Mohon tunggu...
RINDA ZULFIKAR
RINDA ZULFIKAR Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

amorfati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Binatang Buas

28 September 2022   18:40 Diperbarui: 28 September 2022   18:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu petang yang begitu gelap, disertai angin dan gemuruh langit. Kota-kota memulai kehidupan fase kedua, setelah menjalankan kewajiban entah bekerja, sekolah, atau berumah tangga. Pada fase kehidupan kedua, jalanan mulai ramai dengan pasangan muda mudi, warung pecel lele sedang menata kebahagiaan, serta keluarga cemara tanpa pohon yang asyik tertawa di alun-alun, semacam gemerlap metropolitan dimana kesenjangan sama sekali tidak terasa semua larut dalam kemeriahan senandung keroncong di pertigaan yang adil tanpa penindasan.
Semenjak hujan tak kunjung datang, para kumpulan muda-mudi solid memenuhi jalanan kota, memamerkan motor, bercengkrama di angkringan, sibuk berbicara dengan gawai masing- masing. Zaman semakin canggih, manusia diciptakan sedemikian rupa robot, di gang kumuh bermandikan kriminalitas lahir seorang anak laki-laki yang tangguh dan tampan, lahir dari rahim seorang pelacur. Aku tak pernah merasa diriku hina hanya karena lahir dari rahim seorang pelacur, pada kain yang orang-orang biasa sebut sebagai sajadah, dalam relung batin yang selalu dicemooh sampai saat ini aku berjanji untuk menjadi manusia tanpa mata hitam, mata yang sering memandang orang sebelah mata, mata yang menjauhkan dari kebaikan-kebaikan tulus seseorang. Waktu tak henti berdenting, kehidupan kota besar selalu berputar 24 jam kini aku menjadi lelaki yang mampu untuk menikahi seorang gadis, dan dikaruniai seorang pahlawan kecil dengan wajah dan paras anggun bak R.A Kartini.
Suatu waktu, aku dan keluarga kecilku berkunjung di kebun binatang. Di dalamnya terdapat berbagai jenis binatang, hingga tumbuhan yang tumbuh mekar diantara bangunan pencakar langit. Suara burung dan simpanse saling bersahutan menambah kesan yang begitu sejuk di dalam tempat ini, pada suatu kendang terdapat satu binatang yang dijaga ketat, wajahnya tampak sangar dengan rompi anti peluru dan dilengkapi dengan berbagai senjata. Terdapat sebuah tulisan diantara jeruji kendang; "Binatang Buas" tanpa adanya penjelasan mengenai jenis, makanan, atau habitat seperti binatang lainnya di kebun binatang ini, demi memuaskan rasa penasaran aku bertanya pada penjaga kendang tersebut "memangnya binatan jenis apa ini, sepertinya berbeda dan sangat buas?" ucapku, kemudian penjaga tersebut berbicara di samping telinga "ya, betul, ini memang binatang buas dan kenapa dijaga ketat, karena apabila binatang ini lepas atau berkeliaran akan lebih banyak lagi gadis-gadis yang dimakannya" katanya. Batinku binatang apa yang hanya memakan gadis-gadis saja, bukannya binatang hanya makan sesama hewan, atau tumbuhan saja.
Selang beberapa hari setelah kunjunganku ke tempat kebun binatang itu, di linimasa sosial media ramai perbincangan mengenai marak pelecehan seksual di mana-mana, seketika aku beripikir; apa mungkin binatang dengan penjagaan ketat kemarin adalah salah satu dari pelaku pelecehan seksual, sebab ia sebelum dimasukkan ke dalam jeruji kendang sering memakan gadis-gadis, aku pahami juga bila yang disuruh masuk kendang adalah para korban bukan pelaku, maka akan sepenuh apa isi dari kebun binatang. Di negeri nan jauh disana katanya penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual sudah baik, namun faktanya bahkan penegak hukumnya pun ikut menjadi binatang buas, ngeri. Kalau sudah begini akan sulit untuk mencari dimana lagi

tempat aman, pun denganku yang khawatir dengan putri kecilku yang akan melihat betapa kerasnya aspal kota dan sepinya jalan-jalan tanpa lampu, tapi dipenuhi kejahatan.
Saat perjalanan pulangku dari hiruk pikuk pekerjaan, diantara sempitnya pernapasan dan keringat yang saling bertabrakan satu sama lain. Aku lihat ada gadis kecil memegang boneka dan katana di ranselnya, sempat aku bertanya tentang untuk apa gadis tersebut membawa katana, tapi nyatanya jawabanya sangat berkesinambungan dengan kejadian akhir-akhir ini "kan, sekarang banyak binatang buas om, kalau gaada yang bantu aku, setidaknya aku bisa menebas leher binatang itu" ucapnya, fenomena tentang banyaknya binatang buas semakin membuat para gadis hingga orang tua khawatir, bahkan mereka rela sembunyi-sembunyi membawa senjata yang beraneka ragam, mereka juga khawatir apabila hukum tidak benar-benar melindungi malah menjadi boomerang baginya. Setelah sampai di rumah aku bercerita tentang kejadian yang baru saja aku temui di angkutan umum, tak lama istriku memeluk tubuhku yang masih dipenuhi keringat sembari membisikkan "yah, kelak, ketika gadis kita sudah dewasa ajarkan ia tentang bagaimana kerasnya kehidupan, syukur-syukur latih ia untuk bela diri karena kita tak pernah tau binatang buas itu akan memakan gadis yang mana lagi"
Aku mengambil pisau kemudian membilah secara perlahan kenyataan, bahwa kini gadisku sudah beranjak dewasa dan sudah mengalami beberapa fase kehidupan, setiap usahanya selalu aku hargai itulah yang menjadikannya terlihat selalu menerima dengan ikhlas apa yang akan terjadi dan apa yang sudah terjadi, sebab menurutku hasil adalah tentang bagaimana Tuhan menjawab doanya, tapi yang paling penting ia sudah berusaha karena setiap prosesnya ia akan memaknainya sendiri. Disaat bersamaan juga, umurku kian terkikis oleh zaman hanya tinggal menunggu panggilan untuk kembali, setiap hari setelah senja aku selalu mengatakan padanya untuk selalu kuat menjadi wanita bahkan ketika cinta pertamamu yaitu ayah sudah tidak ada, yang demikian aku katakan agar menjadi pesan dalam dirinya yang mesti ia jaga. Pundaknya harus dikuatkan lagi pondasinya, kehidupan merupakan misteri, sebelum tertidur gaungkan doa pada bintang-bintang, saat merasa sedih ungkapkan pada telinga yang mau mendengarnya, jangan merasa sendiri sebab sepi tidak selamanya indah. Di penghujung gemerlap lampu kota, kami semua sengaja untuk tidur di satu ranjang yang sama hanya untuk merasakan bagaimana hangatnya sebuah pelukan dan segala keputusan tanpa tuntutan atau seluruh ekspektasi tinggi berujung membebani, sampai pada akhirnya kita terlelap dalam mimpi yang tak sama tapi dengan keinginan untuk saling membahagiakan satu sama lain terutama diri sendiri
Surakarta, 12 Juli 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun