Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepasang Mata Membuat Merinding dan Takut

12 Juni 2021   19:49 Diperbarui: 1 Juli 2021   07:23 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bamboo. Sumber gambar: Pixabay

Mbak Siti bingung menanggulangi rasa takut. Bisa ikut ndoro kakung Sastro di komplek Pabrik Gula (PG) merupakan kebanggaan bagi gadis-gadis seumuran dia di kampungnya. Bibinya yang ikut adik ndoro kakung di kota Malang, yang menghubungkan dirinya untuk ikut ndoro kakung Sastro Kediri.

Komplek PG sangat menyenangkan. Rumah peninggalan zaman Belanda yang besar-besar dengan halaman yang luas tampak asri. Bangunannya yang kokoh, tak ada kayu keropos sedikit pun. Hanya saja sarang laba-laba di kamar tampak kosong melompong dengan langit-langit tinggi, kadang-kadang tampak menyeramkan. 

Ndoro kakung Sastro duda yang ditinggalkan istrinya berpulang. Memang baru saja ndoro kakung bersama 5 anak-anaknya menempati rumah ini. Beberapa bulan sejak istrinya meninggal, ndoro kakung dipindahkan dari PG Asem yang ada di ujung timur Jawa Timur (Jatim) ke PG Santren yang ada di tempat lebih ke barat Jatim. 

Sebetulnya sudah enak benar ikut ndoro Sastro, duda yang punya 5 anak yang sangat percaya kepada mbak Siti. Uang belanja diserahkan, dan mbak Siti pintar masak kesukaan ndoro kakung dan anak-anak. Mana anak-anaknya, entah baik atau masih lugu bodoh. Mau saja disuruh menuliskan surat untuk mas Ran, tukang kebon dan angon kambing tetangga di perumahan PG juga.. Surat yang isinya mbak Siti pengin punya sir-siran.

Rumah yang ditempati ndoro Sastro, dikenal sudah lama kosong. Tadinya rumah tuan Don yang sekarang pergi ke Belanda. Banyak orang mengatakan tuan Don pergi, bukan pulang ke Belanda. Soalnya biarpun pintar berbahasa Belanda, tuan Don sepertinya orang Indonesia asli. 

Tuan Don pergi ke Belanda beberapa bulan setelah pembantunya mbak Jum tertabrak sepur. Sebenarnya kata orang-orang mbak Jum tadinya sudah diam di pinggir tempat pemberhentian sepur, tetapi pas sepur sudah dekat malahan loncat ke tengah-tengah 2 besi sejajar yang merupakan rel sepur. 

Orang-orang yang ada di sekitar heboh. Untungnya pemberhentian sepur ada di seberang gudang gula PG. Jadinya pertolongan bisa segera diberikan. Mbak Jum diangkut ke rumah sakit (RS) milik organisasi Amerika yang lokasinya paling dekat dengan komplek PG.

Tuan Don ikut mengantar ke RS.  Mbak Jum dinyatakan telah meninggal. Tetapi ... tetapi ternyata mbak Jum dalam keadaan hamil. Kandungannya bisa diselamatkan, dan jabang bayi dipelihara oleh seorang bidan yang bekerja di RS tersebut. Bu bidan adalah istrinya tetangga ndoro kakung, yang merupakan majikan mas Ran. 

Mbak Siti yang sudah kerasan banget jadi pembantu ndoro kakung, tiba-tiba akhir-akhir ini kok tiap malam merinding. Seperti ada arwah mbak Jum datang. Sebenarnya tidak ada wujud nyata, cuma rasa merinding itu saja yang mengganggu. Katanya supaya gangguan hilang harus menempelkan kulit babi di dinding. Dia juga sudah minta kulit babi kepada temannya, yang jadi pembantu di rumah pak Oey. Seorang yang merupakan kepala keamanan PG, yang keturunan Tionghoa. 

Karena rasa merinding tetap ada, hampir setiap malam mbak Siti menghabiskan waktu duduk di depan teras kamar tidurnya.  Suatu malam dia melihat ada sepasang mata yang mengitip dari balik bambu yang menjadi pagar di belakang komplek perumahan PG, yang halamannya sambung-menyambung antar tetangga. 

Namanya juga tinggal di komplek, rasa takut mbak Siti dari minta kulit babi sampai ada sepasang mata yang ngintip langsung jadi bahan pembicaraan orang banyak. Orang-orang mulai dari bisik-bisik, hingga mulai menyelidiki. 

Orang pertama yang sepasang matanya dituduh mengintip adalah ndoro Sastro sendiri. Tentu saja ndoro Sastro mengatakan bukan dirinya. Tetapi mana orang percaya begitu saja. Anak-anaknya yang masih kecil, tapi menanjak dewasa juga mulai sedih. Seakan hidup di tengah badai berita buruk tentang ayahanda yang sebenarnya baik-baik, tetapi duda. 

Berita buruk yang menimpa ndoro Sastro berhenti, saat ada rencana pernikahan ndoro Sastro dengan adik sahabat istrinya dari PG Asem. Pernikahan ndoro Sastro dengan ibu sambung anak-anak digelar di kota Banyuwangi, karena orang tua istri baru ada di kota ujung paling timur Jatim.

Semakin menjengkelkan,  dengan adanya ndoro putri Sastro yang baru eh ... malahan mbak Siti minta pulang kampung. Jadi memberi kesan sepasang mata yang mengintip adalah ndoro Sastro sendiri. Padahal kelihatannya kebebasan mbak Siti berkurang, karena ada istri ndoro kakung yang ngatur segala-gala tentang rumah tangga. Tetapi tetangga mana mau terima alasan dengan begitu saja, tetap melempar tuduhan bahwa sepasang mata yang mengintip adalah ndoro Sastro. 

Dian anak ndoro Sastro yang sering diminta menulis surat kepada mas Ran penasaran. Dian yang sudah mulai dewasa membereskan kamar bekas mbak Siti, membuang semua kulit babi yang menempel di dinding kamar. Dan Dian tidur di kamar bekas mbak Siti.

Suatu malam, saat desir angin yang sumilir membangunkan dari tidur. Timbul hasrat besar  untuk mengetahui suasana yang menyebabkan ayahnya diterpa berita kurang menyenangkan. Dian keluar dari kamar. Dan betul, ada sepasang mata mengintip dari balik bambu yang ada di belakang rumah.

Dian yang niatnya memang akan menyibak misteri, membunyikan kentongan yang sudah disiapkan. Dan dia berlari masuk ke rumah bagian dalam, dengan kunci yang sudah disiapkan pula.

Suara kentongan bertalu-talu membangunkan semua keluarga ndoro kakung Sastro, juga semua keluarga tetangga. Pak Oey yang ketua keamanan segera datang ke lokasi,  mencari sepasang mata siapa yang mengintip dan menyebabkan seluruh komplek resah.

Cari dan selidik, ternyata sepasang mata yang mengintip, milik mas Ran. Saat rumah kosong, mas Ran sering masuk kamar tersebut. Dari bu Bidan, mas Ran yang mengetahui dia adalah anak mbak Jum. Sebenarnya dia ingin menanyakan kepada ibunya siapa bapaknya. 

Sejak ada ndoro Sastro, mas Ran hanya bisa mengitip kamar bekas ibunya, mbak Jum. Dan mbak Siti tidak pernah mengetahui sepasang mata yang mengintip milik mas Ran. Seseorang tempat dia menulis surat mengungkapkan keinginan untuk memiliki sir-siran.

Dian teringat isi surat balasan mas Ran kepada mbak Siti, karena Dian yang selalu diminta membalas suratnya. Jadi Dian membaca, mbak Siti buta huruf. Suratnya memang bernadakan rasa senang, sangat sopan dan tak sedikitpun bernadakan pelecehan. 

Pak Oey yang dari tadi mendengarkan keterangan dari ndoro kakung Sastro dan putrinya, balik bertanya kepada mas Ran mengapa mempunyai kebiasaan mengintip.

Katanya ... katanya mas Ran ingin menanyakan kepada ibunya yang dulu tidur di kamar bekas mbak Siti, siapakah bapak kandungnya. Bidan yang mengambil anak yang dilahirkan mbak Jum, jadi ikut harus memberikan keterangan. Memang benar mas Ran adalah anak yang dilahirkan mbak Jum.

Mengapa mas Ran harus sampai diambil anak oleh bidan? Di mana ayah mas Ran? Kenapa saat itu tidak langsung dicari? Peristiwa yang sudah sangat lama, menjadi terkuak lagi. 

Pak Oey, sebagai ketua keamanan menghubungi administratur untuk mengusut. Melalui RS, diketahui tuan Don yang menginginkan anak tersebut ditinggalkan di RS. Kebetulan ada bidan yang mau mengambil, dan memang hanya berniat membesarkan untuk mengurus kebun dan kambing di rumahnya.  Bukan sebagai anak angkat, karena suami tidak setuju dan anak kandungnya sudah 5 orang. 

Administratur PG yang tergelitik oleh keinginan pak Oey untuk mengusut, segera menghubungi tuan Don di Belanda. Jabatan sebagai administratur dan tuan Don bekas karyawan PG, menyebabkan hubungan bisa terjalin.

Tuan Don sudah cukup lama hidup sendiri, istrinya sudah meninggal dunia. Dengan mudah segera mengakui bahwa anak yang dilahirkan mbak Jum adalah hasil hubungan gelap dengan dirinya. 

Kesendirian pada hari tua, menyebabkan tuan Don merasa bersalah. Dia sering melakukan hubungan gelap, karena mbak Jum juga mau. Jadi mau sama mau, yang tak mungkin menikahi saat terjadi kehamilan.

Dia bersyukur masih memiliki kesempatan untuk mencurahkan kasih sayang kepada mas Ran. Walau mungkin waktu hanya tinggal sedikit, beruntung masih ada.  

Ada rasa takut dosa dan ada rasa takut mas Ran menolak, tetapi dengan bantuan administratur, ndoro Sastro dan pak Oey segera diurusnya surat-surat yang menyatakan mas Ran adalah anak kandungnya. Bu bidan yang baik hati juga memberikan nasihat kepada mas Ran, agar bersedia ikut tuan Don pergi ke Belanda. 

Bumi Matkita,

Bandung, 12/06/2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun