Yang pertama adalah coba fokus ke mode auto pilot. Saat alarm berbunyi, tangan saya secara otomatis mencari gelas air dan makanan ringan tanpa perlu perintah dari otak.
Saya masih setengah tertidur, tapi entah bagaimana tubuh saya tahu bahwa ada ritual yang harus dijalankan.
Kadang-kadang saya baru sadar setelahnya bahwa saya sudah makan, meskipun tidak ingat menu apa yang masuk ke perut.
Setelah itu terima saja makanan yang masuk ke mulut dan hayati sensasi sampai terasa kenyang. Dengan berlatih menghayati sensasi kenyang saat tidur, saya tidak perlu repot-repot makan sahur secara fisik.
Dua trik tersebut sudah cukup dan lakukan terus menerus. Setelah cukup lama berlatih, tubuh akhirnya menerima kenyataan bahwa sahur bisa terjadi di alam bawah sadar.
 Inilah keahlian tingkat profesional yang tidak bisa dipelajari di sekolah mana pun.
Kritik dari Dunia Nyata
Tentu saja, teknik ini tidak lepas dari kritik. Para ahli gizi mungkin akan menyebutnya sebagai metode yang tidak bertanggung jawab dan sangat tidak dianjurkan. Karena itu bahaya juga, siapa tahu bisa menelan sendok juga tidak ada yang tahu.
Bahkan orang-orang yang bersikeras bahwa makan sahur secara sadar lebih baik untuk tubuh. Sebagai profesional, saya hanya bisa tersenyum tipis sambil menyeruput teh.
Ketika teman-teman berbicara tentang menu sahur mereka, saya hanya bisa tersenyum dan berkata, "Aku sahur di dimensi lain." Respons mereka biasanya berupa tatapan bingung, kasihan, atau bahkan tertawa kecil sambil menyeruput teh.
Terkadang ada momen di mana tubuh saya tiba-tiba sadar di detik terakhir sebelum imsak, dan saya harus buru-buru meneguk air seperti unta kehausan di padang pasir.
Paling Terakhir
Meskipun saya telah menjadi profesional dalam sahur bawah sadar, saya tidak merekomendasikannya untuk semua orang. Teknik ini membutuhkan mental baja, latihan bertahun-tahun, dan kesiapan untuk menghadapi konsekuensi dunia nyata.