Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pemanasan Global, Sebuah Refleksi Menjelang Hari Bumi

2 Februari 2018   12:38 Diperbarui: 2 Februari 2018   14:18 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bumi semakin panas dan terus bertambah panas. Ozon semakin menipis dan sinar matahari masuk tanpa filter dan bumi hampir tanpa selubung. Sementara asap industri dan asap pembakaran hutan hampir tidak dapat keluar dari bumi akibat terkurung oleh CO2 yang semakin menebal.

Ini adalah keadaan yang sangat berbahaya dan mengerikan. Sakit-penyakit menghantui dan tak henti mengejar penduduk bumi. Penyakit lama belum terobati, penyakit jenis baru yang lebih mematikan muncul bagaikan lidah api. Pertama-tama kecil dan lambat laun menjalar membakar dan menghanguskan tubuh.

Dunia semakin panas dan terus bertambah panas. Tanah mengering, retak dan tandus. Lahan gambut dibakar lalu terbakar dan meradang menjilati pohon kecil dan besar. Asap mengepul lalu membubung tinggi ke angkasa. Langitpun berduka tetapi tidak bisa menangis.

Dunia semakin panas dan terus bertambah panas. Air semakin langka, kehidupan semakin merana. Makhluk-makhluk penghuni hutan meradang, menerjang lalu meregang dan punah. Mati sebelum waktunya ditelan panas terik.

Dunia semakin panas dan terus bertambah panas. Manusia semakin tamak, semakin egois dan semakin buas. Tanah semakin keras dan manusia jauh lebih keras, lebih keras dari batu besi. Mereka tetap mengeksploitasi alam tanpa rasa iba sedikitpun.

Dunia semakin panas dan terus bertambah panas. Manusia semakin keras dan bertambah tamak. Meradang, menerjang lalu meregang nyawa. "Siapakah yang peduli nasib kami, kami juga ingin hidup 1000 tahun lagi!"

Dunia semakin panas dan terus bertambah panas, lalu terbakar menjadi lautan. Lautan api yang tidak mati-mati. Tidak terpadamkan oleh siapapun karena hujan tidak ada lagi.

Mereka menjerit meminta kematian tetapi mereka tidak kunjung mendapatkannya.

Bumi tidak lagi panas karena bumi tidak ada lagi, sudah berubah menjadi api. Api tidak lagi panas dan juga tidak dingin. Tidak ada yang dapat merasakannya kecuali mereka yang terbakar di dalamnya.

Dan mereka tidak dapat bercerita kepada siapapun karena tidak ada yang dapat mendengar cerita mereka. Mereka sama-sama di dalamnya dan mereka sama-sama merasakannya tetapi mereka tidak mati-mati. Mereka tetap ada terbakar dalam api tetapi tidak pernah mati, seperti api.

Pancur-Lingga Utara, 06/08/2017

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun