Di balik pria sukses, ada perempuan hebat—begitu kata pepatah lama. Saya yakin semua orang tahu, meskipun saya masih meyakini ada yang tidak sependapat. Tapi saya tidak akan berdebat soal itu. Ada sesuatu yang menarik dari kisah Robert Kiyosaki, penulis buku legendaris Rich Dad Poor Dad, lebih tepatnya ini tentang Kim Kiyosaki, perempuan yang bukan hanya pendukung, melainkan motor penggerak yang tak terduga.
Kim Kiyosaki, istrinya, bukan hanya pasangan hidup bagi Robert, tetapi juga rekan bisnis yang berani mengambil risiko besar. Ketika ia memutuskan meminta kepada Robert agar mencetak bukunya, dan menjualnya kepada tetangganya, hingga akhirnya ia mengirimkan naskah buku itu ke acara Oprah Winfrey tanpa sepengetahuan sang suami.
Hal yang mengejutkan, saat itu Robert sedang menjelajah pedalaman Amerika Latin. Ia baru saja menjejak tujuannya setelah berhari-hari menempuh perjalanan sulit ketika kabar Kim memintanya segera pulang dengan “memaksa” masuk dalam notifikasi pesannya. Meskipun kesal, tapi keputusan Kim itulah yang mengubah hidup mereka.
Romansa, Antara Risiko dan Realita
Menurut saya kisah itu sangat menarik untuk menyemangati ketika pasangan memutuskan untuk berbisnis bersama. Kisah pasangan Kiyosaki menjadi contoh menarik tentang bagaimana cinta dan bisnis bisa bertemu. Memang, bukan tanpa risiko, konflik, atau drama. Realitasnya tidak mudah menyatukan bisnis dan romansa, karena bisa menjadi muasal drama keluarga.
Harus dipahami bahwa ketika pasangan memutuskan untuk berbisnis bersama, yang dibawa ke ruang dan kesepakatan bisnis itu bukan cuma ide dan modal, tapi juga emosi, ego, dan sejarah hubungannya. Tak seperti hubungan profesional biasa, dalam hubungan ini ada kedekatan emosional yang, kalau tidak dikelola dengan bijak, justru bisa menjadi racun bagi keberlangsungan bisnis.
Siapa yang bisa membayangkan pasangan yang serasi, mesra bisa berantem karena urusan bisnis yang dikelola bersama. Tapi itu bukan sesuatu yang mustahil terjadi, apalagi jika menyangkut ego dan cuan yang selangit.
Jadi seperti kata pakar psikolog hubungan dan organisasi, Dr. Laksmi Ayu Saraswati, bahwa boundaries atau batasan yang kabur antara peran pribadi dan profesional sering jadi penyebab utama konflik. "Kalau kamu marah karena keputusan bisnis, bisa jadi kamu jadi dingin di rumah. Sebaliknya, kalau habis bertengkar di rumah, bisa jadi rapat pagi penuh ketegangan yang tidak perlu," katanya. Rasanya kita sepakat ya, karena urusannya tidak lagi sesederhana sekedar cinta dan romansa pasangan biasa—ini bisnis.!
Tantangan-tantangan klasik pasangan pebisnis yang sering diabaikan pasangan ketika membangun bisnis paling tidak menyangkut empat hal—tapi ini kata pakar ya.
Pertama, terkait ego dan dominasi. Ketika salah satu pasangan merasa lebih "penting" dalam bisnis, entah karena merasa lebih berpengalaman, atau merasa punya ide awal. Atau pasangan dianggap tidak mumpuni berbisnis karena terlalu memakai hati, hal ini bisa menyebabkan ketimpangan kekuasaan yang melebar hingga membuat rumah tangga amburadul.
Kedua, berkaitan dengan perbedaan gaya kepemimpinan. Bagaimanapun banyak kasus di mana tak semua orang bisa memimpin dengan cara yang sama. Bisa jadi satu sangat terstruktur, lainnya penuh improvisasi. Ketika ini tidak dibicarakan secara terbuka, hasilnya bisa chaos. Pasangan suami-istri yang mesra bisa tak saling berbicara berhari-hari.
Ketiga, minimnya pemisahan peran. Sebenarnya kunci dalam bisnis, peran harus jelas sekalipun dijalankan oleh pasangan. Siapa yang pegang keuangan? Siapa urus marketing? Tanpa kejelasan ini, konflik akan mudah muncul karena merasa "semua kerjaan gue". Dianggap ada yang berperan atau bekerja lebih sementara pasangannya santai-santai saja.
Keempat, tidak ada waktu pribadi. Tentu saja ini sebenarnya masalah yang jamak terjadi dan sangat klasik. Ironis memang, ketika pasangan yang berbisnis bersama bisa jadi malah makin jarang punya waktu pribadi. Karena obrolan selalu seputar kerjaan. Hubungan bisa hambar, dan keintiman emosional jadi tergerus. Di tempat tidur saja bisa ngobrol untung rugi perusahaan. Kapan waktu quality time-nya.
Pelajaran dari Kiyosaki dan Kim, Komunikasi Radikal itu Harus!
Lantas apa hubungan semua masalah di atas dengan kisah Robert dan Kim Kiyosaki.? Jadi, ketika buku Rich Dad Poor Dad selesai ditulis, Robert ingin menyebarkannya secara organik, bahkan ia cenderung kurang percaya diri sehingga memilih lewat seminar dan komunitas kecil.
Sebaliknya Kim berpikir lebih besar. Tanpa seizin Robert, ia menghubungi tim Oprah Winfrey dan mengirimkan satu copy buku yang dicetaknya terbatas. Ketika Robert tahu, ia mengaku sempat bingung, tapi hari itu menjadi titik balik. Setelah kemunculannya di acara Oprah, bukunya meledak karena laku jutaan copy, dan menjadi babak baru karena Robert mulai dikenal dunia.
Apa hikmahnya? Terkadang, pasangan kita bisa melihat potensi yang belum kita lihat sendiri. Namun, kuncinya adalah kepercayaan dan kemampuan untuk mendengar, bahkan ketika ego menolak sekalipun.
Jadi agar bisnis dan cinta tak berakhir drama, lagi-lagi berdasarkan kisah Robert dan Kim ditambah saran para pakar, setidaknya kita harus menggaris bawahi beberapa catatan berikut, terlepas setuju atau tidak setuju, karena pada akhirnya kita sendiri yang memutuskan apakah saran tersebut tepat kita jalankan.
Pertama, tentukan peran sejak awal. Meski dengan cara dan pendekatan penuh romansa sekalipun. Ibarat sedang membangun startup profesional, penting untuk menuliskan peran dan tanggung jawab masing-masing. Tak perlu terlalu formal, tapi jelas. Istri perannya apa, dan paksu alias suami perannya apa.
Kedua, pisahkan waktu rumah dan kantor. Jadi sejak awal kita harus membiasakan terapkan waktu bebas bisnis, misalnya jam 8 malam ke atas dilarang membahas kerjaan. Ini membantu menjaga hubungan tetap romantis, bukan hanya transaksional. Seru kan!.
Ketiga, buat ruang untuk tidak sepakat, Maksudnya apa?. Harus kita pahami bahwa tidak semua keputusan harus disepakati bersama. Tentukan domain masing-masing, di mana satu punya hak veto penuh. Ini mencegah perdebatan tanpa ujung. Sekalipun yang berbisnis pasangan.
Keempat, konsultasi profesional jika perlu. Ini untuk menjelaskan secara profesional segala sesuatunya tentang bisnis. Jadi tidak ada salahnya berkonsultasi ke mentor bisnis, terutama jika konflik mulai mengganggu produktivitas atau kehidupan pribadi. Ini berkaitan dengan saran profesional yang terakhir.
Kelima, ingat tujuan awal. Jadi ketika konflik mulai timbul, cobalah untuk mengingat kembali pada "mengapa" memulai bisnis ini bersama. Apakah untuk kebebasan waktu? Stabilitas finansial? Atau misi bersama? Ini bisa menjadi jangkar emosional saat badai datang.