Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Elemen Elementer di Kompasiana

15 Maret 2016   23:21 Diperbarui: 18 Maret 2016   13:47 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Elemen Elementer. Sumber: Screen-shot Pedoman EYD"][/caption]Ingatanku melayang kembali ke tahun-tahun menghabiskan masa sekolah SMP di kota kecil tempat kelahiranku. Di bangku SMP, di pelajaran Bahasa Indonesia, aku menemukan sosok aneh. Seorang guru yang menyuruh muridnya menulis ulang buku Ejaan Yang Disempurnakan. Ya! Menulis kata demi kata di buku EYD ke sebuah buku tulis. Buku EYD itu harus ditulis ulang, persis sama. Begitu perintahnya.

“Kegilaan macam apa ini?” itu yang terlintas ketika itu. Tetapi karena gurunya super galak, setidaknya pernah menampar pipi temanku yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah unik itu, seluruh kelas akhirnya selalu berhasil dengan baik menyelesaikannya. Juga karena pekerjaan rumah ‘menyebalkan’ ini diperiksa satu-satu dan ditanda-tangani sang guru. Pelajaran itu berlangsung 1 semester, tepatnya semester lima di tahun tiga. Kelegaaan mendera ketika akhirnya kata terakhir di buku itu berpindah ke buku tulis di akhir semester. Berakhir sudah penderitaan. Penderitaanku dan teman-temanku. Ejaan yang disempurnakan itu, dengan sempurna melekat di otak. Teringat hingga kini, walaupun sebagian sudah terkikis. Tentunya karena tidak pernah diperhatikan dan juga usia yang mulai mendewasa.

Ternyata, pengalaman puluhan tahun yang lalu itu akhirnya menemukan makna dan ruangnya kini. Hampir 35 tahun pengalaman itu berlalu. Ketika aku diingatkan betapa bergunanya pengalaman itu dan pengalaman itu adalah pengalaman yang sangat berharga, aku menyesal. Aku menyesal ketika dulu suka mengumpat dan memaki guruku itu, tentunya dalam hati. Sehingga aku berfikir kini, seharusnya bukannya umpatan yang aku berikan kepada guruku itu, tetapi rasa terimakasih yang tiada terhingga.

Ingatan ini juga sebenarnya yang membuat aku tidak berani untuk menuliskan pikiranku ke kompasiana. Sudah sekian lama menjadi anggota, lebih dari dua tahun, tidak satupun tulisan yang diunggah. Banyak yang aku pikirkan. Sebelum berfikir tentang isi tulisan, sudah banyak pertanyaan tentang benar tidaknya cara penulisanku. Kata, kalimat, tanda baca, kata depan, kata sambung, kesetaraan, kutipan, dan masih banyak lagi. Semua itu tentunya tertera di buku Ejaan Yang Disempurnakan tersebut. Penggunaan kata serapan, pemakaian kata-kata asing dan bahasa yang lebih baku, hal-hal itu terus menggelayuti. Hingga pada akhirnya tulisan hanya tersimpan di dalam folder-folder di komputerku.

Seminggu kemarin, sehabis mengikuti kursus menulis dengan instruktur wakil pemimpin redaksi media terkenal, aku menemukan frasa baru, kemampuan elementer. Kemampuan elementer itu adalah pemahaman tentang Ejaan Yang Disempurnakan itu. “Jika tulisan sudah rapih, maka sang editor akan sangat nyaman melihat tulisan Anda”, ujar sang instruktur itu. Lanjutnya,”Bereskan dulu kemampuan elementer ini!”. Meskipun itu dimaksudkan untuk tulisan yang ingin dimuat di medianya. Tetapi untuk kompasiana, tulis aja dulu, pada akhirnya kesadaran akan tata bahasa ini akan muncul. Benarkah?

Nasehat tersebut melekat dalam, sekaligus membangkitkan kenangan akan tugas ‘gila’ guru Bahasa Indonesiaku itu. Perhatian kepada tata bahasa ini harus mendapatkan tempat lebih. Untuk dapat menghasilkan tulisan yang menarik adalah ramuan bahasan yang menarik dan tata bahasa yang baik. Maka tulisan akan lebih baik dan menarik pembaca. Bisa jadi ini juga tidak sepenuhnya benar.

Memperhatikan tulisan-tulisan yang ada di kompasiana, aku menjadi lebih berani. Dengan ingatan yang masih tersisa tentang Ejaan Yang Disempurnakan tersebut, aku melihat-lihat tulisan yang ada di Kompasiana. Ternyata, kompasiana tidak terlalu ketat soal elemen elementer penulisan ini. Ini sedikit mengangkat keberanian untuk memuat tulisan pertama. Sejujurnya, setelah memuat tulisan pertama itu Kompasiana, tidurku tidak lelap.

Meneliti sedikit lebih dalam dengan memperhatikan tulisan-tulisan kompasianer yang terverifikasi, masih terdapat beberapa ketidaktepatan penggunaan elemen elementer ini. Masih terdapat banyak tulisan yang kurang memperhatian elemen satu ini. Tentunya banyak alasan untuk itu.

Kemungkinannya adalah kebiasaan menulis dengan bahasa gaya bahasa lisan. Mungkin bahasa lisan yang dituliskan lebih menarik. Bahasa yang tidak kaku. Penggunaan media sosial dengan ruang yang sempit bisa juga menjadi pendorong kebiasaan menulis dengan bahasa yang singkat, disingkat dan tanpa kaidah tata bahasa yang benar. Mungkin juga, guru-guru sudah banyak yang melupakan pengajaran tentang EYD ini.

Beberapa contoh sederhana yang bisa disajikan adalah kalimat-kalimat yang tidak diawali dengan huruf besar. Penggunaan tanda baca yang berlebihan juga didapati. Penggunaan kata depan yang kurang pas juga banyak ditemukan. Nama-nama tempat dan kota sering sekali juga tidak diikuti oleh huruf besar. Tentunya, saya tidak berani untuk menyebutkan nama-nama kompasianernya. Bisa bahaya!

Ini tentunya bisa jadi hal yang dapat diabaikan, jika kita hanya perduli dengan konten. Di samping itu, kompasiana juga tidak menyediakan editor. Bisa jadi pengelola kompasiana ini akan ‘teler’ jika harus menghadapi banyaknya tulisan yang diproduksi oleh para kompasianer yang sangat aktif menulis. Pasukan kompasiana sekarang tentunya akan kewalahan memeriksa setiap tulisan yang diunggah, memeriksa setiap kata, kalimat, tanda baca demi memenuhi kesempurnaan akan penggunaan elemen elementer ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun