Ekonomi perdesaan tidak terlepas dari peran aktif para pelaku ekonomi lokal termasuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Penjual sayur keliling adalah salah satu mata rantai penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Kelembagaan finansial dalam prosesnya memiliki peran vital dalam mendukung keberlangsungan dan pengembangan usaha tersebut. Salah satu lembaga finansial yang mendukung pengembangan UMKM adalah Permodalan Nasional Madani (PNM) melalui program Membina Keluarga Sejahtera (Mekaar). PNM Mekaar merupakan lembaga pembiayaan yang ditujukan untuk para perempuan pra-sejahtera pelaku usaha mikro. Program yang dijalankan yaitu memberikan pinjaman modal usaha tanpa jaminan, pendampingan usaha, dan pelatihan untuk membantu pelaku usaha dalam mengembangkan bisnis dan meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Artikel ini disusun berdasarkan wawancara langsung dengan Ibu Weni, yaitu seorang penjual sayur keliling di Desa Kesilir, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember. Ibu Weni sudah menjadi nasabah aktif program PNM Mekaar sejak tahun 2022. Refleksi dari praktik di lapangan akan dianalisis menggunakan perspektif ekonomi kelembagaan untuk menelaah peran dan tantangan kelembagaan finansial dalam pembangunan ekonomi perdesaan.
Profil Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Ibu Weni Setianingsih adalah seorang ibu rumah tangga berusia 39 tahun yang berprofesi sebagai penjual sayur keliling menggunakan motor. Setiap hari, beliau membeli sayur dari pasar induk dan berkeliling menjajakan dagangannya ke berbagai sudut desa. Usaha ini telah dirintis sejak tahun 2021 dan PNM Mekaar hadir untuk memberikan pinjaman pertama sebesar Rp. 2.000.000 tanpa agunan yang digunakan Ibu Weni untuk menambah modal. Sistem peminjaman dalam PNM Mekaar diberikan dalam skema kelompok, dimana nasabah berkumpul secara rutin dalam kelompok yang disebut sebagai kelompok tanggung renteng. PNM Mekaar juga memberikan pelatihan serta pendampingan usaha secara berkala.
Peran Kelembagaan Finansial dalam Pembangunan Ekonomi Perdesaan
Kehadiran PNM Mekaar sebagai lembaga keuangan mikro memberikan ruang akses permodalan yang sebelumnya sulit dijangkau oleh pelaku usaha informal seperti penjual sayur keliling. Tidak seperti bank konvensional yang mensyaratkan agunan, PNM Mekaar hadir dengan sistem pembiayaan tanpa jaminan fisik, namun berbasis tanggung jawab kolektif antar anggota kelompok. Peran PNM Mekaar tidak hanya sebagai penyedia modal, melainkan juga sebagai enabler. Enabler dalam hal ini berarti bahwa PNM Mekaar berperan sebagai pihak yang menyediakan layanan atau solusi untuk membantu usaha mikro beroperasi dan berkembang. Layanan tersebut dicerminkan melalui peningkatan akses terhadap modal kerja, penguatan kapasitas manajerial melalui pelatihan, dan pemberdayaan perempuan sebagai pelaku utama ekonomi keluarga.
Peningkatan akses terhadap modal menjadi penting karena modal adalah jantung penggerak usaha mikro, sehingga dengan adanya pinjaman dari PNM Mekaar, Ibu Weni dapat meningkatkan kapasitas usahanya baik dari segi volume penjualan, jenis produk yang dijual, serta jangkauan layanan. Penguatan kapasitas manajerial melalui pelatihan dijelaskan jika setiap anggota kelompok PNM Mekaar wajib mengikuti pertemuan mingguan yang tidak hanya untuk melakukan pembayaran cicilan, namun juga mendapat pembinaan usaha. PNM Mekaar secara spesifik menyasar perempuan prasejahtera. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan perdesaan yang tidak hanya menekankan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan gender dan penguatan ekonomi rumah tangga.
Tantangan PNM Mekaar dalam Implementasi Kelembagaan Finansial
Program PNM Mekaar memiliki peran strategis dalam mendorong pemberdayaan ekonomi pelaku usaha mikro, namun pelaksanaannya di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya tingkat literasi keuangan di kalangan nasabah. Sebagian besar pelaku usaha mikro belum memiliki pemahaman yang memadai mengenai pentingnya pencatatan arus keuangan, pengelolaan laba rugi, serta pemisahan antara keuangan pribadi dan usaha. Kurangnya pemahaman ini berisiko menyebabkan penggunaan dana pinjaman menjadi tidak optimal. Dana yang semestinya dimanfaatkan untuk pengembangan usaha kerap kali digunakan untuk kebutuhan konsumtif, sehingga dapat mengganggu kelangsungan usaha serta menimbulkan potensi gagal bayar.
Tantangan berikutnya adalah munculnya ketergantungan terhadap pinjaman. Sebagian pelaku usaha terbiasa mengandalkan skema pembiayaan bergulir tanpa disertai upaya untuk membangun kemandirian finansial. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan lingkaran hutang yang terus berulang, karena keuntungan yang diperoleh hanya dialokasikan untuk membayar cicilan pinjaman, bukan untuk mengembangkan usaha secara berkelanjutan (Hasanah & Syahrin, 2025). Kendala lain yang tidak dapat diabaikan adalah keterbatasan dalam pendampingan intensif. Jumlah nasabah yang sangat besar serta cakupan wilayah yang luas menyebabkan petugas lapangan kesulitan memberikan perhatian secara individual kepada setiap anggota kelompok. Akibatnya, interaksi yang terjadi cenderung bersifat administratif, seperti pengumpulan angsuran, dan kurang optimal dalam hal pembinaan teknis maupun peningkatan kapasitas usaha. Kondisi ini menjadi hambatan bagi proses pemberdayaan yang lebih menyeluruh dan mendalam, terutama bagi nasabah yang masih dalam tahap awal menjalankan usaha. Pemahaman terhadap berbagai tantangan tersebut penting untuk menjadi dasar dalam merumuskan strategi penguatan kelembagaan finansial. Perlu upaya yang terarah dan berkelanjutan agar manfaat dari program pembiayaan benar-benar dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan pelaku usaha mikro di wilayah perdesaan.
Peluang PNM Mekaar dalam Implementasi Kelembagaan Finansial
Peluang strategis dalam implementasi juga ditemukan guna dimanfaatkan untuk memperkuat peran PNM Mekaar dalam pemberdayaan usaha mikro. Digitalisasi layanan dan pemasaran menjadi salah satu peluang utama, mengingat meningkatnya akses masyarakat pedesaan terhadap teknologi informasi. Penggunaan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp, media sosial, serta sistem pembayaran digital telah membuka ruang bagi pelaku usaha mikro untuk menjangkau pasar yang lebih luas, meningkatkan efisiensi transaksi, dan memperluas jaringan pelanggan. Teknologi ini juga memungkinkan pelaku usaha mengelola usaha secara lebih profesional, meskipun dalam skala kecil.
Potensi integrasi antara program PNM Mekaar dengan program-program pemberdayaan ekonomi yang dikelola pemerintah desa juga turut menjadi peluang yang menjanjikan. Berapa desa diketahui telah memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau lembaga sejenis yang berorientasi pada pengembangan ekonomi lokal. Kolaborasi antara PNM Mekaar dan kelembagaan desa dapat menciptakan sinergi dalam hal pelatihan usaha, penyediaan akses pasar, maupun penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat. Integrasi ini juga dapat memperluas jangkauan program dan meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan.
Peluang lain yang ditemukan di tingkat komunitas adalah adanya skema tanggung renteng yang diterapkan PNM Mekaar telah memberikan fondasi sosial yang kuat bagi terbentuknya kelompok usaha yang saling mendukung. Rasa saling percaya dan tanggung jawab antaranggota kelompok tidak hanya mendorong kedisiplinan dalam pembayaran pinjaman, tetapi juga membentuk basis solidaritas ekonomi yang dapat berkembang menjadi kelembagaan yang lebih formal, seperti koperasi atau kelompok usaha bersama. Proses ini menciptakan peluang jangka panjang dalam membangun struktur ekonomi lokal yang tangguh dan berdaya saing.
Refleksi Teoritis dalam Perspektif Ekonomi Kelembagaan
Kelembagaan dalam kerangka Ekonomi dipahami sebagai seperangkat aturan yang mengatur interaksi ekonomi dalam masyarakat. PNM Mekaar sebagai lembaga keuangan mikro membawa sistem aturan formal berupa kebijakan pembiayaan, struktur organisasi, dan mekanisme operasional. Pelaksanaan program di lapangan dipengaruhi oleh aturan informal yang berkembang dalam masyarakat seperti nilai gotong royong, norma sosial, dan tingkat kepercayaan antaranggota kelompok. Kombinasi antara aturan formal dan informal tersebut membentuk dasar keberhasilan dalam pelaksanaan program pembiayaan.
Hak kepemilikan menjadi aspek penting dalam menjelaskan keterbatasan pelaku usaha mikro dalam mengakses pembiayaan. Banyak pelaku usaha seperti penjual sayur keliling tidak memiliki aset tetap yang dapat dijadikan jaminan. PNM Mekaar mengakui bentuk kepemilikan nonformal berupa reputasi, loyalitas, dan tanggung jawab sosial sebagai dasar kepercayaan dalam pemberian pinjaman. Pendekatan ini memperluas pemahaman tentang jaminan dalam sistem pembiayaan, sekaligus menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari sistem keuangan formal. Model kelembagaan yang diterapkan PNM Mekaar mencerminkan prinsip-prinsip ekonomi kelembagaan yang adaptif terhadap kondisi sosial masyarakat. Strategi ini berhasil mengatasi berbagai hambatan struktural dan informal yang selama ini menjadi penghalang utama bagi pelaku UMKM perdesaan dalam mengakses pembiayaan.
Gagasan dan Rekomendasi Penguatan Peran
Penguatan peran kelembagaan finansial seperti PNM Mekaar dalam pembangunan ekonomi perdesaan memerlukan langkah-langkah strategis yang berbasis pada temuan empirik dan refleksi teoritis. Kapasitas pendamping lapangan perlu ditingkatkan mengingat posisi mereka yang sangat penting sebagai perantara antara kebijakan kelembagaan dan penerapannya. Sinergi kelembagaan juga perlu ditingkatkan melalui integrasi program antara PNM Mekaar, BUMDes, koperasi desa, serta pendamping desa, sehingga terbentuk ekosistem pemberdayaan yang saling melengkapi dan tidak berjalan secara parsial atau tumpang tindih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI