Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Di Balik Piring MBG, Mengapa HACCP Tak Boleh Diabaikan?

7 Mei 2025   23:01 Diperbarui: 11 Mei 2025   00:30 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semuanya dimaksudkan agar memudahkan dalam mendeteksi temuan kasus terhadap makanan yang menjadi objek pemantauan.

program MBG -cnnindonesia
program MBG -cnnindonesia

Mengapa HACCP Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis?

Tentu saja ini menjadi hal yang menarik kita kaji terutama dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung oleh pemerintah yang selama ini ditujukan, memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi seimbang untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Namun, di balik niat baik tersebut, distribusi makanan dalam jumlah besar, melibatkan banyak pihak penyedia, dan proses yang kompleks justru meningkatkan potensi risiko keamanan pangan.

Ini yang seringkali "terabaikan" tingkat keamanannya. Misalnya karena masa persiapan yang butuh waktu dikerjakan lebih lama dari waktu disajikan sehingga bisa membuat bahan-bahan makanan olahan terkontaminasi bakteri. Atau karena kurangnya sistem sanitasi dan higienitas dalam pengolahan makananya.

Kasus-kasus keracunan yang terjadi menunjukkan bahwa kontrol atas kualitas makanan belum optimal. Banyak dapur produksi belum menerapkan prinsip-prinsip dasar HACCP. Padahal, dalam skala besar seperti ini, penerapan HACCP adalah kebutuhan mutlak, bukan pilihan.

Tanpa sistem yang jelas untuk menganalisis bahaya dan menentukan titik-titik kritis (misalnya, suhu pemasakan, waktu penyimpanan, atau kebersihan peralatan), risiko makanan tercemar menjadi sangat tinggi. Akibatnya, anak-anak -- kelompok yang paling rentan terhadap infeksi makanan -- menjadi korban.

Apakah penerapan HACCP masih menjadi kendala dan tantangan dalam pelaksanaanya. Tentu saja dengan kemunculan kasus menunjukkan bahwa masiha da titik lemah yang harus terus diperbaharui untuk memastikans eluruh menu sajian makanan MBG harus sesuai standar kesehatan yang ada.

Selain faktor teknis pengolahan da peralatan, kemungkinan yang bisa menjadi penyebab adalah kurangnya pelatihan dan pengetahuan yang dimiliki para penyedia, pelaksana program MBG. Menurut temuan masih banyak penyedia makanan di tingkat lokal belum mendapatkan pelatihan yang memadai tentang keamanan pangan, apalagi spesifik tentang HACCP. Standar ini memerlukan pemahaman teknis yang cukup dalam, yang tidak bisa hanya diajarkan dalam waktu singkat.

Begitu juga soal penerapan HACCP memerlukan investasi awal untuk sistem monitoring, peralatan standar, dan dokumentasi. Bagi dapur-dapur skala kecil, ini bisa menjadi beban yang berat tanpa dukungan dari pemerintah.

Bagaimanapun pengawasan yang lemah karena ketiadaan audit rutin dan pengawasan ketat, bahkan dapur yang menyatakan menerapkan HACCP bisa saja mengabaikan prinsip-prinsip penting karena tekanan waktu atau biaya.

Tentang kebutuhan sistem manajemen mutu terpadu sangat dibutuhkan apalagi Program MBG melibatkan banyak pihak. Pemerintah pusat, daerah, sekolah, penyedia makanan, dan tenaga lapangan. Tanpa koordinasi dan sistem mutu yang terpadu, penerapan HACCP akan sulit konsisten.

program MBG-RRI
program MBG-RRI

Perlunya Standar HACCP yang Lebih Baik 

Dan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, perlu dilakukan langkah-langkah yang lebih baik. 

Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan semua penyedia makanan MBG menerapkan HACCP. BPOM dan Dinas Kesehatan daerah dapat memberikan sertifikasi setelah audit menyeluruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun