"Hei! Jangan takut. Kamu sudah berhasil masuk kemari berarti kamu pemberani. Kenapa sekarang jadi takut begitu, heem?"
Diyanti makin beringsut menuju pintu. Otak gadis itu sedang menyusun rencana untuk kabur. Keberaniannya luntur seketika demi mendengar suara tanpa wujud itu.
"Hei! Kamu nggak bisa lihat aku, ya? Oke, biar mata kamu aku perjelas."
Tiba-tiba seberkas sinar berputar-putar depan mata Diyanti, lalu menerobos masuk hingga tubuhnya terjerembab.
"Aww!"
"Sudah bisa lihat aku?"
Terdengar jentikan jari-jari. Diyanti membuka matanya pelan-pelan sebelum akhirnya terpejam lagi. Â Dia lebih dulu menjerit tertahan. Kedua tangannya menutupi wajahnya sendiri. Terpekik kencang hanya akan menyebabkan Nenek terbangun.
Arah mata Diyanti terkunci pada posisi pukul 12. Dengan posisi kepala sedikit terangkat, kedua matanya terbelalak tak mempercayai apa yang dilihatnya.
"Si-siapa kamu?" tanya Diyanti.
"Siapa? Aku?" Suaranya centil. Dia duduk di atas meja dengan kaki kanan ditumpuk ke kaki kirinya. Tubuhnya mungil. Mungkin setinggi telunjuk Diyanti.
Diyanti makin tegang dan ketakutan melihat makhluk aneh itu.