Suatu ketika aku membaca salah satu cerpennya di majalah wanita. Tentang kepedihan seorang istri Indonesia yang menyaksikan tetangga baiknya meninggal seorang diri. Tak ada pasangan, tak ada ada keluarga, tak ada sahabat. Aku bisa merasakan kepedihan yang dalam dari goresan pena sahabatku, Palupi. Ia mungkin sudah memperkirakan hal ini. Namun entahlah. Apakah jiwanya terguncang? Seterguncang narasi akhir kisah itu. Palupi mengakhiri ceritanya dengan rasa yang sama. *
*akan dilanjutkan ke bag. Kedua
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!