Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Covid-19 Mengubur Impian Penduduk Hadataran Memiliki Jalan dan Jembatan yang Layak

17 Juni 2020   16:40 Diperbarui: 18 Juni 2020   12:46 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanah longsor setinggi 5 meter lebih menutup jalan di puncak Adian dan sampai hari ini belum diperbaiki. Sumber photo dari grup Facebook HAMARS

“Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan. Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang" (Amsal 13:12;23:18)

Keresahanku

Ada kesedihan yang membuncah, yang sangat sukar untuk diungkapkan dengan kata-kata tatkala saya pulang akhir Desember 2019 lalu ke Hadataran-Hapesong, kampung halamanku. 

Saya terdiam seribu bahasa menahan sesak dan berusaha membendung bandang air mata yang tak tertangiskan tatkala menyaksikan betapa sukar dan parahnya kerusakan jalan menuju tanah kelahiranku tercinta. 

Seperti mimpi tetapi bukan, bagaikan fiksi tetapi nyata, seperti itulah fakta saya lihat dengan mata kepala sendiri.

Di beberapa titik terdapat kubangan-kubangan lumpur setinggi lutut orang dewasa sedangkan di titik lainnya tepatnya di puncak Adian, terdapat gundukan longsoran tanah setinggi 5 meter lebih yang menutupi keseluruhan badan jalan. 

Selanjutnya meluncur dari puncak adian yang sangat curam dengan sudut depresi tak kurang dari 45 derajat, kita akan menyaksikan jalan terjal berkelok menyusuri tebing yang dipenuhi tonjolan-tonjolan batu dan lubang-lubang panjang akibat tergerus oleh arus air disaat hujan. 

Hal itu sangat membahayakan bagi pengguna jalan baik ketika menanjak maupun menurun terutama pada musim penghujan, dan panjang jalan itu kira-kira 1,6 kilo meter. 

Menyaksikan pemandangan seperti itu saya termenung sedih, bingung, kaget dan kecewa tetapi tidak tahu harus menumpahkan keksalan itu kepada siapa. Atau mungkinkah saya yang salah memilih tempat lahir?

Penampakan puncak Adian sebelum longsor.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS
Penampakan puncak Adian sebelum longsor.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS

Kepedihanku mungkin setara seperti yang dirasakan Nabi Nehemia tatkala dia mendengar bahwa tembok Yerusalem telah terbongkar, pintu-pintunya telah terbakar dan penduduknya berada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. 

Awalnya Nehemia dalam keremukan hatiny terduduk menangis, berkabung lalu berpuasa dan berdoa kepada Tuhan semesta langit. Namun dalam kedudukannya sebagai pegawai juru minum istana, Nehemia mendapatkan izin dari Artahsasta sang kaisar, bahkah diberi mandat sebagai utusan Kekaisaran Persia untuk pulang membangun tembok Yerusalem dan untuk memperhatikan keluhan-keluhan kaumnya di sana. 

Singkat cerita, Nehemia pun sukses menjalankan misinya tepat seperti yang dia cita-citakan walaupun menghadapi tantangan yang sangat berat.

Tetapi siapakah saya jika dibandingkan dengan Nehemia? Jangankan menjadi juru minum istana bahkan ke istana presiden pun saya tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan semua kersahanku itu kepada Joko Widodo. 

Pernah terlintas dipikiranku untuk membiayai sendiri pembanganun jalan ke kampungku tetapi hanya jika seandainya saya memiliki banyak uang seperti Jeff Bezos, pendiri dan CEO Amazon itu. 

Lalu apa yang dapat saya lakukan untuk membangun kampungku seperti hal yang Nehemia telah lakukan terhadap Yerusalem dan penduduknya? 

Ingin rasanya saya memohon belas kasihan dari para filentropis seperti Bill Gates, Warren Buffet atau siapa saja donatur yang bersedia membangun kampungku, tetapi hingga saat saya belum mendapatkan akses untuk berbicara kepada mereka.

Kubangan lumpur.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS
Kubangan lumpur.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS

Harapan Itu Datang

Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, sejarah pembangunan ke kampung kami Hadataran-Hapesong-Paratusan, dapat dibagi ke dalam 3 masa.

