Mohon tunggu...
Riski Pratama
Riski Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Buruh Harian diri Sendiri dan Penjinak Isu dengan tulisan yang tidak berfaedah

Belajarlah dari kesalahan. Jika kau belajar dari kebenaran maka tak ada yang namanya proses. Jika Ragu Pulang Saja !!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Nyekripsi" dengan Secangkir Kopi

11 September 2023   07:42 Diperbarui: 11 September 2023   10:00 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa yang tidak tahu dengan skripsi ? Saya rasa skripsi bagi mahasiswa mungkin menjadi diksi yang sangat familiar di telinga setiap mahasiswa. Karena sangat familiar, tidak jarang skripsi dipandang juga sebagai batu sandungan yang sewaktu-waktu bisa merampas kebebasan kehidupan seorang mahasiswa. Karena dengan adanya skripsi, seorang mahasiswa yang sudah di ujung tanduk dan dipaksa harus mengerjakannya untuk lulus, tidak lagi bisa kesana kemari seperti zaman awal jadi mahasiswa. 

Atmosfer ini mungkin yang sering didengar oleh kita sebagai pengamat dunia "perskripsian" ini. Proses pengerjaannya yang sulit, dosbing yang sulit ditemui dengan berbagai macam alasan, ehh sekali ketemu revisi lagi. Terus saja berlanjut siklus "perskripsian" yang seperti ini. Tapi benarkah demikian ? Apa iya skripsi semenakutkan itu ? Sediktator itukah sampai bisa merampas kebebasan kita ?

Tidak sedikit mahasiswa yang beranggapan skripsi itu momok terbesar. Bahkan kalangan yang ekstrimis kalau masalah skripsi nihh nganggepnya "Ah itu bukan ukuran betapa besar nilai akademik seseorang" atau "Ahh kerja juga gak ditanyain skripsi". 

Dan memang fakta dari jawaban tersebut benar adanya. Tapi bukankah syarat kelulusan itu harus nulis skripsi ya salah satunya ? Ibaratnya gini deh kawan, "Kalau kita mau keluar rumah dan salah satu instrumen yang bisa kita lewati adalah pintu, maka logis dong kalau kita harus berupaya keluar dari pintu tersebut ?". Oleh sebab itu, alibi yang tidak mendesak dan dijadikan sebagai perisai agar kita bisa males dan tidak ngerjakan skripsi, maka itu bukanlah suatu kebijaksanaan.

Baiklah mari kita kaji apa benar skripsi bisa merampas kebebasan seseorang ? (Udah kayak pasal karet aja tuh merampas kebebasan segala. Upss)

Kenyataannya tidak demikian loh kawanku. Siapa bilang skripsi menyita atau membelenggu kebebasan kita ? Ahh saya rasa terlalu esktrim saja oknum yang beranggapan demikian. Meskipun membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya, masih banyak mahasiswa yang mampu untuk menyelesaikan drama "perskripsian" ini kok. Dan kenyataannya mereka-mereka yang dijustifikasi terbelenggu hidupnya karena skripsi masih bisa haha-hihi dan "ngalor-ngidul" kok. Bahkan banyak sekali dari mereka, memanfaatkan waktu nongkrongnya juga dengan mengerjakan skripsi. Yahh meskipun cuman dapet satu baris dua baris. Tapi bukankah itu lebih bijaksana daripada tidak sama sekali ? Itung-itung juga kan menyelam sambil minum air, atau saya menyebut "nyekripsi sambil ngopi".

Nah itulah filosofi saya melihat dunia "perskripsian" ini. Saya rasa, instrumen dan cara manusia untuk mengerjakan sesuatu di masa kini itu lebih variatif, khususnya mengenai cara mengerjakan skripsi. Contohnya yaitu tadi, ngopi sambil garap skripsi, entah dapet banyak atau sedikit yang terpenting ngerjakan. 

Dan ini kenyataan yang harus dilihat bersama bahwa di luar sana, di jaman yang setiap sudut ada coffe shop, setiap orang mengerjakan sesuatu ditemani dengan kopi. Terlepas ini sulit untuk dilakukan oleh beberapa orang, saya rasa bukan sulit karena "kesulitan itu sendiri" tapi karena memang manusia yang seperti itu yang memilih untuk menyulitkan dirinya sendiri. Daripada ngopi kita hanya diisi dengan bermain game atau hanya sekedar memakan daging dari sejenis kita? bukankah lebih menarik jika kita ngopi sambil ngerjakan skripsi. Toh itu akan membuat keadaan kita lebih baik kedepannya dan lebih cepat kita dapat lepas dari sebutan-sebutan "artefak atau fosil kampus".

Mari kita berfleksi sejenak. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia di era modern ini rindu dengan sebuah ketenangan. Karena kerinduannya itu, tidak sedikit manusia mencoba mencari ketenangan. Dan salah satu instrumen yang didapatkan adalah dengan cara bersantai, nongkrong sama kawan sendiri sambil minum kopi. Kebutuhan terhadap ketenangan ini akhirnya juga beralih fungsi menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari setiap tindakan atau perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia, utamanya saat manusia mengerjakan sesuatu, ketenangan menjadi hal penting yang harus ada dan menyertainya. 

Sama halnya, ketika kita ngerjakan skripsi, yang paling dibutuhkan adalah ketenangan. Oleh sebab itu, kenapa tidak kita padukan saja ? "nykripsi dengan secangkir kopi" ? bukankah hal tersebut sudah menjawab sepenuhnya kegelisahan kita yang tidak kunjung bergerak mengerjakan skripsi ini ?. Lantas untuk apa lagi kita menunda hidup hanya karena badan tidak lagi ingin digerakkan yang sudah terlanjur baper pada bungai rampai kehidupan ini?

Ngopi kita sudah lama kawan, duduk dan bercengkerama sudah cukup membuat pantat kita meringis kesemutan. Mari kita sudahi "dunia perskripsian" ini, agar kelak skripsi yang kita ketik dengan jerih payah dan penuh perlawanan terhadap kebosanan ini bisa kita baca dengan segelas kopi disamping kita sambil berkata "Dulu ngopiku bareng skripsi, sekarang sudah tidak lagi". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun