Mohon tunggu...
Ririn Anggraeni
Ririn Anggraeni Mohon Tunggu... Guru - Pekerja Biasa

Dulu pernah menggemari hujan pada akhirnya tidak pernah bertemu payung yang tepat. Tetap basah kuyup.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Marah mu

29 Juni 2022   20:51 Diperbarui: 29 Juni 2022   20:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam kian larut namun marah mu belum juga reda. Susana terasa begitu canggung dalam hening yang bungkam. Sesekali bayangan canda tawa mu mampir di kepala. Rasa ingin merayu rajuk mu tapi kau malah lelap. 

Sesal ini makin memuncak hanya tersebab bicara ku salah lalu kau kata mulut ku ini jahat. Kau lempar gelas kaca itu tepat didepan wajah ku. Pulanglah, jika ingin pulang. Pulang ke rumah ibu mu! Berteriak, kau meneriaki aku yang diam ini. 

Teringat janji setia puluhan tahun lalu bersamamu sampai mati. Menjadi ayah pada kedua anak kita adalah keberuntungan yang amat beruntung bagi ku. Meski setiap hari harus merasakan lelah menjadi seorang kuli. 

Anak-anak kita telah tumbuh tapi kedua-duanya merasa tak pernah berguna. Meski cucuran keringat ini mengalir seperti air berjuang menjunjung tanggung jawab namun mereka tetap lemah. 

Tak ada lagi air mata sebab setiap hari adalah rasa sakit. Tak ada tempat mengeluh lagi setiap kali marah mu datang hati ku terus berkata aku ingin ibu ku. 

Malam ini bolehkah aku kembali berbaring di sebelah mu lagi? Bercerita banyak hal yang ku alami hari ini. Aku lelah. 

Musi Banyuasin, 29 Juni 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun