Orang tua yang terlalu menuntut, juga bisa berdampak buruk. Meskipun dengan tujuan niat baik, tanpa sadar menciptakan tekanan mental. Kata-kata seperti “Pokoknya harus ranking satu” bisa menjadi beban besar bagi anak.
Belum lagi siswa yang membandingkan diri mereka dengan teman-temannya yang memamerkan prestasi atau kehidupan ideal di media sosial. Ini memicu rasa tidak aman dan munculnya pikiran negatif. Tekanan sosial soal prestasi secara tidak disadari bisa melemahkan semangat dan mental anak.
Kurikulum sekolah yang berganti-ganti dan membutuhkan penyesuaian sebenarnya juga menjadi tekanan, apalagi hanya fokus pada pembelajaran tapi kurang atau jarang mengajarkan cara mengelola stres, mengenali emosi, atau mengatur pikiran. Siswa jadi tidak tahu bagaimana menghadapi perasaan cemas atau kecewa.
Apa yang Bisa Dilakukan Sekolah?
Mengatasi overthinking di kalangan siswa bukan semata tugas konselor atau psikolog. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat secara mental.
Jika tidak memungkinkan memasukkan atau “menyelipkan” materi tentang pembelajaran kesehatan mental, pengenalan emosi dan manajemen stres dalam kelas atau secara khusus melalui program sekolah.
Para guru mestinya bisa menjadi bagian dari solusi menjadi tempat curhat yang aman tanpa takut dihakimi. Tentu saja diimbangi dengan kolaborasi orang tua melalui komunikasi yang intens. Sekarang setiap kelas umumnya memiliki grup WA yang bisa terhubung kepada orang tuanya. Komunikasi melalui grup seperti ini juga bisa menjadi solusi yang menarik.
Bagaimanapun sekolah perlu lebih menekankan proses belajar, bukan hanya angka. Berikan apresiasi pada usaha dan kemajuan kecil yang dicapai siswa. Ini menjadi solusi langsung mengatasi “gap” kekuatiran siswa tidak dihargai atau mendapat perlakuan buruk dari teman sebayanya.
Wujud penghargaan guru dengan cara menghargai setiap respon siswa dalam proses pembelajaran, sekalipun untuk tanggapan sederhana, pertanyaan remeh menjadi sinyal bahwa siswa dalam kondisi apapun di terima di dalam kelasnya, dengan dukungan guru.
Siswa seharusnya bisa punya kendali atas pikirannya sendiri. Overthinking bukanlah sesuatu yang bisa dihilangkan sepenuhnya. Namun, dengan kesadaran dan pendekatan yang tepat, siswa bisa belajar mengenali pikirannya, memilah mana yang perlu ditanggapi, dan mana yang sebaiknya dilepaskan.
Pendidikan yang baik bukan hanya soal membentuk siswa yang cerdas secara akademik, tapi juga kuat secara mental dan emosional. Apalagi dalam sikon sekarang ini yang semakin kompleks. Kemampuan mengelola pikiran adalah kunci untuk menghadapi situasi sulit bagi para siswa nantinya.
Sudah saatnya sekolah menjadi ruang yang tak hanya mendidik, tetapi juga menenangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI