Saat bulan Ramadan cara kita mensyukuri nikmat setelah usai berpuasa seharian adalah menyajikan hidangan berbuka yang bisa mengembalikan stamina, tetap menyehatkan tapi juga harus bijak dalam berbelanja. Jangan sampai muncul asumsi seolah-olah ramadan menghadirkan "anomali" karena kita menjadi boros dan jor joran saat berbelanja. Apalagi jika pada saat yang sama kita juga bersedekah, tetap saja harus ada pilihan cara bijak menyikapi pengeluaran kita.
Sehingga nuansa ramadan yang menjadi peluang kita memperbanyak ibadah tidak mengurangi keinginan kita untuk menjaga  atau mengisinya dengan momen kebersamaan dengan keluarga dan orang lain yang membutuhkan.Â
Tantangannya adalah bagaimana semuanya bisa seimbang, karena dalam kesibukan menyiapkan sahur, berbuka, dan segala kebutuhan yang menyertainya, kita berusaha menjaga pengeluaran tetap terkendali.
                                              Â
Anomali Keuangan Ramadan Sebagai Momok
Disadari atau tidak, selama menjalankan ibadah puasa karena keinginan untuk "memanjakan" keluarga usai berpuasa seharian kita kadangkala tidak mempedulikan soal pengeluaran untuk berbuka dan sahur.
Padahal sebagai Muslim yang baik dan bijak semestinya kita harus mempertimbangkan soal pengeluaran tersebut dengan baik, agar tidak menjadi boros apalagi mubazir. Sekalipun kita maksudkan juga untuk bersedekah sekalipun. Tetap saja dibutuhkan keseimbangan agar berbuka dan bersahur tidak memancing kehadiran ramadan menjadi sebuah anomali--ajang pemborosan.
Saya teringat beberapa tahun lalu, ketika saya masih merasakan betapa sulitnya mengatur keuangan selama bulan puasa. Ketika belanja sahur dan berbuka, terkadang mata kita tergoda oleh berbagai promo yang membuat kita tanpa sadar menghabiskan lebih banyak uang dari yang direncanakan. Belum lagi, ingin berbagi kebaikan dengan keluarga dan tetangga yang datang berkunjung, sehingga keuangan seringkali jadi berantakan.