Di era yang serba modern ini, perilaku manusia semakin aneh-aneh. Seiring dengan kemajuan zaman, sikap gotong royong yang sering kita temukan, kini pelan-pelan mulai memudar. Terlebih setelah provokasi paham radikalisme semakin masif di media sosial, banyak membuat masyarakat terprovokasi. Masyarakat yang awalnya cukup toleran, tiba-tiba menjadi intoleran ketika dihembuskan sentimen SARA. Sentimen ini berkali-kali dimunculkan, dan terbukti mempunyai daya rusak yang buruk bagi masyarakat. Tentu kita berharap provokasi yang tidak bertanggung jawab ini, bisa dihilangkan dari media sosial. Karena perkembangan teknologi semestinya bisa menjadi jembatan untuk membuat peradaban yang lebih baik, bukan peradaban yang merusak.
Mari kita lihat yang terjadi saat ini. Ujaran kebencian terus mengalami peningkatan. Orang merasa paling benar sendiri terus bermunculan. Pancasila dianggap tidak relevan. Karena penduduk Indonesia beragama muslim, maka konsep negara ini harus diganti khilafah. Dan masih banyak lagi hal-hal yang terus dimunculkan, meski sejatinya apa yang ditawarkan kelompok radikal ini sama sekali tidak relevan jika diterapkan di Indonesia. Suka tidak suka, akibat provokasi tersebut membuat masyarakat yang ramah berubah menjadi masyarakat yang marah. Masyarakat yang awalnya toleran berubah menjadi intoleran. Semuanya itu merupakan ancaman bagi negara kita.
Mari kita introspeksi diri. Sudah lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka. Sudah banyak lahir generasi-generasi baru. Tidak elok jika sampai saat ini kita masih belum bisa memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Mari kita renungkan makna sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Â Kata 'kemanusiaan' bisa dimaknai sebagai upaya untuk memanusiakan manusia. Memanusiakan ini adalah saling menghormati, tidak merendahkan, saling menghargai, tidak menghina, menghujat ataupun melakukan tindak kekerasan. Karena manusia pada dasarnya memiliki akal dan perasaan. Maka sejatinya manusia bisa membedakan mana baik mana buruk, mana sakit mana tidak, mana sopan mana tidak, dan lain sebagainya.
Dalam sila kedua juga ada kata 'adil'. Apa maksudnya? Adil bisa diartikan sama. Tidak kurang tidak lebih, atau sesuai dengan porsinya. Adil juga bisa dimaknai sebagai kesetaraan. Yang mayoritas tidak mengklaim sebagai penguasa. Sementara yang minoritas tetap mendapatkan hak yang sama dengan yang mayoritas. Yang miskin juga mempunyai hak yang sama dengan masyarakat yang kaya. Itu adalah adalah keadilan. Tidak ada yang menindas dan tidak ada yang ditindas. Semua orang berhak memeluk agama dan menjalankan ibadah, sesuai dengan keyakinan masing-masing tanpa ada tekanan. Di Indonesia, tidak hanya ada Islam, tapi juga ada Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu dan aliran kepercayaan. Mereka semua harus mendapatkan hak dan kewajiban yang sama, sepanjang menjadi warga negara Indonesia. Sudahkah kita bersikap adil terhadap sesama?
Lalu, dalam sila kedua ada kata 'beradab'. Apa maknanya? Kata ini bisa dimaknai sebagai bentuk sopan santun dan budi pekerti. Seseorang yang penuh sopan santun dan mempunyai budi pekerti yang baik, maka ucapan dan perilakunya, akan mencerminkan kebaikan. Tapi jika dalam hati dan pikirannya sudah tidak dipenuhi kebaikan, maka yang keluar pun tidak menunjukkan keberadaban. Ingat, adab manusia adalah saling menghormati bukan saling mencaci. Hewan saja bisa saling peduli, kenapa kita manusia tidak bisa saling peduli antar sesama. Jaman boleh berubah, tapi kodrat manusia tetaplah sama. Yaitu menjadi manusia yang manusiawi, adil dan beradab.