Apa jadinya jika pengetahuan manusia saat ini ternyata salah? Semua yang diyakini sejak dulu tentang alam semesta, waktu, bahkan tentang diri sendiri ternyata hanya asumsi yang kebetulan belum terbantahkan.
Mungkin itu hanya tumpukan kesepakatan yang dianggap kebenaran karena sudah terlalu sering diulang. Jika begitu, apa yang sebenarnya kita tahu?
Saya pernah membaca sebuah kutipan, "Semakin banyak kamu tahu, semakin kamu sadar bahwa kamu tidak tahu apa-apa."
Dulu saya menganggap itu kalimat filosofis yang keren, sampai pada titik saya benar-benar mempertanyakannya.Â
Bagaimana jika seluruh bangunan pengetahuan yang manusia bangun ribuan tahun lamanya, dari perpustakaan Alexandria hingga pusat data digital modern, sebenarnya berdiri di atas fondasi yang retak?
Tapi tenang saja, itu hanya pemikiran sekilas saya saja. Tapi coba bayangakan jika hal itu benar.
Mari kita lihat ke belakang. Dulu, manusia yakin bumi adalah pusat alam semesta. Gagasan itu bertahan berabad-abad, didukung agama, budaya, bahkan politik. Sampai akhirnya Galileo dan Copernicus membalikkan keyakinan itu.
Tapi, bagaimana jika hari ini kita berada di posisi yang sama? Yakin akan kebenaran, hanya karena belum ada yang cukup berani atau cukup gila untuk mempertanyakannya?
Contoh kecil tentang waktu. Kita mengukurnya dengan jam, membaginya dalam detik, menit, dan tahun cahaya. Tapi waktu itu apa? Ilusi? Dimensi? Bahkan fisikawan ternama seperti Einstein dan Stephen Hawking pun menyebut waktu sebagai salah satu teka-teki terbesar.
Kalau begitu, bagaimana kita bisa yakin pada pemahaman yang bahkan para jenius pun belum sepenuhnya mengerti.
Sains memang luar biasa. Ia memberi kita cahaya di kegelapan ketidaktahuan. Tapi cahaya itu terbatas. Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan dalam perkembangannya, sering kali ia membantah dirinya sendiri.
Dulu lemak dianggap musuh, sekarang gula yang jadi tersangka utama. Dulu Pluto planet, lalu bukan. Dulu kita percaya otak manusia berhenti berkembang di usia tertentu, lalu ditemukan bahwa ia tetap plastis sepanjang hidup.Â
Ilmu bukan dogma, dan justru karena itu ia tidak pernah final. Kalimat tersebut terlintas setelah saya melihat anime "Orb: On the Movements of the Earth"
Masalahnya, kita hidup di dunia yang mendewakan kepastian. Seolah-olah tidak tahu adalah kelemahan, dan ragu dianggap tanda kegagalan.
Kita bicara soal kebenaran, tapi lupa bahwa kebenaran juga bisa bersifat sementara. Bukan berarti bohong, tapi mungkin belum lengkap.
Seperti melihat lukisan besar dari dekat terlalu dekat hingga yang tampak hanya warna-warna kabur tanpa bentuk. Lalu kita menyimpulkan isi lukisan hanya dari sepotong kecil kanvas.
Ada satu hal lagi yang pernah booming, yaitu tentang sejarah. Siapa yang menulisnya? Siapa yang punya kuasa menentukan versi mana yang diajarkan di sekolah? Saya tak sedang mendorong teori konspirasi, tapi realistis saja setiap peradaban punya narasi.
Setiap kekuasaan menyukai kisah yang menguntungkan dirinya. Maka sejarah, seperti juga pengetahuan lainnya, tidak sepenuhnya netral.
Bahkan teknologi yang kita banggakan hari ini bisa jadi hanya mainan primitif dibanding apa yang belum kita temukan.
Bayangkan seseorang di zaman pertengahan melihat smartphone mungkin ia akan menganggap itu sihir. Begitu pula dengan masa depan yang mungkin melihat kita hari ini sebagai peradaban yang masih meraba-raba dalam gelap.
Dunia selalu lebih besar dari pemahaman kita, dan barangkali itulah yang membuatnya begitu menggoda.
Namun, bukan berarti kita harus mencampakkan semua yang telah kita pelajari. Justru karena pengetahuan bisa salah, kita harus menjaga kerendahan hati untuk terus belajar.
Dunia berubah terlalu cepat untuk kita merasa nyaman dalam kepastian. Apa yang hari ini dianggap "gila" bisa jadi "inovatif" besok pagi. Dan mungkin, justru yang terlihat tak masuk akal adalah awal dari sesuatu yang revolusioner.
Saya ingat sebuah obrolan dengan seorang teman, yang bilang, "Kalau besok bumi ternyata datar, aku sih pasrah aja. Dunia ini memang terlalu absurd untuk bisa ditebak." Seketika saya tertawa, tapi setelahnya diam.
Lalu, apa jadinya kalau semua yang manusia tahu ternyata salah? Mungkin justru saat itulah dunia mulai terbuka. Kita akan belajar ulang, menyusun ulang potongan-potongan realitas yang berserakan, dan membangun pemahaman yang lebih jujur, lebih rendah hati, lebih manusiawi.
Dunia terlalu luas untuk dikurung dalam teori-teori sempit, dan manusia terlalu kompleks untuk disimpulkan dalam satu paragraf.
Dan jika suatu hari nanti terbukti bahwa semua yang kita tahu ternyata salah, semoga kita cukup berani untuk tidak lari dari kebenaran baru yang datang mengetuk.
Tuliskan jawabanmu "apa jadinya kalau semua yang manusia tahu ternyata salah?"Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI