Aku menghentikan motorku di teras rumah lalu menuntunnya masuk ke garasi yang terbuka. Hujan yang tiba-tiba turun terpaksa harus aku terabas akibat kealpaanku membawa mantel hujan hari ini. Seingatku tadi pagi aku mengeluarkan benda itu di garasi karena bagasi motorku sudah terlalu sempit. Karena mengira tidak akan hujan hari ini, dengan santainya aku melempar mantel hujanku ke rak sepatu.
Malangnya, hari ini hujan turun amat lebat. Tapi aku lebih memilih tidak menepi karena sedang membawa martabak mesir pesanan istriku. Menurut pengalamanku selama beberapa minggu ini menghadapi perempuan ngidam, membuat istri yang sedang mengidam menunggu lama itu bukan pilihan yang baik. Di mata mereka kita akan terlihat seperti mengirim sinyal peperangan yang tidak bisa disanggah. Karena tidak ingin didiamkan lagi, aku lebih memilih hujan-hujanan. Toh, nanti aku bisa menghangatkan diri dengan memeluk tubuhnya yang empuk.
"Sayang!"panggilku sembari mengunci pintu lipat garasi rumah.
"Iya!"serunya dari dalam rumah. Tidak lama kemudian ia muncul di ambang pintu yang menghubungkan dapur dan garasi. Wajahnya berseri-seri, mengundangku untuk ikut tersenyum. "Martabak mesirnya ada?"tanyanya dengan nada manis.
"Ada dong. Buat kamu dan anak kita harus nyari ke kota sebelah pun aku lakuin."
Ia menjulurkan lidah. "Pak guru jangan gombal gitu. Aku jadi pengen muntah, tau,"ejeknya.
Aku tertawa renyah, tidak tersinggung mendengar ejekannya. Kami sudah biasa bercanda begini karena hubungan kami dimulai dengan persahabatan. Menikah dengan sahabat sendiri itu membuat semuanya terasa lebih lepas. Tentu saja kami tidak lupa untuk saling menghargai. Tapi jika dengan dia, semua kecanggungan bisa di perbaiki dengan tawa dan canda. Atau jika terlanjur salah pun tidak ada yang segan untuk minta maaf.
"Ayo makan. Kamu masak apa hari ini?"tanyaku sambil merangkulnya sembari mengarahkannya untuk berjalan ke dalam rumah.
"Tempe orek dan sayur bayam. Aku lagi males masak yang amis. Nggak apa-apa, kan?"
Aku mengangguk lalu mengecup pipinya. Perempuan hamil memang punya selera pribadi. Selain indra yang jadi sensitif, perempuan hamil juga sensitif dalam hal emosional. Tidak ada pilihan selain menurutinya, itu yang aku tahu. Kalau terlalu memaksa akibatnya bisa buruk untuk dia. Entah itu muntah atau mood yang jungkir balik, yang pasti aku tidak ingin ia mengalaminya. Cuma menerima apa yang dia masak yang bisa aku lakukan untuk kenyamanan bersama. Lagi pula masakan istriku tidak pernah tidak enak.
###