Yang pertama adalah Zaman Kegelapan atau Zaman “Hoda Kuli”. Saya sebut demikian karena pada masa itu tidak ada alat transportasi pengangkutan barang ke kampung kami selain daripada Hoda Kuli atau “Kuda Beban”. 

Masa ini masih jauh lebih kelam daripada zaman "kuda gigit besi", karena di sini kuda bukan menarik kereta tetapi orang yang mengiringnya berjalan kaki mengikut kuda dari belakang menelusuri jalan setapak. 

Semiggu dua kali di pagi hari Senin dan Rabu, hasil pertanian penduduk kampung seperti kemenyaan, kopi, dsb diangkut dengan “kuda beban” ke ibukota kecamatan Garoga. 

Sore harinya kuda kembali mengangkut kebutuhan penduduk kampung seperti minyak tanah, minyak makan, ikan asin, dsb, dari ibukota kecamatan. 

Sementara penduduk yang ingin ke ibukota kecamatan dengan segala keperluannya hanya dapat mengandalakan kekuatan kedua lututnya untuk menempuh jalan terjal menanjak dan menurun sejauh lebih dari 15 kilo meter.

Masa ini berlangsung cukup sangat lama atau sekitar 55 tahun, yaitu sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 hingga pertengahan 2010. 

Melewati tiga pergantian era di negeri ini: orde lama, orde baru hingga era reformasi, serta melampaui 5 kali pergantian presiden, mulai dari kepemimpinan Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdulrahman Wahid hingga Megawati Soekarnoputri. 

Sedemikian lamanya masa kegelapan itu sehingga penduduk disanapun terlalu yakin bahwa kampung kami selamanya akan seperti itu dan tidak akan pernah dapat dilalui kendaraan roda 2 atau 4 hingga “portibi marokso” atau dunia kiamat.

Pesona kampung Hadataran-Hapesong yang dikepung gunung-gunung tinggi.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS
Pesona kampung Hadataran-Hapesong yang dikepung gunung-gunung tinggi.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS
Yang kedua adalah Zaman Eksavator, yaitu ketika Bupati Tapanuli Utara Torang Lumban Tobing  pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berhasil membuat penduduk kampung kami berdecak kagum. 

Tatkala “robot” eksavator sukses melumat tanah tebing, memporak-porandakan batu-batu besar dan pohon-pohon untuk memperlebar jalan, dan sebuah keajaiban terjadi ketika robot baja itu berhasil menyusup ke kampung kami. 

Dalam 2 periode pemerintahannya(2004-2009/2009-2014), Torang Lumban Tobing berhasil membuka isolasi, Hoda Kuli dan jalan kaki pun perlahan digantikan kendaraan roda dua. Dan kendaraan roda empat pun degan segala perjuangannya sudah beberapa kali mendarat ke kampung kami. 

Menyaksikan hal itu penduduk kampung kami terutama yang sudah berusia lanjut terharu seakan-akan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Meskipun keadaan jalan masih apa adanya tanpa perkerasan dan aspal tetapi dapat dikatakan sejak saat itu masa kegelapan secara resmi telah berakhir lalu digantikan dengan kuda besi (bukan kuda gigit besi).

Yang Ketiga adalah Zaman Listrik, terjadi pada kepemimpinan Bupati Nikson Nababan (2014-2019/2019-2024) pada pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada masa ini ada perkerasan jalan dibeberapa titik walaupun panjangnya tidak lebih dari 1 km, kemudian ada semenisasi jalan yang bersumber dari dana desa dan panjangnya juga kurang dari 1 kilo meter. 

Pada masa ini pulalah puncak Adian yang sangat terjal itu dikeruk/diturunkan hingga lebih dari 6 meter untuk mengurangi kecuramannya. 

Tetapi momen yang paling berkesan pada masa Bupati Nikson Nababan adalah ketika akhir 2017 jaringan listrik PLN berhasil tersambung ke kapung kami dan mulai menyala persis saat penduduk kampung kami merayakan natal kelahiran Sang Juru Selamat Dunia pada malam 24 Desember 2017. 

Lagi-lagi hal ini membuat penduduk kampung kami tercengang kagum bukan kepalang dan itulah alasannya mengapa masa itu saya sebut sebagai Zaman Listrik.

