Mohon tunggu...
Rinda Lolita Melanwati
Rinda Lolita Melanwati Mohon Tunggu... Data Analyst | Researcher | Praktisi

Doctoral Student at Brawijaya University

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketahanan Pangan Nasional dalam Bayang-Bayang Krisis Global dan Konflik Bersenjata

23 Juni 2025   15:48 Diperbarui: 23 Juni 2025   15:48 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : (Diolah berdasarkan publikasi data Badan Ketahanan Pangan 2023)

Ketahanan pangan tak lagi menjadi isu sektoral semata. Di tengah dunia yang semakin diliputi ketidakpastian akibat krisis global dan konflik bersenjata, pangan telah menjadi bagian dari strategi pertahanan dan kedaulatan negara. Negara-negara yang tengah dilanda perang, seperti Ukraina, Palestina, hingga Iran, menunjukkan bagaimana konflik berdampak langsung terhadap distribusi pangan, ketersediaan bahan pokok, hingga melonjaknya harga pangan global. Ketika pelabuhan diblokade, lahan pertanian porak-poranda, dan pasokan logistik terputus, rakyat sipillah yang pertama kali merasakan kelaparan dan krisis.

Dalam konteks tersebut, Indonesia tentu tidak berada di ruang hampa. Meskipun jauh dari medan perang secara geografis, namun ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan strategis seperti gandum, kedelai, dan bawang putih menempatkan kita dalam posisi rawan. Krisis internasional dapat dengan mudah memicu inflasi pangan domestik, memperlemah daya beli masyarakat, dan memperluas ketimpangan sosial.

Data publiaksi terakhir dari Badan Ketahanan Pangan (2023) menggambarkan wajah ketahanan pangan Indonesia yang masih timpang antarwilayah. Provinsi Bali menempati posisi tertinggi dengan indeks ketahanan pangan sebesar 87,65, disusul oleh Jawa Tengah (84,80) dan DKI Jakarta (83,80). Sebaliknya, provinsi-provinsi di Indonesia bagian timur seperti Papua (42,27), Papua Barat (47,95), dan Maluku Utara (62,34) menunjukkan indeks yang jauh di bawah rata-rata nasional. Ini artinya, dalam situasi darurat global seperti konflik atau embargo pangan, provinsi-provinsi tersebut akan menjadi pihak yang paling rentan.

Ketahanan pangan nasional seharusnya tidak hanya diukur dari ketersediaan beras di lumbung padi Pulau Jawa, tetapi juga dari kemampuan daerah-daerah di luar Jawa dalam memastikan akses, distribusi, dan stabilitas harga pangan. Ketimpangan indeks ketahanan pangan menandakan bahwa tidak semua wilayah memiliki kemampuan yang sama dalam menghadapi disrupsi pangan, baik karena faktor geografis, infrastruktur, maupun kapasitas fiskal daerah.

Dalam situasi dunia yang terus bergolak, membangun ketahanan pangan yang adil dan merata menjadi keniscayaan. Pemerintah pusat dan daerah perlu memandang data ini sebagai alarm awal untuk menyusun kebijakan pangan yang berpihak pada wilayah-wilayah rentan. Investasi pada pertanian lokal, penguatan lumbung pangan desa, diversifikasi pangan berbasis komoditas lokal, serta peningkatan cadangan pangan daerah harus menjadi bagian dari perencanaan strategis, bukan sekadar proyek tahunan.

Lebih dari itu, ketahanan pangan tidak boleh dilepaskan dari dimensi kedaulatan pangan. Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan yang rawan terpengaruh gejolak politik luar negeri. Mengembangkan ekosistem pangan yang mandiri, sehat, dan berkelanjutan menjadi agenda nasional yang tidak bisa ditunda.

Ketika dunia dilanda perang dan krisis global terus menghantui, hanya negara yang mampu mengelola pangannya sendiri yang dapat bertahan dan melindungi rakyatnya. Saat itulah, ketahanan pangan menjadi benteng pertama sekaligus benteng terakhir dari eksistensi sebuah bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun