak mikirin kerjaan. Itu juga yang dirasakan pemain keyboard Robert Lamm waktu bikin lagu ini.

Lagu ini sukses duduk di peringkat 3 daftar Billboard Hot 100 sekaligus membawa album "Chicago V' ke urutan pertama Billboard. Nggak tanggung-tanggung singlenya laris sampai 1 juta unit di Amerika Saja. Billboard menempatkan "Satuday in the Park" di urutan ke 76 dari 100 lagu terbaik sepanjang 1972.

Old Days

 

Kalau the Beatles punya lagu "Penny Lane" dan "Strawberry Fields Forever" untuk mengenang masa kecil dulu, Chicago punya "Old Days" yang dibikin peniup trombone James Pankow. Kenangan Pankow nggak beda sama kita-kita, nonton tv hitam putih, baca komik, sampai main mobil-mobilan.

Paling senang dengar gebukan drum Danny Seraphine mantap banget. Lagu yang duduk di peringkat lima Billboard Hot 100 ini ada di album "Chicago VIII" yang keluar tahun 1975. Sayangnya, Peter Cetera ogah nyanyiin lagu ini saat live alasannya liriknya terlalu remeh apalagi ada kata-kata "Howdy Doody" diambil dari seri tv anak-anak tahun 40-an. Menurut Cetera, kalau dinyanyiin di tahun 70-an mana ada yang ngerti.

Dialogue (Parts I and II)

 

Ada masanya Chicago begitu peduli pada apa yang terjadi di negaranya. Robert Lamm nulis lagu ini saat AS sedang panas-panasnya terlibat perang di Vietnam sementara di dalam negeri mahasiswa turun ke jalan menentang perang itu.

Lagu ini dinyanyikan bergantian antara gitaris Terry Kath dan pemain bas Peter Cetera. Kath berperan sebagai aktivis yang berdebat dengan Cetera sebagai mahasiswa yang nggak peduli dengan urusan politik. Lagu ini makin asik karena diselingi adu permainan gitar dan bas antara Terry Kath dan Peter Cetera ditambah keriuhan alat musik tiup di bagian akhir lagu.

25 or 6 to 4

Kunggulan Chicago dengan horn section-nya jelas terdengar di lagu ini tapi jangan lupakan permainan Terry Kath yang meliuk-liuk bersahutan dengan bunyi alat tiup. Lagu yang dinyanyikan Peter Cetera ini berhasil duduk di urutan 4 Billboard Hot 100 di tahun 1970.

Masih banyak yang bingung dengan maksud dari judul lagu itu. Robert Lamm, sang pemain keyboard, mengaku lagu itu dibikin pagi hari makanya dikasih judul 25 menit atau (2)6 menit menjelang pukul 4 pagi.

Tapi jangan lupa lagu ini dibikin di tahun 70-an di era Hippies dan Psychedelic jadi banyak juga yang mengaitkannya dengan penggunaan drug. Lamm sendiri tidak pernah membenarkan atau membantah hal ini. Lucunya, lagu ini pernah dilarang oleh pemerintah Singapura di tahun 1970 gara-gara dituding ada hubungannya dengan drug.

Just You 'n' Me

Chicago punya segudang lagu-lagu cinta, salah satu yang wajib didengar adalah "Just You 'n' Me yang ada di album "Chicago VI". Lagu ini ditulis pemain trombone James Pankow setelah bertengkar dengan Karen, pacarnya. Pankow menyebut, ketimbang melampiaskan kemarahan dengan memukul tembok, dia memilih duduk di depan piano dan curhat lewat lagu.

Lagu yang kemudian jadi kado pernikahan ini menampilkan solo saxophone Walter Parazaider yang agak nge-jazz di tengah lagu. Lagu ini masuk di urutan 4 Billboard Hot 100 di tahun 1973. Billboard menyebut lagu ini sebagai salah satu single terbaik Chicago dengan lirik yang tulus dan paling kena di hati.

Wishing You Were Here 

Chicago pingin tampil abis-abisan sebagai band jazz lewat album "Chicago VII'. Tiba-tiba nyempil lagu slow "Wishing You Were Here" yang dimasukin di sesi terakhir rekaman dan langsung jadi nomor 1 di Easy Listening Chart tahun 1974.

Lagu bikinan Peter Cetera ini dinyanyikan Terry Kath sementara Cetera tampil di bagian bridge. Urusan backing vokal juga nggak main-main karena Chicago mengajak tiga personel Beach Boys Al Jardine, Carl Wilson dan Dennis Wilson. Kerjasama ini berlanjut sampai kedua band menggelar tur yang dianamai "Beachago".

Kalau awalnya lagu ini berkisah tentang penyesalan cowok yang mutusin ceweknya, kini terasa lebih personal pasca meninggalnya Terry Kath karena luka tembak pada tahun 1978. Gitaris yang dipuji kehebatannnya oleh Jimmy Hendrix itu meninggal di usia 31 tahun.

Song For You 

Lagu ini tidak pernah jadi andalan Chicago. Gagal total saat dirilis jadi single pada bulan Oktober 1980 tapi di Indonesia banyak banget yang suka termasuk saya. Biasanya ada di kaset campuran lagu-lagu slow atau the best-nya Chicago waktu jaman kaset bajakan.

Bukan hanya lagunya, album "Chicago XIV" juga gagal di pasaran karena saat itu sedang ramai-ramainya musik new wave. Ada juga yang kecewa dengan kualitas Peter Cetera dalam menulis lirik lagu, khususnya di "Song for You" yang dianggap terlalu dangkal.

Namun, album ini menjadi awal dominasi Cetera sebagai penulis lagu-lagu slow dan menghilangkan unsur musik tiup. Puncaknya terjadi di lagu "Hard to Say I'm Sorry" (Chicago 16) dan "You're the Inspiration" (Chicago 17).

What Kind of Man Would I Be?

 

Setelah Peter Cetera cabut, saya hanya dengar album "Chicago 18", "Chicago 19" dan "Twenty 1". Total ada 12 single yang dirilis dari ketiga album itu. Sayangnya, hampir semuanya tidak menyertakan horn section kalaupun ada suaranya tipis-tipis saja.

Beda dengan "What Kind of Man Would I Be?" (Chicago 19) yang meriah dengan suara trompet Lee Loughnane, trombone yang ditiup James Pankow dan permainan saxophone dari Walter Parazaider. Ketiganya tampil solo di bagian tengah lagu. Sementara Jason Scheff layak mengisi posisi yang ditinggal Peter Cetera.

Lagu ini dirilis jadi single pada November 1989 dan duduk di urutan lima Billboard Hot 100 sekaligus jadi single terakhir Chicago yang masuk 10 besar di tangga lagu Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun