Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hex....

8 Desember 2017   08:28 Diperbarui: 17 Februari 2018   20:25 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nga sahat tudia nakkin dihatai hamu?" (Sudah sampai dimana tadi pembicaraan kalian?), tanyanya menyambung.

"Taringot tu karet, oppung. Saonari karet lagi musim. Par-Pearaja nga mamora dibaen karet. Termasuk ma baean si Naektua Sipahutar" (Mengenai kebun karet, oppung. Sekarang sudah banyak orang yang kaya karena karet, termasuk saudara Naek Sipahutar di Pearaja), kataku.

"Hahaha... ", kemudian beliau tertawa.

"Di boto ho do hex? Hea do dibege ho hex?" (Kalian tau hex)? Kalian pernah mendengar kata Hex?), tanya beliau.

"Dang hea, oppung" (belum pernah, oppung), kataku.

"Ditikki zaman Sukarno najolo, adong do dibaen istilah hex. Ise namanuan karet dilaporhon ma tu camat, annon leanon na ma hepeng hira-hira 500 ribu tu arga nuaeng. Sude ma jojor jabu marlomba manuan karet. Sude ma haliang hutaon karet. Tujuanna lao bersaing tu Malaysia. Alana si Sukarno sogo rohana mamereng Malaysia"

(Dahulu pada zaman Soekarno, ada digunakan istilah Hex. Siapa yang menanam karet, silahkan laporkan ke Camat setempat, dan nanti akan diberikan uang setara dengan 500 ribu untuk nilai uang sekarang. Tujuannya agar dapat bersaing dengan Malaysia, karena Soekarno tidak suka dengan Malaysia), cerita beliau semangat.

"Alai di botoho do muse? Dung balga karet i, dang adong be arga ni karet. Gabe di taba i ma karet i mambaen soban" (Tapi kalian tahu apa yang terjadi kemudian. Setelah pohon karet besar itu harga karet turun kemudian pohon karet itu diditebang untuk membuat kayu bakar), sambungnya sambil tertawa.

Beberapa tahun kemudian setelah beliau pergi untuk selamanya, prediksi beliau betul-betul terjadi. Harga karet rontok. Petani karet mengeluh dan meninggalkan kebun karetnya. Hanya saja mereka tidak tega menebang pohon karetnya dan menjadikkannya kayu bakar. Sambil berharap suatu saat harga karet dapat kembali membaik.

Saya dengar rumah beliau sekarang sudah kosong. Anak-anaknya semuanya merantau. Tak satupun tinggal di kampung. Sepeninggal oppung baoa, oppung borupun pergi ke rumah anak-anaknya di perantauan.

Kondisi oppung boru yang sudah tua dan kurang sehat tidak kuat sendirian di rumahnya. Itulah mungkin salah satu alasan mengapa rumah itu dibiarkan kosong sampai hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun