Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Act of Kindness Kita Disalahartikan

27 Agustus 2025   21:42 Diperbarui: 28 Agustus 2025   06:46 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penumpang bus TransJakarta (Unsplash/Agung Prasetyo)

Ketika seorang difabel memutuskan untuk beraktifitas secara normal di ruang publik seperti orang lainnya. Setidaknya ia telah menyiapan mentalitas untuk lebih siap menghadapi segala kemungkinan. Termasuk ketika kondisinya mungkin akan menjadi perhatian orang lain dan bisa menimbulkan rasa iba.

Kecuali jika ia memang berniat untuk menggunakan jasa moda publik dan memanfaatkan fasilitas yang memang tersedia untuk orang dengan kebutuhan sepertinya. Mentalistasnya jauh lebih siap. Mungkin orang model seperti itulah yang saya temui dalam kasus saya dahulu.

Sikap dan cara perlakuan di dalam keluarga yang memiliki anak dengan kondisi khusus atau kekurangan, yang "mengharuskan" ia mandiri juga bisa membuat seorang difabel memiliki mindset agar menjadi orang yang siap mental ketika berhadapan dengan apa pun jenis sikon di ruang publik yang normal.

Kondisi inilah yang menyebabkan cara penerimaan orang difabel di ruang publik terhadap act of kindness berbeda-beda.

Konon lagi dalam adat ketimuran kita, ewuh pakewuh dan kepedulian itu masih sangat luar biasa. Tidak hanya melihat sisi gender, usia, apalagi kondisi orang dengan kekurangan. Secara reflek banyak orang langsung bertindak. Bahkan jika ada yang berusaha cuek, maka orang lain tidak segan menegur untuk memberikan ruang duduknya untuk orang yang lebih membutuhkan.

orang berkebutuhan khusus di ruang publik-oppal.com
orang berkebutuhan khusus di ruang publik-oppal.com

Bahkan ketika ada ruang khusus untuk difabel, orang dengan suka rela membiarkan ruang itu kosong karena merasa "tidak layak" menggunakan ruang itu. Semacam kesepakatan tidak tertulis dan semua orang memahaminya. Kecuali dalam situasi darurat.

Intinya bahwa apa pun kemungkinannya, baik atau buruk, ketika melakukan tindakan act of kindness kita juga membutuhkan mentalitas yang siap. Dalam realitasnya bukan tidak mungkin kebaikan kita bisa disalahartikan, sekalipun dasarnya kita melakukan semua itu dengan ketulusan.

Kesiapan mental itu dibutuhkan agar kita tidak merasa berkecil hati, tersinggung ketika kebaikan kita dianggap merendahkan, menghina atau dianggap pamrih demi mendapatkan pujian dari orang lain. Bersikap baik tak perlu menunggu momen, dan tak perlu mengharap sesuatu. Saya belajar untuk ikhlas dari peristiwa itu dan kini lebih siap mental.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun