Mohon tunggu...
Rindani Dwihapsari
Rindani Dwihapsari Mohon Tunggu... Human Resources - Penuntut Ilmu Sejati.

Focus on learning and sharing

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Gadai Emas Syariah Bukan Produk Investasi?

1 April 2020   16:00 Diperbarui: 1 April 2020   18:52 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dengan begini seseorang dapat menggadaikan beberapa keping emas secara berulang hanya dengan memiliki sekeping emas sebagai modal awalnya. Dan ia dapat menjual keping emas yang sudah ada disaat harga emas meningkat di pasaran. 

Praktek gadai emas seperti ini dikenal dengan nama berkebun emas. Berdasarkan fakta empiris tersebut, seiring dengan naiknya harga emas maka permintaan masyarakat akan gadai emas semakin meningkat. 

Alhasil membuat gadai yang awalnya dimulai sebagai instrumen pembiayaan bergeser fungsi menjadi instrumen investasi dan transaksi berkebun emas ini dianggap tidak sesuai dengan syariah dan mengubah tatanan gadai emas menjadi kegiatan spekulasi.

Amir Nuruddin, Profesor Fakultas Ekonomi Syariah, dari IAIN di Sumatera Utara menegaskan: 

"Menggadaikan emas di perbankan Islam pada dasarnya untuk membantu orang-orang yang dalam jangka pendek mengalami kesulitan keuangan, sehingga mereka membutuhkan pinjaman (al-qardh) dengan emas sebagai jaminan (rahn emas) serta membayar deposit emas di bank dengan kontrak ijarah.” 

Adiwarman Karim, seorang konsultan dan pakar ekonomi Islam di Indonesia, menegaskan bahwa praktik menggadaikan emas (yang seperti berkebun emas diatas) tidak sejalan dengan tujuan awal kegiatan menggadaikan emas -dimana pada hakekatnya gadai emas ini boleh- dan tidak mematuhi fatwa dari Dewan Syariah Nasional.

Latar belakang diatas membuat penulis dapat menyimpulkan beberapa hal terkait regulasi gadai emas syariah di Indonesia yang belum komprehensif sehingga adanya peluang melakukan transaksi berkebun emas, diantaranya:

  1. Tidak ada batasan waktu dalam melakukan transaksi gadai, sehingga gadai emas dapat terus diperpanjang.
  2. Fatwa dari DSN-MUI No.77/DSN-MUI/2010 yang memungkinkan pembelian (Murabahah) emas dengan cara mencicil (cicilan emas). Berangkat dari fatwa ini, beberapa bank pun melakukan inovasi dalam produk-produk islami dengan memungkinkan nasabah membeli emas secara angsuran dan kemudian berulang kali menggadaikan emas mereka tanpa batasan.

Oleh karena itu, tentu hal ini kedepannya akan bisa dioptimalkan dengan regulasi yang baik dari pihak-pihak yang berkontribusi didalamnya. Dengan begitu, jelas bahwa peran pemerintah diperlukan terutama untuk melakukan strategi sosialisasi produk gadai emas syariah. 

Beberapa langkah dapat diambil untuk mengoptimalkan peran pemerintah dalam upaya mendukung strategi tersebut, yaitu, penargetan, pengintegrasian, pemahaman, dan implementasi. 

  • Penargetan adalah penentuan target sosialisasi. Penargetan juga dilakukan untuk menentukan pihak-pihak yang diharapkan pemerintah untuk memainkan perannya. 
  • Integrasi dilakukan dengan integrasi dan kerja sama antara pemerintah terkait dengan pihak-pihak yang terkait dengan sosialisasi produk gadai syariah, seperti OJK dan lembaga jasa keuangan syariah yang menyediakan produk jasa keuangan syariah. 
  • Pemahaman adalah pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang produk gadai emas syariah. 
  • Implementasi adalah langkah konkrit dalam mengoptimalkan peran pemerintah dalam upaya mendukung strategi sosialisasi produk gadai emas syariah.

Beberapa langkah strategis ini diharapkan dapat mengoptimalkan peran pemerintah dalam upaya mendukung strategi sosialisasi produk gadai emas syariah yang sesuai dengan prinsip nilai-nilai Islam. Sehingga diharapkan tidak ada kekeliruan dalam penggunaannya dan masyarakat bisa melakukan gadai emas syariah sesuai dengan esensi asalnya.

Adapun kita, selaku pengguna, atau praktisi, atau akademisi, atau mungkin selaku pembaca yang tidak sengaja melihat tulisan ini, kita perlu mengetahui dan meyakini bahwa pada dasarnya hukum asal menetapkan syarat dalam mu’âmalah adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya). Dan prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi muamalah:

  1. Perniagaan atas barang-barang yang haram
  2. Bunga (riba)
  3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir)
  4. Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun