Terus terang saya masih bingung jika diharuskan memikirkan pasive income yang bisa membuat "uang bekerja untuk kita". Ketika awal membangun bisnis laundry saya ragu, apakah pilihan itu tepat dan bisa menjadi sumber uang baru yang bisa membangun passive income seperti harapan saya.
Saya semakin merasakan tantangan itu ketika situasi ekonomi belakangan ini  makin membuat orang berpikir panjang untuk membelanjakan uangnya yang otomatis berdampak pada usaha rintisan yang saya lakukan sebagai sumber pendapatan baru.
Alasan klasiknya tentu bukan sekedar menjadi lebih kaya, tapi lebih karena kebutuhan-kebutuhan rumah tangga, anak-anak bersekolah yang makin membutuhkan cadangan dana dalam jumlah yang makin besar.
Belum lagi memikirkan dana cadangan untuk kesehatan dan juga pelesiran---itukan kebutuhan penting juga agar kita bisa refesh pikiran dan stamina setelah kerja keras memburu uang.
Nah ketika harus memikirkan bagaimana caranya mengganti peran agar uang yang berikutnya bekerja ternayta tidak semudah yang kita kira, tentu saja karena pilihan yang disarankan banyak pakar manajemen keuangan juga banyak dan kompleks caranya.
Kita mungkin bisa merasakan jika kini orang semakin berhati-hati berbelanja. Mengecek harga sembako dengan lebih detil dan perhitungan, begitu juga ongkos transportasi dan cicilan utang sambil berharap ada pemasukan tambahan.
Sedangkan 'passive income' banyak dipandang sebagai jalan pintas menuju kebebasan finansial, padahal seringkali bisa menjadi sekedar janji kosong jika kita gagal  mengelolanya dengan baik.
Bagaimana memilih dan menempatkan passive income pada posisi yang logis, realistis, juga membutuhkan effort awal yang lumayan sulit. Memang sekarang bisa kita temukan solusinya, tapi itupun harus disertai kehati-hatian, jika tidak ingin menjadi masalah baru. Dan jika pilihan kita tepat bisa menjadi fondasi pendapatan pasif yang cerdas dan bertanggung jawab, dengan risiko terkontrol bukan dihindari.
Pertama; Manfaatkan Monetasi via Konten Digital Pendidikan. Alasan awalnya sebenarnya hobi, tapi tidak juga saya pungkiri karena sisitem monetisasi kini telah merambah medsos yang luas keinginan untuk menjadikannya sebagai sumber pendapatan baru juga muncul.
Harapannya menguat ketika kemarin mengunjungi toko buku Gramedia. Disana menemukan banyak sekali ide, dari buat buku hingga membuat konten digital bermanfaat. Tentu saja agar bisa berbagi ilmu dan informasi sekaligus memanfaatkan monetisasinya.
Membuat konten sekarang ini menjadi pekerjaan jangka panjang yang bisa menjadi ladang passive income jika dikelola konsisten. YouTube, blog, dan podcast memungkinkan saya dan banyak orang bisa menciptakan konten sekaligus menyimpannya sebagai aset digital.
Saya sejak lama memiliki impian juga memanfaatkan garasi rumah sebagai tempat les. Mengajar kelompok atau privat dan merekam prosesnya, kemudian upload ke YouTube, agar kanalnya punya konten yang up date dan bermanfaat karena semakin luas jangkauannya.
Jadi menurut saya monetisasi konten bukan melulu hanya soal viralitas. Bisa saja tentang konsistensi topik, gaya personal, dan pengemasan rapi. Semua tergantung kita, hanya saja konten bermanfaat tentu lebih kita utamakan daripada sekear mengajar konten viral saja-tapi isinya kosong tanpa pesan.
Memang semuanya butuh modal waktu, alat, dan tentu saja kemampuan belajar editing dasar, dan syukurlah saya telah memiliki dasar itu.
Kedua; Berinvestasi di Reksa Dana dan Obligasi Ritel. Pilihan bagi yang tidak nyaman dengan risiko tinggi saham, ada opsi pendapatan pasif dari bunga yang relatif aman seperti reksa dana pasar uang dan obligasi ritel negara (seperti ORI dan SR).
Meskipun saya mengajar pelajaran ekonomi tetap saja untuk praktiknya harus belajar banyak. Misalnya saja jika ada produk keuangan yang kita beli mulai dari Rp1 juta. Contohnya, ORI025 yang diterbitkan Maret 2025 lalu, menawarkan kupon tetap sebesar 6,25% per tahun. Artinya, dengan menanam Rp10 juta, saya berpeluang menerima sekitar Rp625.000 per tahun tanpa perlu menjual aset.
Sebenarnya dengan fakta itu, bukan besarannya yang jadi daya tarik, tapi kestabilannya. Dengan strategi investasi bulanan (dollar cost averaging), passive income bisa tumbuh dari bunga yang stabil dan bebas pajak. Tapi saya merasa agak riskan memilih jenis investasi ini. Mungkin karena konservatif dan tidak biasa bermain risiko.
Ketiga; Properti Mikro Kamar Kos. Saya sepakat bahwa membangun properti tidak harus selalu rumah besar atau apartemen mewah. Sekarang di jaman prihatin pilihan yang simpel dan minimalis juga layak jadi pilihan kita berinvestasi. Lihat saja sekarang ini banyak anak muda yang memilih membeli atau menyewa ulang unit kecil di lokasi strategis, seperti dekat kampus atau rumah sakit, selain dipakai sendiri juga untuk disewakan harian atau bulanan.
Saya juga melihat peluang itu karena tinggal di kampus dan memiliki tanah sisa di sisi rumah yang bisa dijadikan kamar kos mungil dan minimalis.
Tentu saja ini investasi yang menarik dan sangat potensial, sekalipun kita harus merogoh kocek sedikit dalam pada awalnya. Misalnya saja satu kamar kos sederhana yang dikelola dengan baik bisa menghasilkan Rp1,2 juta--Rp2 juta per bulan. Dengan bantuan platform digital seperti Mamikos, Travelio, atau bahkan TikTok, promosi menjadi murah dan menjangkau langsung calon penyewa.
Tapi kita juga harus menyiapkan sistem pengelolaan yang bisa berjalan meski kita tidak selalu hadir. Apalagi jika pekerjaan kita menyita waktu dan cenderung menjadi sibuk, Sehingga jika memilih mengerjakan dan mengontrol sendiri akan menyita waktu. Sehingga kita bisa memakai jasa bersih-bersih berkala, sistem kunci digital, dan komunikasi terotomasi. Misalnya dengan memilih meteran token daripada meteran bersistem abonemen.
Keempat; Usaha Dropship dan Produk Digital. Ketika datang menjemput paket melihat banyaknya tumpukan paket terpikir untuk menjalankan bisnis ini. Bagi yang tidak suka menyimpan stok atau modal besar, pilihan skema dropshipping lokal masih cocok jadi pilihan. Kita bisa menjual produk seperti kopi yang banyak di Aceh, pinang, herbal, kerajinan, dan supplier langsung mengirim ke pembeli atas nama kita. Hanya saja tantangannya adalah persaingan, karenanya kita ditantanng terus berkreatifitas agar tidak kalah saing.
Sekarang seperti disarankan putera saya, UMKM juga mulai menciptakan produk digital. Dan menurutnya itu mata dagangan yang potensial seperti; e-book resep, template CV, desain undangan, yang bisa dijual berulang tanpa produksi fisik. Sekali dibuat, tinggal promosikan dan terima transaksi otomatis.
Hanya asja kita butuh keahlian yang tidak sepele. Kita bisa memanfaatkan banyak platform seperti Etsy, Tokopedia Digital, atau bahkan WhatsApp Catalog. Tapi saya masih berpikir keras, seklipun saya memahami kerja-kerja digital seklipun.
Kelima; Kursus Mini dan Lisensi. Saya menyukai Asuransi dan matematika. Saya berpikir bisa memanfaatkan kemampuan itu anggap saja seperti sedang mengajar di depan kelas. Artinya potensi menjual pengetahuan kita sendiri juga sebuah peluang bisnis. Saya membayangkan sebuah mini kursus, seperti "Bahasa akuntansi dasar untuk persiapan ujian" atau "Mengatur Keuangan Harian dengan Excel." Apalagi selama ini saya memanfaatkan Excel tersebut, jadi tinggal dibadi saja ilmunya menjadi sebuah konten.
Sekarang makin banyak platform tersedia, seperti Udemy, Skillshare, bahkan Google Classroom bisa digunakan untuk menjual pengetahuan kita secara mandiri. Sekarang dosen mulai membuat video lesson pack yang bisa diakses berbayar oleh murid di luar kampus. Guru seharusnya juga melakukan hal yang sama.
Tak perlu rumit yang penting mudah dipahami dan komunikatif dalam penyampaiannya, itu sudah bisa menjadi konten edukasi. Kuncinya menurut saya bukan pada kemewahannya, tapi kegunaan konten yang kita bagikan tersebut.
Ketika menemukan banyak pilihan seringkali barulah kita lebih terbuka dan realistis ketika memilihnya. Pada prinsipnya tidak semua passive income itu instan. Banyak orang masuk dengan ekspektasi cepat kaya, tapi justru tersandung di bulan ketiga. Ketika memilih kita harus fokus agar mudah adaptasinya.
Kita akan menyadarinya ketika tantangan tak terduga datang. Misalnya video sepi pengunjung, penyewa kamar kos suliit didapatkan. Atau jika pilihannya investasi, kupon obligasi bisa turun jika suku bunga berubah.
Semua pilihan ada risikonya dan harus bisa kita kelola. Butuh komitmen, kesabaran apalagi pada proses awal. Passive income yang paling berhasil justru lahir dari model yang realistis, bisa diukur, dan terus dievaluasi, namun banyak orang mengabaikan hal itu dan menganggapnya benar-benar kerja sampingan ala kadarnya.
Bagaimanapun membangun passive income tidak mudah, karena harus disikapi dengan cerdas, disiplin, dan adaptif. Di masa ekonomi sulit, punya aliran pemasukan dari satu atau dua sumber tambahan bisa memberi rasa aman emosional dan ruang napas finansial.
Semua butuh titik awal memulainya. Perlahan dari hal kecil yang bisa dikerjakan setiap hari, sebuah video, satu tabungan reksa dana, satu kamar kosong, atau satu naskah e-book. Pilihan tergantung mood, passion dan kecintaan kita pada sesuatu agar semesta mendukung kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI