Kemajuan dunia digital termasuk sosial media memang membuat kita dimanjakan oleh informasi. Informasi berlimpah di semua kanal media, baik media mainstream maupun media sosial.Â
Informasi ada seperti mata air yang tak pernah kering, dan membanjiri nyaris semua waktu kita dari pagi hari ke pagi hari lagi.
Pada posisi demikian, hal yang terutama adalah seringkali informasi itu ada tanpa ada balancing, dimana dua pihak seharusnya juga berpendapat terhadap isu yang sedang diangkat.Â
Semisal di sini adalah berita yang berasal dari media online dan twitter soal diskriminasi yang dialami oleh para siswa Kristen di sebuah SMA di Depok.
Pada foto yang beredar di media online terlihat belasan siswa yang berada di Lorong sekolah dan sedang duduk-duduk.Â
Berita yang menyertainya adalah para siswa sedang menunggu ruangan untuk dipakai berkegiatan agama Kristen, karena ruangan yang ada sangat terbatas.Â
Berita yang dimuat di media online itu kemudian diretweet oleh seorang aktivis kesetaraan agama dan ras, lalu menjadi viral.
Tak lama kemudian muncul klarifikasi dari pejabat sekolah bersangkutan yang mengklarifikasi bahwa berita yang beredar itu sama sekali tidak benar.Â
Menurut mereka, para siswa itu sedang menunggu ruangan siap, dan sama sekali tidak melakukan kegiatan belajar mengajar di Lorong seperti sangkaan banyak orang.Â
Berita klarifikasi itu disertai dengan nomor telepon sekolah. Klarifikasi itu kemudian juga diretweet oleh aktivis kesetaraan agama tersebut.
Namun berita itu terlanjur menyebar luas. Kita tentu bisa menduga bagaimana media sosial bekerja tanpa kendali. Berita itu menyebar dan meluas melebihi apa yang pernah kita bayangkan. Berit aitu juga diterima oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Apa yang bisa kita tangkap dan ambil hikmah dari peristiwa ini ?
Bahwa media sosial bekerja bisa bekerja lebih dahsyat dari yang pernah kita bayangkan dan bisa mempengaruhi banyak orang termasuk menjadi pertimbangan bagi pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan atau kebijakan.Â
Suasana menjadi runyam jika ternyata yang disebarkan itu adalah berita yang salah atau tidak benar seperti berita tentang siswa di Depok tersebut.
Karena itu ada baiknya kita bersikap tabayun sebelum sebuah berita kita sebarkan melalui media sosial atau media mainstream. Tabayun adalah tindakan untuk mencari kebenaran dari berita yang diterima.Â
Artinya kita harus clean and clear terhadap berita itu, baru kita menyebarkannya.
Dengan tindakan tabayun kitab isa terhindar dari ketidakbenaran informasi bahkan fitnah.