Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Menyikapi Kekalahan Barcelona dengan Arif dan Bijaksana

8 Mei 2019   09:58 Diperbarui: 6 Juli 2019   07:43 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi : Kompas.com

Walaupun saya bukan lagi fans berat Barcelona tetapi sangat pedih rasanya melihat langkah Barcelona harus terhenti di babak semifinal Liga Champions. Di luar dugaan di leg kedua tim Blaugrana dipecundangi Liverpool 4-0 yang membuat agregat berubah menjadi 3-4 untuk keunggulan Liverpool.

Anak saya Hesky yang masih duduk di kelas 4 SD berkata: "Seandainya waktu bisa diulang pasti Barcelona bisa menang lagi," tuturnya menggambarkan kesedihan.

"Kenapa, nak? Itu hal biasa dalam sebuah pertandingan. Harus ada yang menang dan harus ada yang kalah. Lagian untuk apa dipikirkan? Apa untungnya bagi kita jika Barcelona ataupun Liverpool yang juara?" kataku menghibur anakku Hesky sekaligus berusaha menghibur diriku sendiri.

Betul juga, untuk apa saya memikirkan Barcelona yang tidak pernah memikirkanku? Dan apa untung atau ruginya jika Barcelona menang ataupun kalah? Hanya kepuasan bathinkah? Selebihnya apa yang saya dapatkan? Tetapi mengapa pula hati ini masih galau dan susah move on?

Hahahaha... entahlah. Saya sudah berusaha melupakan kegagalan yang menyakitkan itu tetapi nampaknya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada proses dan ada variabel waktu yang harus dilalui untuk pemulihan luka bathin.

"Hah...? Sudah menang 3-0 tidak bisakah mereka menahan seri atau mencetak 1 gol saja? Sungguh terlalu. Ini sudah yang kedua kalinya terjadi setelah tragedi di Stadion Olimpico 1 tahun lalu. Ketika itu Barcelona juga harus kandas di babak semifinal setelah dihajar AS Roma dengan skor 3-0," saya masih tetap membathin.

Intinya menerima kekalahan itu memang tidak mudah. Sekalipun kita sudah berusaha menerimanya tetapi tetap saja masih sakit. Ada hal ini dan itu yang selalu kita pikirkan. 

Tiba-tiba pikiranku terbawa kepada masalah hasil Pemilu yang saat ini masih dalam tahap penghitungan. Bagaimana pula dengan Capres-cawapres dan pendukungnya yang dinyatakan kalah oleh KPU?

Begitu juga dengan caleg DPR RI, DPRD propinsi/kabupaten/kota dan calon DPD RI yang telah mengeluarkan tenaga dan dana yang tidak sedikit tetapi tetap juga kalah? Bagaimana mereka harus menyikapi dan menerima kekalahan itu dengan ikhlas?

Entahlah... Tetapi sudah seharusnyalah setiap manusia itu dapat menerima segala kenyataan itu dengan ikhlas dan lapang dada. Walaupun berat dan walaupun sakit tetap tidak boleh melakukan tindakan yang dapat mendatangkan masalah baru yang lebih buruk.

Belajarlah menerima kenyataan dan mensyukurinya sekalipun itu pahit. Belajar menerima kekalahan dengan arif dan itulah yang disebut bijaksana.

(RS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun