Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat, Pemenang Lomba Artikel Aviasi Kompasiana 2025, Pemenang Artikel Kolaborasi Bersama Pakar-Kompasiana 2025.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Romantisme "Tupperware Party" dan Koneksi Emosional dengan Konsumennya

19 April 2025   20:07 Diperbarui: 20 April 2025   08:17 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejak berdirinya di era Perang Dunia II, Tupperware mengandalkan para ibu rumah tangga sebagai tenaga penjualnya. (Dok Tupperware via kompas.com) 

Sebenarnya yang selalu mengingatkan saya dengan Tupperware karena romantisme "Party-nya". Bukan tentang barang mewah, tapi cerita penuh nuansa disebaliknya. Tupperware Party sendiri mengingatkan saya bahwa kebersamaan, meski dalam bentuk yang sederhana, selalu memiliki nilai yang tak ternilai harganya.

Tupperware, dengan begitu banyak cerita di baliknya ternyata bagi banyak dari kita, lebih dari sekadar wadah plastik. Tapi juga simbol kenangan yang tak terhitung jumlahnya,melalui momen-momen kecil di keluarga. Teman saya pertama kali mengenal Tupperware malah dari ibunya, karena menyimpan koleksi wadah-wadah kebanggaannya yang berwarna cerah itu di dapur.

Tapi tak semua anak-anak kita tahu bagaimana romantisme tupperware sekalipun mereka melihat tumpukan koleksinya di dapur, bahkan memakainya untuk bekal mereka ke sekolah.

Bagi generasi yang tumbuh di tahun 90-an, Tupperware menjadi simbol status dan keteraturan. Ibu-ibu yang mengoleksi setiap jenisnya dengan teliti, menjaga agar setiap tutup dan wadah tetap utuh, seakan itu adalah aset berharga yang harus dilindungi. Bahkan, ada sebuah cerita dari banyak keluarga bahwa anak-anak sering kali dimarahi karena secara tak sengaja merusak atau menghilangkan wadah Tupperware kesayangan ibu mereka.

Tupperware sendiri juga aware kepada pelanggannya sehingga menyediakan produk tutup tupperware untuk mengantisipasi jika ada yang kehilangan. Sebuah hubungan produsen-pelanggan yang unik dan menarik.

Tupperware party, Brownie Wise menjual Tupperware langsung kepada ibu rumah tangga.(Archives Center at the National Museum of American History via Smithsonianmag.com via kompas.com)
Tupperware party, Brownie Wise menjual Tupperware langsung kepada ibu rumah tangga.(Archives Center at the National Museum of American History via Smithsonianmag.com via kompas.com)

Tupperware. (sumber: goodhousekeeping.com via kompas.com)
Tupperware. (sumber: goodhousekeeping.com via kompas.com)

Kenangan dengan Tupperware,"Jangan Sentuh Itu!"

Ada ibu-ibu anggota Tupperware party yang karena emosionalnya dengan produk kesayangan itu sampai harus memperingatkan anak-anaknya, hampir mendekati panik, saat anak-anak mulai mendekati lemari dapur tempat Tupperware disimpan? "Jangan sentuh! Itu koleksi!"

Mungkin ada yang kesal, kalau wadah dibeli tidak dipakai lantas untuk apa jadinya. Tupperware memang bukan hanya sekadar alat untuk menyimpan makanan---ia adalah karya seni bagi ibu-ibu, sebuah simbol kebanggaan untuk kepraktisan dan kecantikan desainnya yang elegan. Bahkan saat terjatuh dan rusak, rasanya seperti kehilangan barang berharga.

Bagi orang yang suka Decluttering, istilah yang populer banget dalam dunia minimalisme. Fokusnya bukan cuma merapikan, tapi juga menyortir dan menyingkirkan barang-barang yang nggak lagi dibutuhkan. Tupperware bisa menjadi "teman" baiknya.

Begitu juga yang mengikuti konsep KonMari, metode khusus dari Marie Kondo, tokoh organizing asal Jepang. Fokusnya adalah menyimpan hanya barang yang "spark joy", dan menatanya dengan cara yang simpel tapi rapi.

Salah satu kenangan yang tak bisa dilupakan adalah ketika saya---atau mungkin anak-anak kita---secara tidak sengaja menghilangkan tutupnya. Tentu saja, ibu marah besar. "Bagaimana bisa, ini koleksi langka!" teriak ibu sambil mencari-cari tutup yang hilang itu, seakan-akan menemukan bagian dari diri mereka yang hilang. Intinya Tupperware menjadi benda yang penuh cerita dan kenangan, meski tanpa tutupnya.

Tupperware Demo Masak -catatan perjalan talif
Tupperware Demo Masak -catatan perjalan talif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun