Di sebuah desa kecil yang terpencil, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Gilang. Ia berasal dari keluarga sangat sederhana; ayahnya seorang buruh tani dan ibunya penjual gorengan. Setiap hari, Gilang harus berjalan kaki sejauh 5 km ke sekolah, melewati hutan dengan jalan setapak, hanya demi menuntut ilmu.
Meskipun serba kekurangan, Gilang tak pernah mengeluh. Ia selalu datang paling pagi, duduk di bangku paling depan, dan mencatat setiap pelajaran dengan penuh semangat. Banyak teman-temannya yang lebih memilih bekerja daripada sekolah, tapi Gilang percaya bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan.
Suatu hari, gurunya bertanya,
“Apa cita-citamu, Gilang?”
Dengan mata berbinar, Gilang menjawab,
“Saya ingin menjadi guru seperti Bapak, agar bisa mengubah hidup anak-anak di desa ini.”
Waktu berlalu. Dengan kerja keras dan tekad yang kuat, Gilang berhasil lulus dengan nilai terbaik. Ia mendapatkan beasiswa ke universitas ternama. Setelah bertahun-tahun menimba ilmu, ia kembali ke desanya, bukan sebagai anak petani lagi, tapi sebagai seorang guru.
Kini, ia mengajar di sekolah tempat ia dulu menimba ilmu. Ia membangun perpustakaan kecil dari uang pribadinya, dan memberikan les gratis kepada anak-anak yang kurang mampu. Gilang menjadi pelita di tengah kegelapan, membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan, tapi dorongan untuk terus maju.
Pesan Moral:
Keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Dengan tekad, kerja keras, dan keyakinan, kita bisa mengubah hidup kita dan menginspirasi orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI