Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tips Atasi Fake Productivity, Pengalaman Ala Guru yang Bisa Dicermati

6 Mei 2024   23:05 Diperbarui: 16 Mei 2024   18:14 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilsutrasi guru yang pusing dan stres akibat fake productivity. (Sumber: UNSPLASH/ELISA VENTUR via kompas.com)

Kami memiliki link WhatApps khusus para guru atau walas. Semua informasi penting selain melalui surat edaran bisa kami dapatkan dari WA tersebut, sehingga bisa update. Bahkan menggunakan kode atau list, siapa yang belum tuntas dan sudah tuntas, sehingga bisa diingatkan oleh guru lainnya.

Hal lain yang mungkin bisa kita lakukan tentu saja melalui peningkatan kapasitas;

Intinya meningkatkan kompetensi profesional. Jika dulu gaptek, kini bisa bekerja lebih canggih, jika dulu laporan manualkini dengan aplikasi, semuanya butuh upgrade kapasitas agar lebih memudahkan kerja-kerja. 

Sehingga kita bisa mengukur tingkat "keberhasilan" pencapaian target pekerjaan kita. Tidak hanya sekedar sibuk seolah produktif, namun output-nya tidak substansial menyelesaikan tugas-tugas utama kita.

Apa Kata Pakar yang Sebaiknya Kita Cermati?

Ada baiknya juga kita mempertimbangkan saran para profesional, seperti disampaikan seorang penulis sekaligus Presiden The Productivity Pro, Inc., Laura Stack yang mengutip ungkapan Henry Ford-“Produktivitas yang lebih baik, berarti lebih sedikit keringat manusia, bukan lebih banyak.”

Itu artinya kita harus "mencerdasi" jebakan fake productivity dengan usaha yang lebih baik. Kita memahami bahwa secara teori, peningkatan produktivitas berarti, memproduksi lebih banyak barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu. 

Tapi itu kan pengetahuan dasar. Sebab masalahnya definisi itu belum tentu berlaku secara personal. Bayangkan kerja seorang editor yang mengedit 10.000 kata dari sebuah novel. Dengan menggunakan definisi lama (tingkat output per unit input), produktivitasnya bisa negatif, malah menunjukkan ketidakmampuan. 

Sebenarnya, karya reduktif-nya telah meningkatkan kejelasan novel tersebut, membuatnya lebih mudah dibaca dan lebih mungkin diterbitkan. Di sinilah efektivitas mengalahkan efisiensi, meskipun produktivitas biasanya memerlukan keduanya. 

Di sisi lain, hanya karena seseorang menyelesaikan 15 tugas dalam satu hari bukan berarti mereka produktif. Mereka mungkin menunda-nunda tugas penting atau hanya melakukan pekerjaan bernilai rendah. Nah, apakah banyak dari kita sebenarnya berada dalam situasi seperti ini? Bisa jadi kan!


Sebenarnya membedakan produktivitas palsu dari produktivitas menurut pakar, tidaklah sulit, namun membutuhkan peninjauan yang tulus terhadap aktivitas yang kita lakukan, untuk memastikan tujuan kita telah sesuai rencana.

Penting untuk memperhatikan beberapa hal agar tak terjebak fake productivitya;

Jangan bingung antara output atau capaian dengan produktivitas.

Jika setiap hari kita bisa menulis 1.000 baris sehari, tetapi tulisan itu tidak efisien dan memerlukan banyak revisi? Padahal jika kita menulis 500 kata, namun langsung selesai, bukankah itu lebih bermanfaat, meskipun membutuhkan waktu lebih lama.?

Menyadari bahwa tugas bernilai rendah tidak selalu tidak produktif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun