Melihat keberadaaan lembaga survei seakan kini kian menjamur. Entah apa yang bisa membuat sebuah lembaga survei tetap bisa eksis? Eksis memberikan pandangan-pandangannya, eksis memberikan hasil temuan-temuan mereka ke publik, eksis memberikan info-info mutahkhir yang membuat masyarakat seakan terbingkai dengan temuan mereka tersebut?
Mulanya berpikir bahwa secara nasional keberadaan lembaga survei tersebut paling lama eksis satu bulan pasca pilpres dan pileg. Tapi melihat geliat dari lembaga-lembaga survei tersebut, info-info dari hasil temuan mereka ternyata masih dibutuhkan hingga sekarang.Â
Dimana seperi yang dilansir oleh kompas.com (17/2/2020), setelah pemerintah terpilih dan bertugas, mereka kini mencoba menyurvei akan kinerja mereka setelah bekerja di 100 hari pertama.
Kriterianya sangat beragam dan bukan hanya Presiden saja yang disurvei, para menterinya juga kena. Seperti menteri terjenius, menteri paling berani, menteri terpopuler, menteri yang paling menguasai masalah, menteri yang paling punya solusi, menteri yang kinerjanya paling efektif dan efesien, Â dan banyak variabel-variabel lainnya.
Tentu dengan info-info tersebut yang memang dikeluarkan oleh lembaga survei, kita bisa semakin jelas menangkap bahkan menilai dengan kacamata temuan mereka, apakah kini kinerja sang penguasa berhasil atau tidak? Memuaskan masyarakat atau tidak? Dibutuhkan masyarkat atau tidak?
Dan bagi sistem demokrasi kita, adalah sah untuk mengetahui dan menilai info-info temuan dari berbagai lembaga survei. Tapi pertanyaannya ketika mereka melaksanakan riset untuk menilai kinerja sang eksekutif, dana untuk memulai dan mengeksekusi riset tersebut berasal dari manakah?Â
Mungkinkah mereka mandiri di dalam kekuangan mereka, sehingga mereka bisa tetap eksis dan bertahan? Sementara produk dari temuan mereka adalah info yang gratis yang diterbitkan  oleh berbagai media untuk memberitakannya?
Kecuali jika info temuan mereka berbayar tentu lain cerita. Mereka tentu bisa bertahan di dalam menjalankan roda bisnis di dalam sebuah lembaga survei.Â
Atau mungkinkan mereka dapat dana dari orang-orang yang akan disurvei? Artinya jika bayar akan mengeluarkan hasil yang positif, tapi jika tidak bayar maka siap-siap dapatkan hasil survei yang negatif?
Kemudian pertanyaannya lagi adalah butuhkah kita hasil survei mereka? Sehingga tanpa mereka kita tidak akan mendapatkan semacam raport dari pemerintah sekarang. Dan demi memperkuat sistem berdemokrasi kita, maka keberadaan lembaga survei tidak bisa tidak harus tetap ada di tanah air kita?