Mobil salah seorang anak rantau pernah juga dapat mendarat di depan rumah.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS
Mobil salah seorang anak rantau pernah juga dapat mendarat di depan rumah.Sumber photo dari grup Facebook HAMARS

Setelah ketiga masa itu selesai penduduk kampung berharap kedepannya kondisi jalan akan semakin bertambah baik seiring dengan perkembangan pembangunan, dari pengerasan, pengaspalan curah hingga suatu saat akan di hot mix

Tetapi yang terjadi kemudian justru sebaliknya seperti yang telah saya ceritakan di atas. Kondisi jalan kembali rusak parah dan hampir seperti sedia kala walaupun masih tetap dapat dilalui kendaraan roda dua dengan nafas ngosngosan.

Kami dari kumpulan anak rantau yang tergabung dalam grup facebook HAMARS singkatan dari Hadataran Marsada atau kumpulan anak rantau dari 3 kampung Hadataran-Hapesong-Paratusan yang dibentuk oleh Jago Hutajulu, terus melakukan segala upaya. 

Salah satunya adalah dengan secara terus-menerus mengunggah foto-foto kondisi jalan di kampung kami dengan tujuan untuk menarik perhatian pemerintah kabupaten hingga pemerintah pusat atau pihak-pihak lain yang terbeban untuk membantu kami.

Dan hasilnya di awal tahun 2020 muncul harapan baru ketika Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PUPR) Kabupaten Tapanuli Utara, Ir. Anggiat Rajaguguk dan anggota DPRD Tapanuli Utara dari Partai Gerindra, Sahat Sibarani, SE turun ke Hadataran untuk meninjau langsung lokasi pembangunan jembatan seilai Rp 1 milyar yang berasal dari APBD Tapanuli Utara Tahun Anggaran 2020 (mitrabhayangkara.com 2/2/2020). 

Lebih lanjut dalam akun facebooknya Sahat Sibarani, SE mengatakan bahwa ada tambahan dana sebesar Rp 600 juta yang dialokasikan untuk perkerasan jalan dari Parsosoran ke Hadataran serta untuk memperbaiki jalan rusak dari Adian hingga ke kampung, termasuk untuk membuang gundukan tanah yang menyumbat di puncak Adian. 

Mendengar berita baik itu, semua penduduk kampung dan juga kami dari kumpulan anak rantau sontak sumringah seakan-akan mendapatkan hadiah awal tahun yang tak ternilai harganya.

Penjelasan anggota DPRD Tapanuli Utara, Sahat Sibarani, SE mengenai dana tambahan Rp 600 juta dari APBD Kabupaten untuk perbaikan jalan ke Hadataran.
Penjelasan anggota DPRD Tapanuli Utara, Sahat Sibarani, SE mengenai dana tambahan Rp 600 juta dari APBD Kabupaten untuk perbaikan jalan ke Hadataran.

Harapan Itu Tertunda

Harapan tak selalu sesuai dengan kenyataan dan impian kami untuk mendapatkan perbaikan jalan dan pembangunan jembatan, akhirnya tertunda hingga waktu yang tak pasti. 

Pandemi corona virus deases 19 (covid-19) yang menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia telah merubah banyak hal, termasuk dalam hal perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Dana APBD Kaputen Tapanuli Utara sebesar Rp 1,6 milyar yang tadinya dianggarkan untuk perbaikan jalan dan pembangunan jembatan ke kampung kami, sayup-sayup terdengar dengan sangat terpaksa dialihkan ke biaya penanggulangan pandemi Covid dan untuk membantu masyarakat yang terdampak.

Memang kampung kami hingga hari ini masih aman dari covid-19 tetapi dampaknya cukup kuat mematahkan mimpi kami untuk memiliki jalan dan jembatan yang lebih bagus. Dan saat ini hingga waktu belum jelas, jalan ke kampung kami masih terus begitu-begitu saja. 

Melalui artikel ini saya mengetuk pintu hati para donatur, agar sudi kiranya membangun jalan ke kampung kami. (RS)

Catatan: Kampung Hadataran-Hapesong-Paratusan merupakan bagian dari Desa Lontung Jae II, Kecamatan Garoga, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun