Kearifan lokal (local wisdom) bukan hanya warisan budaya, tetapi juga hasil adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Tri Hita Karana adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang berhasil bertahan ratusan tahun karena nilai-nilainya selalu relevan. Beberapa contoh penerapan Tri Hita Karana sebagai kearifan lokal:
- Theologis (Parahyangan)
1. Seren Taun: Upacara syukur atas panen, mengajarkan rasa terima kasih kepada Tuhan dan alam.
2. Calonarang: Pementasan sakral antara kebaikan dan kejahatan yang melambangkan keseimbangan spiritual.
- Sosial (Pawongan)
1. Ngayah: Kegiatan gotong royong sukarela tanpa pamrih.
2. Perang Pandan (Mekare): Tradisi Tenganan yang mengajarkan keberanian, solidaritas, dan sportivitas.
- Ekologis (Palemahan)
1. Subak: Sistem pengairan tradisional yang menjaga keseimbangan ekosistem dan keadilan sosial.
2. Nyepi: Hari hening yang secara ekologis menurunkan emisi karbon.
3. Saiban (Ngejot): Tradisi berbagi makanan kepada makhluk lain sebagai wujud kasih terhadap semua ciptaan Tuhan.
Kearifan ini bukan hanya tradisi, tapi juga solusi bagi tantangan global seperti krisis lingkungan, individualisme, dan degradasi spiritual.
Relevansi Tri Hita Karana di Era Modern
Di tengah isu global seperti krisis lingkungan, konflik sosial, dan stres kehidupan urban, Tri Hita Karana hadir sebagai solusi yang sangat relevan.
- Bagi lingkungan: Ajaran Palemahan mendorong pola hidup berkelanjutan dan ramah lingkungan.
- Bagi masyarakat: Nilai Pawongan menumbuhkan empati dan solidaritas sosial di tengah individualisme.
- Bagi spiritualitas: Nilai Parahyangan membantu manusia menemukan makna hidup yang lebih dalam daripada sekadar pencapaian material.