Masalah yang sedang kita hadapi saat ini tentu tak lain dan tak bukan adalah virus covid 19 yang kini sudah menjadi pandemik di seluruh dunia.Â
Masalah atau urusan kesehatan ternyata berimbas kepada sistem ekonomi atau sistem keuangan dihampir seluruh negara-negara yang ada di dunia. Artinya ini berdampak sistemik, sebab satu masalah mengakibatkan muncul banyak masalah lainnya.
Kita punya Bank Indonesia, yang punya dua tugas pokok, yakni menjaga kestabilan nilai Rupiah kita, yang terus terkontraksi dan bersyukur nilai Rupiah kita terus terjaga normal. Kini nilai Rupiah kita sudah kembali lagi di bawah Rp.14.000 per dolarnya. Kedua, berperan dalam menjaga Kestabilan Sistem Keuangan kita.
Jika diibaratkan sebuah bangunan, maka dua tugas pokok itu menjadi atapnya. Dimana supaya atap itu terus berdiri maka harus ditopang dengan tiga pilar utama.
Pilar pertama, Kebijakan Moneter-menjaga kestabilan nilai Rupiah. Pilar kedua, Kebijakan Makroprudensial-adanya kestabilan sistem keuangan. Dan pilar ketiga adalah Kebijakan Sistem Pembayaran-adanya kelancaran transaksi keuangan dan transmisi kebijakan moneter.
Langkah ketiga, memiliki segera pengetahuan-pengetahuan teknis tentang permasalahan itu sendiri. Seperti halnya BI punya kebijakan Makroprudensial untuk menekan supaya tidak terjadi krisis di tanah air dan sistem keuangan kita tetap terjaga.
Kementerian Keuangan punya kebijakan-kebijakan fiskal, salah satunya kebijakan pajak yang bersahabat bagi semua pihak, baik buat perseorangan maupun bagi para pelaku usaha. Dan beberapa kebijakan baik dari OJK maupun dari LPS yang mendorong bangsa kita bisa survive atau bertahan seperti sekarang ini. Dan dampak krisis ekonomi tidak seburuk seperti yang terjadi pada negara-negara maju saat ini.Â
Khusus kebijakan Makroprudensial yang dimiliki oleh Bank Indonesia sendiri punya setidaknya 5 instrumen di dalam menstabilkan sistem keuangan kita. Bagi orang awam istilah ini agak sulit untuk dimengerti sebab bahasanya terlalu teknis atau asing kedengarannya.
Untuk hal ini butuh upaya lebih dari kita supaya setidaknya bisa sedikit mengerti bahasa teknis dari instrumen makropudensial tersebut. Artinya kita butuh banyak belajar memahami istilah-istilah tersebut.
Seperti kebijakan yang bersifat Countercyclical atau Countercyclical Buffer. Dimana saat ekonomi kita lagi baik-baiknya, bank tidak serta terlalu optimis memberikan banyak kredit kepada pihak atau lembaga lain. Melainkan memupuk modal yang ada untuk menghindari ekspansi yang berlebihan atau boom.
Sementara saat ekonomi kita lagi agak seret, bank diminta untuk menggunakan modal yang ada untuk mengurangi kontraksi kredit yang ada atau istilahnya bust. Sehingga kebijakan makroprudensial yang dikeluarkan oleh BI yang bersifat Countercyclical ini mampu mengurangi over-optimistic maupun over-pessimistic yang berlebihan.