Sebuah persoalan, Fulan seorang insinyur muda, memulai bekerja di sebuah perusahaan eksplorasi minyak lepas pantai berpenghasilan 40 juta rupiah sebulan. Karena pengeluaran biaya hidup yang tinggi di kota besar, serta cicilan mobil dan investasi rumah masa depan, maka ia mampu menabung 4 juta rupiah sebulan. Sehingga dalam setahun tabungannya sebesar : 12 x 5 juta rupiah = 48 juta rupiah.Â
Pertanyaannya, berapa rupiah fulan harus mengeluarkan zakat mal? Â Bila mengikuti kaidah fiqih dengan haul dan nisab 85 gram emas, maka perhitungannya adalah : 85 gram x Rp. 615.000 / gram = Rp. 52.275.000,- Â Berarti tabungan Fulan setahun (48 juta rupiah) masih dibawah nisab (52,275 juta rupiah). Apakah Fulan tidak dikenai kewajiban membayar zakat mal?
Rasanya tidak nalar dan tidak adil bila penghasilan Fulan yang sebesar itu tidak dikenai kewajiban zakat. Â Lantas bagaimana seharusnya? Â Berdasarkan ijtihad para ulama masa kini, perhitungan zakat mal bagi Fulan mesti menggunakan kaidah Zakat Profesi. Â Berikut penjelasan singkat tentang zakat profesi.
Zakat Profesi
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Zakat profesi merupakan ijtihad para ulama di masa kini yang berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang kuat. Di antara ulama kontemporer yang berpendapat adanya zakat profesi ialah Syaikh Abdur Rahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahab Khalaf, dan Syaikh Yusuf Qaradhawi.
Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesi seperti dokter, konsultan, seniman, akuntan, notaris, dan sebagainya, apabila telah mencapai nisab, wajib dikenakan zakatnya.
Para Peserta Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H/30 April 1984 M juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nisab meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.
Hasil Profesi
Hasil profesi merupakan sumber pendapatan orang-orang masa kini, seperti pegawai negeri, swasta, konsultan, dokter, dan notaris. Para ahli fikih kontemporer bersepakat bahwa hasil profesi termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya, mengingat zakat pada hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan syarak).
Walaupun demikian, jika hasil profesi seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidup (diri dan keluarga)nya, ia lebih pantas menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya sekadar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, ia belum juga terbebani kewajiban zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Dasar Hukum
a. QS. adz-Dzariyat (51); 19: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian"
b. QS. Al-Hadid (57); 7: "Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya"
c. QS. Al-Baqarah (-); 267: "Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu."
d. Rasulullah saw bersabda, "Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji mereka dengan kekeringan dan kelaparan" (HR. Tabrani);
e. Rasulullah saw bersabda, "Bila zakat bercampur dengan harta lainnya, ia akan merusak harta itu" (HR. al-Bazzar dan Baihaqi).
Waktu Pengeluaran
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi:
a. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
b. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern (Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf)mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
c. Pendapat ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta)
Nisab
Nisab zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian sehingga nisabnya senilai 520 kg beras. Jadi, apabila harga beras per kilogram diasumsikan Rp 12.000, nisab zakat profesi per bulannya adalah 520 x Rp 12.000 = Rp 6.240.000 per bulan.
Apabila penghasilan bersih seseorang per bulan mencapai Rp 6.240.000, maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari penghasilan bersihnya.
Kadar Zakat
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah:
"Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)" (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Perhitungan Zakat
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
a. Perhitungan secara langsung. Zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, setelah penghasilan diterima. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang tidak mempunyai tanggungan/ kecil tanggungannya. Contoh: Seseorang yang masih lajang dengan penghasilan Rp 7.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 7.000.000=Rp 175.000 per bulan atau Rp 2.100.000 per tahun.