Wacana yang sedang dihadirkan Pemerintah untuk mempertimbangkan menjalankan kebijakan meliburkan sekolah saat Ramadhan menjadi wacana yang menarik untuk dicermati. Disatu sisi kita bisa membayangkan manfaatnya secara langsung kepada anak-anak yang bersekolah bisa terbebas dari tekanan akademis dan bisa menjalankan ibadah dengan lebih fokus saat Ramadhan. Sayangnya jika kita lebih kritis mencermatinya kita juga akan merasa cemas.
Setidaknya kita bisa membandingkannya dengan kondisi ketika pandemi Covid-19 melanda dunia di tahun 2020-2022. Ketika itu situasi darurat mengharuskan kita untuk bersekolah secara daring. Salah satu persoalan baru yang kemudian muncul menjadi trend adalah kecenderungan anak-anak menggunakan gadget secara berlebihan.
Awalnya dimulai ketika sistem pembelajaran daring memaksa anak-anak harus belajar jarak jauh dengan memanfaatkan gadget. Namun kemudian hal itu menjadi sebuah kebiasaan yang cenderung menjadi candu. Anak-anak sejak saat itu menjadi sangat familiar dengan gadget, hingga sekarang ini.
Berdasarkan pengalaman tersebut kita bisa melihat bahwa kemungkinan yang bisa menjadi kekuatiran yang mencemaskan kita, terutama para orang tua adalah bagaimana mengontrol agar anak-anak selama libur sekolah saat Ramadhan jika memang dijadikan kebiasaa baru tidak justru memanfaatkan waktu libur tersebut untuk bermain gadget secara berlebihan.Â
Kekuatiran lain termasuk ketika kita tidak sepenuhnya bisa mengontrol seluruh konten atau tontonan yang menjadi konsumsi anak-anak selama libur sekolah bulan Ramadhan.
Inilah yang sebenarnya menjadi tantangan baru yang mengkuatirkan para orang tua, pihak sekolah dan juga para pengambil kebijakan. Sehingga fokus kebijakan yang ditujukan agar anak-anak bisa fokus beribadah menjadi bias kemungkinan kebijakan tersebut bisa berjalan efektif. Kecuali ada kerja ekstra keras dari pihak sekolah dan para orang tua untuk mengontrolnya.
Realitas di Daerah
Jika melihat kebiasaan di Aceh dimana anak-anak yang tinggal di kampung masih getol bertadarusan hingga tengah malam, rasanya program libur selama Ramadhan itu kok pas sekali dengan semangat mereka untuk mengisi Ramadhan dengan aktifitas ibadah.
Selama ini anak-anak memakai alasan datang terlambat atau tidak hadir saat Ramadhan karena hingga larut malam mereka membaca Al Qur'an atau bertadarusan. Bahkan dalam hari-hari normal, sebagian besar remaja yang tinggal di kampung di Aceh sampai dengan saat ini, masih rutin mengaji setiap malam, terutama belajar Kitab Kuning. Â Selain Fathul Qorib, Al-Aqidah al-Wasitiyyah, Bidayatul Hidayah, Nashaihul Ibad , Qutul Qulub, Tafsir Ibnu Katsir dan kitab Riyadus Salihin.Â
Tapi itu bersifat sangat parsial dan subjektif. Artinya masing- masing daerah punya titik kelebihan dan kelemahan dalam mengimplementasikan kebijakan baru yang sedang diwacanakan saat ini. Dan dalam konteks melihat persoalan secara nasional, kita tidak bisa berkaca pada satu daerah secara parsial sebagai tolok ukurnya. Lain Ladang Lain Belalang, begitu kata peribahasa. Sehingga kebijakan nasional harus jelas kebijakannya.